Sebetulnya tidak ada yang istimewa dari baby-sitter baru ini, kecuali bahwa ia cantik dan berkulit bersih.
“Suami saya kerja menyopir di Saudi Arabia,” kata Sari di hari pertama dia mulai bertugas mengasuh Kevin, balita 2 tahun anak semata wayang di pasangan keluarga Hok San dan Yuen Ling, di kawasan perumahan mewah di kawasan Surabaya barat itu. Selain pembantu biasa, baby-sitter diperlukan karena Hok San dan Yuen Ling sama-sama harus bekerja di gerai busana di Supermal. Hok san dan Yuen Ling, berangkat ke tempat kerja jam 9 pagi dan baru kembali ke rumah di atas jam 10 malam.
Pada saat makan siang, bergantian, Hok San atau Yuen Ling pulang sebentar untuk mengambil lunch-box. Lunch-box sengaja tidak dibawa sejak pagi untuk mendapat kesegaran dan kehangatan makanan. Jika sedang pulang sebentar untuk menjemput makan siang, Hok San atau Yuen Ling menyempatkan diri menggendong Kevin atau menciumnya. Maklum, Kevin baru hadir di keluarga itu setelah menunggu sepuluh tahun usia perkawinan.
Peristiwa kecil ini terjadi saat Sari sudah menginjak bulan ketiga kerja, suatu siang, ketika giliran Hok San menjemput bekal makan siang di rumah. Seperti biasa, setelah bekal makan siang ditaruh di jok belakang mobil, Hok San kembali ke rumah untuk mencium Kevin. Biasanya saat seperti ini Kevin berada dalam gendongan Sari. Hok San sedikit menunduk dan mendaratkan ciuman di pipi tembem Kevin.
Kali ini agak lain. Kevin banyak merajuk. Ketika Hok San wajah Hok San bergerak dengan kekuatan penuh, Kevin melengos menjauhkan kepala. Gerakan Hok San tidak terkontrol dengan baik. Ciuman itu mendarat di pipi Sari. Hok San gelagapan. Sari tak kalah gelagapan. Mukanya memerah.
“Aduh, maaf ya, Sari. Tak sengaja!” kata Hok San bersungguh-sungguh.
“Oh, ah. Nggak apa-apa, Pak…..,” Sari terbata-bata. Meski cuma beberapa detik, entah kenapa ciuman nyelonong itu terasa nikmat di pipinya.
Hok San segera meninggalkan Sari dan Kevin. Hok San sempat melihat sekilas Sari yang masih berdiri menggendong Kevin di beranda. Baby-sitter itu asal Madiun itu, bila diperhatikan dengan jenak, memang cantik dan terlalu sempurna untuk ukuran perempuan desa. Aroma bedak murahan yang sempat tersundut hidung Hok San merebak sejuk dalam terpaan desir angin dingin AC mobil Hok San.
Besoknya, Yuen Ling tak bisa ambil giliran menjemput bekal makan siang di rumah. “Lu aja yang ambil ko. Ini lagi ada pelanggan ibu-ibu PKK yang biasa aku layani,” kata Yuen Ling di toko.
Hok San dengan senang hati melakukan tugas ini. Di rumah, seperti biasa Hoh San mendapati Sari sedang menggendong Kevin di ruang tengah. Sari tersenyum kecil melihat tuannya yang datang, bukan nyonya.
“Ibu sibuk melayani pelanggan ibu-ibu PKK,” demikian kata Hok Sang untuk menjawab keheranan Sari. Hok San menatap Sari sebentar. Baby-sitter ini hari ini tidak pakai seragam. Cuma mengenakan celana jeans pendek dan kaos ketat warna pink, membiarkan kelangsatan kulitnya terbeber lebih luas.
“Seragam hari ini ketumpahan makanan, pak. Gantinya belum kering,” jelas Sari, mengantisipasi pertanyaan Hok San. Hok San mengangguk paham. Dalam hati ia berkata; pakai begitu juga bagus, kok, aku malah suka.
Setelah selesai dengan urusan bekal makan siang, Hok San minta ia menggendong Kevin. Bercengkerama sebentar dengan Kevin, Hok San kemudian menyerahkan Kevin pada Sari. Tiba saatnya Hok San memberi ciuman good-bye pada Kevin.
“Kevin, diam ya, biar papa tak salah cium,” seloroh Hok San, menahan kepala Kevin dengan tangan kanan. Bagi Sari, ini seloroh agak genit.
Dan Hok San siap mencium Kevin. Tapi, lagi-lagi Kevin berulah. Ciuman itu mendarat telak di pipi Sari, dan kali, entah karena kehangatan yang menjalar, atau karena Hok San mendapati Sari memejamkan mata, ia tak kunjung melepaskan ciuman itu.
“Maaf….maaf, lagi. Kok Kevin begitu ya…..” Hok San gugup. Sari tersenyum penuh arti.
“Kenapa kamu tersenyum?” kata Hok San.
“Soalnya, ciuman ini sudah nyelonong dua kali,” kata Sari memberanikan diri.
“Kamu jangan marah dan merasa tidak enak, ya…” pinta Hok San.
“Nggak marah. Saya malah suka!” kata Sari. Hok San menatap sari.
“Benar kamu suka?” tanya Hok San. Sari mengangguk.
“Rita ada di mana?” Hok San menanyakan keberadaan pembantu.
“Baru mulai setrika di lantai dua. Setrikaan menumpuk,” kata Sari.
“Boleh cium lagi?” kata Hok San. Sari tak menduga tuan akan seberani ini. Tapi ia mengangguk senang. Dan kali ini ciuman sengaja didaratkan di pipi Sari, lama dan mesra. Keduanya memejamkan mata. Kevin melihat ulah ayah dan pengasuh ini dengan sorot mata tak acuh.
“Terimakasih,” desis Sari ketika Hok San menjauh dengan senyum tak terjelaskan. Malam harinya, Sari susah tidur membayangkan peristiswa hangat dan manis siang tadi. Tuannya itu ternyata seorang pria yang romantis.
***
Siang ini Sari tak terlalu senang. Bekal makan siang nyonya yang ambil. Nyonya kemudian menggendong Kevin dan menciuminya. Hari ini, Sari tahu pasti tak bakal ada ciuman manis yang nyelonong.
Hari berikutnya, nyonya lagi yang pulang siang itu. Nyonya malah sempat tiduran siang dengan Kevin sampai Kevin terlelap. Kata nyonya, hari itu mereka beli makan siang di Supermal.
Baru pada hari berikutnya, Hok San yang ambil makan siang. Hati Sari berbunga-bunga. Tapi sayang, Kevin sudah tidur. Berarti nanti tak ada acara cium Kevin di gendongan Sari?
“Sudah lama tidurnya?” Hok San tanya Sari soal Kevin.
“Barusan, pak!”
“Ya, sudah, saya pergi lagi, ya…” kata Hok Sang.
“Baik, pak,” Sari membuntuti Hok San ke pintu untuk menutup pintu. Tak akan ada ciuman hari ini.
“Rita minta ijin beli perlengkapan dapur dan alat-alat cuci. Mungkin agak lama. Daftar belanjaannya panjang banget,” kata Sari, mungkin sengaja memberi pesan tersamar bahwa bakal tidak ada siapa-siapa di rumah ini untuk beberapa saat ke depan. Tiba-tiba, bagi Hok San, informasi biasa ini menjadi luar biasa. Ia berbalik, urung melewati pintu.
“Kalau tanpa Kevin di gendonganmu, aku boleh cium?” tanya Hok San.
Sari tersenyum. “Boleh!”
Dan Hok San mencium pipi Sari dengan lembut. Lagi-lagi, Sari memejamkan mata, menyambut nikmat tak terperikan. Hok San pun mulai tenggelam dalam keindahan siang itu, karena ternyata Sari membantunya membuat siang itu lebih indah dengan mengisyaratkan agar ciuman itu beringsut ke bibirnya. Siang terik di luar bergeser kemudian dengan kesejukan di kamar pribadi Sari di dekat dapur.
***
Yuen Ling mulai merasa aneh Hok San selalu bersikeras ia saja yang ambil bekal makan siang di rumah. Bahkan kalau mereka baru saja beli makanan kotakan, tetap saja Hok San berhasrat pulang untuk menjenguk Kevin, atau lebih tepatnya menjenguk Sari. Tentu saja fakta yang terakhir ini Yuen Ling tak perlu tahu.
Rita juga tak kunjung habis herannya. Tuan Hok San selalu menyuruhnya beli ini dan itu di tempat-tempat yang jauh saat ia pulang ambil makan siang. Rita juga tak habis pikir, kenapa ranjang Sari yang dirapikan di pagi hari, selalu berantakan setiap tuan baru saja pulang ambil makanan?
Dan teka-teki itupun terjawab dengan sendirinya. Siang itu Hok San dan Yuen Ling menutup toko dan pulang makan siang. Sebenarnya bukan untuk makan siang, tapi untuk melanjutkan pertengkaran yang rupanya sudah mulai dari toko siang itu. Nyonya memanggil Sari keluar dari kamar Kevin setelah menidurkan si kecil itu.
“Sekarang, Hok San, kamu mengaku apa yang kauperbuat dengan baby-sitter selama beberapa siang ini,” Yuen Ling memelototi Hok San dan berbalik ke Sari.
“Kamu, perempuan tak tahu diri! Mengaku!” desak Yuen Ling.
“Saya….saya…..tidak mengerti maksud Ibu…”kata Sari.
“Tidak mengerti apanya. Lihat ini!” Yuen Ling mengais sekeping CD dari tas, memasukkan ke dalam mesin pemutar, menyalakan video.
Hok San memejamkan mata dan mengumpat dalam hati. Rekaman video dari samping atas memaparkan pertunjukan heboh mulai dari ciuman nyelenong bagian satu, bagian dua, ciuman bibir di dekat pintu dan adegan saling giring ke arah kamar dekat dapur. Sajian video juga dilengkapi scene-scene Sari menyambut Hok San di pintu dengan dekapan dan ciuman bertubi-tubi dan Hok San yang beringas mengangkat tubuh Sari menuju ke kamar dekat dapur.
“Kamu lupa ruangan depan rumah ini dilengkapi CCTV, kamera yang beroperasi 24 jam penuh! Kamu sendiri yang minta pasang untuk mengawasi kegiatan-kegiatan para pembantu rumah dan baby-sitter. Ketahuan sekarang, kamu sendiri yang busuk!” damprat Yuen Ling menatap tajam Hok San. Hok San tak berkutik.
“Kamu benar-benartidak tahu diri. Ingat kamu Cina gembel yang diangkat keluargaku untuk jadi laki-laki baik dan terhormat. Kamu ternyata tidak mampu jadi orang baik. Tidak punya derajad jadi orang terhormat!” Yuen Ling sangat meradang. Ia meraih foto pernikahan besar berbingkai kayu dan berlapis kaca dan membantingnya sampai pecah berkeping-keping di lantai.
“Sekarang kamu keluar dari rumah ini. Dua-duanya! Kamu dan perempuan itu! Jangan pernah kembali ke sini, kepadaku atau kepada Kevin! Di sini bukan tempatmu!”
Dan tamatlah Hok San!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI