Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenal "The Knowing-Doing Gap" dalam Dunia Literasi

10 Juli 2021   04:46 Diperbarui: 11 Juli 2021   11:31 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpustakaan Erasmus Huis, Jakarta. Sejumlah pengunjung mendatangi perpustakaan itu Kamis (18/7/2019).(KOMPAS.COM/ANASTASIA AULIA)

Bagi yang belum pernah mendengar atau membaca istilah The Knowing-Doing Gap ini, mungkin segera akan bertanya-tanya, apa sebetulnya yang dimaksud. Akan tetapi, mungkin sudah bisa mengira-ngira makna di balik istilah ini.

Istilah tersebut pertama kali diciptakan oleh Jeffrey Peffer dan Robert I Sutton pakar organisasi dari Stanford University. 

Melalui bukunya yang berjudul The Knowing Gab, mereka memperkenalkan konsep the knowing-doing gab yang belakangan mulai dikenal masyarakat.

Lantas apa yang dimaksud dengan istilah tersebut? Knowing-Doing Gab tiada lain adalah terjadinya kesenjangan atau gab antara apa yang diketahui atau dipahami dengan apa yang dilaksanakan atau dilakukan.

Mari kita lihat contohnya yang terjadi sekarang, misalnya dalam pemakaian masker. Seseorang sebenarnya sudah tahu menggunakan masker itu penting untuk memproteksi diri dari paparan virus Corona, tetapi tidak menggunakannya ketika yang bersangkutan ke luar rumah.

Ia juga tahu kalau kebiasaan berkerumun di masa pandemi berbahaya bagi kesehatan diri, tapi toh dilakukannya juga bersama banyak temannya.


Contoh lain, ketika berkendaraan di jalan umum, pengendara sepeda motor sudah wajibkan mengenakan helm untuk alasan keamanan diri. Tetapi, ada saja orang-orang melanggarnya. Apa yang diketahuinya, tidak dilaksanakannya.

Dunia Literasi, Bagaimana?

Bagaimana dengan di ranah literasi khususnya dalam kegiatan membaca dan menulis? Dalam dunia literasi pun rupanya setali tiga uang. Apa contohnya?

Mari kita telusuri lebih jauh. Dalam hal membaca, misalnya, orang sudah mengetahui kegiatan membaca buku itu sangat berguna, tetapi tetap saja tidak mau membaca buku. Orang sangat memahami betapa kegiatan membaca itu bermanfaat bagi kehidupan, tetapi tidak melakukannya padahal ia tidak buta huruf.

Ada banyak kegunaan yang bisa dipetik dari aktivitas membaca, misalnya untuk meningkatkan pengetahuan, meningkatkan kecerdasan, menambah kosakata, dan seterusnya. Akan tetapi, kendati mengetahui hal itu, tetap saja orang tidak membaca!

Usai Membaca Buku, Lalu Apa?

Terkait dengan kegiatan membaca, belakangan diharapkan kegiatan ini tidak melulu berhenti hanya pada tataran membaca. Artinya, membaca saja belumlah cukup. Ke depan, mesti lebih ditekankan lagi what next-nya usai membaca.

Seorang pembaca bisa mendapatkan pengetahuan dari bacaan, membentuk sikapnya, juga mengubah atau membentuk perilakunya.

Dari awalnya tidak mengetahui, lalu mengetahui. Dari awalnya tidak bisa bersikap terhadap suatu fenomena atau keadaan tertentu, akhirnya bisa mengambil sikap tertentu. Lalu, dari tidak melakukannya atau tinggal diam, ia bergerak untuk melakukan sesuatu dari apa yang dibacanya.

Ilustrasi knowing-doing gab (Sumber: photohab.blogspot.com)
Ilustrasi knowing-doing gab (Sumber: photohab.blogspot.com)

Nah, target melakukan sesuatu inilah yang terpenting. Sebab, dengan melakukannya berarti orang sudah masuk pada tingkat doing-nya, tidak hanya knowing-nya. Sudah pada tataran eksekusi dari apa yang diketahuinya dari pembacaan.

Apa contohnya? Seorang petani yang awalnya tidak mengetahui teknik terbaru beternak lele, setelah membaca tentang hal ini dari buku, ia pun mengetahuinya. Ia mengetahui tekniknya dan mengetahui pula adanya peluang peningkatan produksi jika melakukannya.

Ia pun memutuskan untuk segera mencoba mempraktikkan apa yang diketahuinya. Lalu, ia pun membuat kolam lele di lahan yang dimilikinya.

Berpedoman pada buku dan sumber informasi lainnya, si petani mempraktikkan bagaimana beternak lele yang baik.

Karena ketekunan dan kemauan belajar belajar yang tinggi disertai upaya learning by doing, akhirnya ia berhasil menjadi petani lele yang sukses.

Contoh lain lagi. Seorang ibu rumah tangga ingin sekali meningkatkan pendapatan keluarga. Ia berniat membantu suaminya untuk menambah penghasilan.

Lalu, ia pun berusaha mencari informasi apa yang bisa dilakukannya. Ia temukan beberapa buku yang memungkinkannya untuk melakukan usaha pembuatan dodol.

Segera setelah itu, ia dan keluarga kecilnya mencoba mempraktikkan apa yang dibacanya itu dan lantaran kesungguhannya, dia pun berhasil.

Ia memproduksi dodol semakin hari semakin banyak. Dodol-nya kian terkenal di lingkungannya karena rasanya yang enak dan khas dan kemasannya yang apik. Para pembeli pun semakin banyak jumlahnya.

Itulah contoh orang yang berhasil meretas knowing-doing gap dengan melaksanakan apa yang diketahuinya. Sebuah upaya pemberdayaan diri yang berawal dari membaca buku.  

Dunia Literasi, Bagaimana?

Bagaimana dengan dunia kepenulisan sebagai bagian dari dunia literasi? Problematika knowing-doing gap juga terjadi di sini. Mari kita periksa lebih jauh dengan contoh berikut.

Ada orang yang sejak lama ingin menjadi penulis, bahkan berhasrat besar menjadi penulis terkenal. Melihat para penulis yang sudah banyak berkarya, ia pun ingin seperti mereka. Hari-harinya dipenuhi dengan impian menjadi penulis.

Akan tetapi, apa yang terjadi? Impiannya menjadi penulis tetap dipendamnya selama bertahun-tahun. Impiannya tidak kunjung menjadi kenyataan. Ia tidak langsung mengeksekusi apa yang diinginkannya.

Sebenarnya ia bukan sama sekali tinggal diam. Ia sudah mempelajari banyak teori menulis. Ada sejumlah buku teori menulis yang dibacanya.

Bagaimana membuat artikel yang baik, sudah diketahuinya. Mulai dari membuat judul, menyusun lead, menyusun kalimat demi kalimat hingga menjadi sebuah karangan yang lengkap, sudah diketahuinya.

Bagaimana menggunakan ejaan, tata-bahasa yang baik, pilihan kata (diksi) juga sudah dipahaminya dari buku. Hanya saja, satu hal yang terpenting yang belum dilakukannya adalah melaksanakan apa yang dipelajarinya!

Ya, ia belum juga mulai menulis. Ia tak kunjung berani memulai menulis. Padahal, memulai adalah sebuah langkah awal menuju keberhasilan. Tanpa keberanian untuk memulai, kapan sebuah artikel akan terwujud?

Ada Beragam Alasan

Dalam dunia penulisan, fenomena seperti ini banyak terjadi. Yang ada hanyalah cita-cita. Ketika ada yang bertanya, mengapa tidak jadi menulis, maka ada banyak dalih untuk menjawabnya.

Misalnya, "Ya, nanti saja, saya masih mempelajari teorinya." Atau, "Ya, saya akan segera menulis jika sudah punya waktu."

Atau, bisa menjawab begini, "Ah, nanti saja, kalau pengetahuan saya sudah cukup," dan  seterusnya. Turning knowledge into action is not as easy as we thought!

Kalau sudah tidak mau atau tidak berani mengeksekusi, sampai kapan pun sebuah impian hanya akan menjadi impian. Tidak pernah berubah menjadi kenyataan. Kemampuan mengeksekusi itu menjadi hal yang sangat penting.

Nah, kita yang menulis di kompasiana, sangat bersyukur sudah memiliki keberanian dan kemampuan untuk mengeksekusi impian menjadi penulis. Mempunyai kemampuan turning knowledge into action!

Apakah kita menyebut diri atau disebut orang sebagai penulis pemula, penulis muda, penulis senior, penulis amatir atau penulis profesional, tidak masalah.

Yang penting, kita sudah mampu mengeksekusi impian menjadi kenyataan, setidaknya di kompasiana. Tidak membiarkan terus-menerus terjadi gab antara knowing dan doing dalam dunia penulisan dalam diri kita!

( I Ketut Suweca, 10 Juli 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun