Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Surat Terbuka untuk Kompasiana dan Kompasianer

13 Juli 2020   19:40 Diperbarui: 15 Juli 2020   05:13 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: nightingale2018.wordpress.com

Baru saja saya membaca artikel Bapak Felix Tani. Judul tulisannya membuat sedih: Selamat Tinggal Kompasiana. Usai membaca artikel itu, tiba-tiba saja saya ingin sekali menulis ini, sebuah surat terbuka yang dialamatkan kepada dua pihak sekaligus, yakni kompasiana dan kompasianer. Ijin, saya mulai.

Surat untuk Kompasiana

Yth. Kompasiana, perkenalkan nama saya I Ketut Suweca, kamar nomor 999, dan bla, bla, bla. Kan sudah kenal, kok memperkenalkan diri lagi sih? Bingung aku, he he he. Tapi, baiklah, pertama-tama, eh kok lagi pertama-tama, kan sudah tadi dimulai? Bingung lagi aku!

Baiklah saya to the point saja. Begini. Sejak akhir 2010 saya sudah diterima sebagai keluarga besar kompasiana, sudah disediakan sebuah kamar yang indahnya bukan main: ada meja tempat saya menulis, ada juga kursi sofa yang kalau diduduki terasa enjot-enjot, tempat saya menerima tamu. Sungguh saya merasa sangat terhormat dengan fasilitas ini dan merasa nyaman tinggal di kamar yang lumayan luas ini.

Kamar yang luas ini dikelilingi tembok yang tak boleh dicorat-coret dengan kata-kata kotor dan memisuh, apalagi yang memicu masalah yang bernuansa suku, agama, ras, dan antar golongan. Tapi, tenang! Saya tak akan mengundang kemarahan si pemilik rumah.

Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan menjaga dan merawat kamar yang dipinjamkan kepada saya ini dengan sebaik-baiknya. Biarlah di atas meja tamu kamar ini saya letakkan seteko ramuan hangat yang bisa saya hidangkan sewaktu-waktu ketika ada tamu datang.

Saya sungguh merasa tenang dan nyaman berada di sini. Tapi, kenyamanan itu membuahkan kekhawatiran juga: tidakkah saya menjadi terlalu nyaman sehingga malas beranjak dari kebiasaan rebahan di sofa enjot-enjot  ini?

Sudahkah saya bisa secara terus-menerus mengisi teko dan cangkir kosong untuk diteguk oleh siapa pun yang datang sebagai bentuk penyambutan sekaligus untuk melepas dahaga mereka? Teko dan cangkir yang berisi beberapa bahan ramuan seperti dianjurkan Pak Presiden Jokowi -- ada jahe, temulawak, sereh, dan kunyit yang diseduh dengan air hangat, mudah-mudahan membuat sehat, kuat, dan bersemangat.

Sebagai laporan, hampir setiap hari para sahabat penghuni rumah besar kompasiana berkunjung ke tempat yang bebas sewa ini. Kepada mereka yang datang saya persilakan mengisi buku tamu: membubuhkan maksud dan tujuan kedatangan mereka. Tata kramanya mengambil model layanan pejabat pengelola informasi dan dokumentasi di perkantoran.

Lalu, sebagai tuan rumah yang baik, saya menyambut beliau-beliau itu dengan senyum manis, tapi nggak manis-manis amat, karena saya tahu kalau terlalu manis bisa terkena diabetes. Nah, para tamu pun duduk, lalu kami pun ngobrol, lalu kami sering keasyikan bertanya-jawab mirip webinar yang banyak digelar belakangan ini.

Jujur saya katakan, saya suka sekali menerima kehadiran tamu. Hidup ini terasa sepi tanpa kawan, akan segera menjadi ramai kalau ada yang bersedia datang bertandang. Apalagi kata orang bijak, tamu itu pembawa rejeki. Betul nggak sih?

Surat untuk Kompasianer

Yth. Kompasianer. Kalau saya meninggalkan kawan-kawan di sini, lalu saya mau ke mana? Atas dasar alasan apa saya pergi dari sini? Toh saya disayang oleh pengelola kompasiana, kendati bukan anak emas. Anak loyang juga bukan.

Toh saya juga dikasihi oleh semua, disemangati kalau lagi malas dan dihibur kalau lagi sedih dan galau. Ibu-ibu apalagi, sesuai dengan naluri keibuannya, semuanya peduli terhadap nasib saya. Jadi, tak ada secuil pun argumen yang bisa saya jadikan dalih yang paling masuk akal jika sekiranya saya pergi dari sini.

Persahabatan yang tulus saya temukan di sini. Coba pikirkan sejenak, di mana menemukan tempat ngumpul online seasyiik ini! Para kompasianer, pria-wanita, tua-muda, tinggi-pendek, merentangkan persahabatan yang indah. Ketika interaksi kita lakukan, saya merasa semakin kaya saja. Kaya? Kok sombong amat sih!

Bukan kaya harta saya maksudkan seperti diharapkan banyak orang, melainkan kaya wawasan. Kaya wawasan? Ya, benar! Teman-teman di sini adalah mereka yang memiliki berbagai pengetahuan yang sangat beragam sekaligus suka berbagi. Ada yang ahli tentang angka, ada yang ahli pertanian, ahli politik, ahli manajemen, ahli masak, ahli teknologi, dan ahli apa lagi ya? Lupa! Untung saja saya sudah tua, jadi ada alasan pembenar untuk  lupa, he he he.

Melalui kesempatan yang super-duper baik ini perkenankan saya menyampaikan terima kasih kepada semua sahabat, baik yang saya kenal karena suka saling berkunjung maupun yang tak pernah berkunjung karena salah saya juga saya tak pernah berkunjung. Pun, terima kasih kepada semua teman yang sudah pergi mendahului entah ke mana dan mengapa, maupun yang tetap betah di sini.

Sejatinya saya ingin sekali meneruskan menulis ini sampai tuntas, tapi saya khawatir justru tak bisa dituntaskan, karena sulit menemukan ujung-pangkalnya. Hanya dengan meninggalkan laptop tempat saya mengetik artikel (benar nggak namanya artikel) ini, maka tulisan ini pun terpaksa "tuntas."

Pesan terakhir saya, tolong teruskan salam hormat dan terima kasih saya kepada Bapak Felik Tani atas inspirasinya.

( I Ketut Suweca, 13 Juli 2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun