Mohon tunggu...
eddy lana
eddy lana Mohon Tunggu... Freelancer - Eddylana

Belajar menjadi tukang pada bidang yg dinamis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tempolong Merah Membara

4 April 2021   23:48 Diperbarui: 4 April 2021   23:57 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Keduanya berwarna merah membara. " Si tante terangguk angguk seolah setuju dengan warna yang disebutkan keponakannya. Itu adalah satu satunya warna  yang tak dapat ditukar atau diganti. Warna pilihan mutlak dari nenek. 

" Tunggu apalagi? Segera berikan satu buah ke nenek " tambah si tante seolah mengingatkan. 

Si wanita membuka bungkusan plastiknya. Mengeluarkan sebuah tempolong kecil berwarna merah membara, yang terbuat dari tembikar. Dan segera menyorongkan kedalam genggaman nenek. 

Tangan nenek yang tadi terlihat lemah, seketika berubah bak seekor ular yang membelit mangsa. Setepat leher tempolong menyentuh jemarinya.  

Sebuah lenguhan parau menggerogok keluar dari mulutnya. Kelopak matanya membuka sedikit sembari mendekatkan tempolong itu kedekat mukanya. Dan wajah yang tadi terlihat memelas kini berubah lebih tenang. Si gadis sedikit merasa lega, tampaknya nenek terhibur dengan tempolong di genggamannya. 

Tanpa sadar, dia kembali terbuai kedalam lamunannya. Menyisir masa lalu kecilnya, dimana riuh ceriah masih berpendar didalam lingkungan mereka. Ayahnya yang kerap menggendongnya, atau sang kakek yang juga kerap membelikannya pengganan dan sering menuruti kemauan cucunya semata wayang. 

Tetapi, dia yang saat itu masih kecil, sungguh tak mengerti mengapa semua keceriahan itu mendadak harus berakhir. Kakek tersayang tiba-tiba tiba menghilang dari sisinya. Dan tak berapa lama, ayahnya juga raib dari kehidupannya. 

Cuma yang masih diingatnya, betapa kehidupan di rumah nenek berubah menjadi kemurungan. Setelah kakek menghilang, nenek bekerja mengambil pakaian kotor untuk dicuci. Dan setelah itu pergi kepasar, dan pulang membawa berkilo kilo ketela mentah. Beliau membuat kripik untuk dijajakannya dari kampung kekampung. 

Ada hal aneh pada sikap  nenek kala itu. Dia sering memergoki beliau menghabiskan waktunya disaat senja. Duduk di teras rumah menghadap ke sebuah jalan kecil didepan rumah. 

Sebuah tempolong tembikar berwarna merah membara berdiri diatas pilar selutut pembatas teras. Kadang, setelah termanggu beberapa saat, nenek menurunkan wajahnya dekat kemulut tempolong. 

Dan sigadis bisa menyaksikan, betapa sorot berapi api yang keluar dari mata nenek, ketika beliau menyemprotkan dengan keras sisa air sirih dari mulutnya. Terkadang, tempolong itu bergoyang akibat kerasnya semburan cairan dari mulutnya. . Dan kejadian itu terus berulang hingga lengking suara azan bada isya mendengking dari surau. Hal itu bertahan sampai bertahun tahun sebelum nenek terpaksa harus terisolasi ditempat sekarang ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun