Diary, apa kabarmu? Semoga baik-baik saja ya. Aku hadir lagi dengan cerita yang berbeda. Mau mendengar ceritaku 'kan? Kali ini tentang aku yang jatuh cinta pada aktivitas menulis. Mari kututurkan kepadamu.
Sebenarnya sejak muda aku suka sekali membaca, ya membaca buku, koran, majalah dan lainnya. Intinya, aku doyan menikmati segala macam bacaan.
Tidak cukup hanya membaca, akhirnya aku pun tergerak untuk menulis. Pertama-tama menulis unek-unekku dengan menggunakan buku diari. Lalu, berlanjut aku menulis untuk koran dan majalah.
Aku mendapatkan banyak sekali kebermanfaatan dari menulis. Aku senang sekali kalau artikelku berhasil dimuat di suatu media. Pokoknya, senangnya bukan main! Apalagi disusul dengan bonus berupa honorarium atas tulisanku yang berhasil dimuat.
Diary, aku tahu bahwa pekerjaan menulis tidak memberikan penghasilan yang memadai untuk bisa hidup, apalagi sudah mempunyai tanggungan keluarga. Kecuali mungkin bagi penulis profesional.
Bersyukur, aku memiliki pekerjaan tetap yang menjadi sumber utama penghasilan, sementara menulis bagiku lebih kepada hobi. Jadi, aku ini penulis lantaran hobi saja.
Dengan menjadikan menulis sebagai hobi yang didasari pada minat yang besar, aku lebih leluasa menulis. Sama sekali tidak terikat pada keharusan untuk mendapatkan fulus dari kegiatan menulis.
Honorarium yang kuterima selama menulis tidak pernah banyak. Ya, lantaran aku hanyalah seorang penulis amatiran. Honorarium sebuah artikel hanya cukup untuk mentraktir semangkok bakso dan nasi putih untuk lima orang.
Kendati demikian, semuanya kusyukuri. Toh aku sudah mendapatkan kepuasan batin dengan menulis di koran dan media lainnya. Dimuat di koran saja aku sudah merasa beruntung dan sangat bersyukur, apalagi dibarengi dengan imbalan.
Setiap artikelku yang dimuat di koran biasanya disusul dengan honorarium yang dikirim melalui rekening bank. Dulu, imbalan menulis dikirim melalui weselpos. Weselpos ini lalu kuuangkan ke kantor pos terdekat.