Mohon tunggu...
Yus Rusila Noor
Yus Rusila Noor Mohon Tunggu... Pekerja Lingkungan

Saya adalah seorang yang sedang belajar. Bagi saya, hidup itu adalah proses belajar, dan belajar itu adalah proses seumur hidup .... Iqra

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Genosida Pengetahuan" di Persimpangan antara Preservasi dan Represi

24 September 2025   10:47 Diperbarui: 24 September 2025   14:21 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Interpretasi AI tentang Suasana di Bayt Al Hikmah, Perpustakaan yang Menunjang Peradaban

Di dunia Barat, raja-raja Kristen seperti Alfonso X dari Kastilia justru mengembangkan pusat penerjemahan di Toledo, mengintegrasikan warisan Arab, Yunani, dan Latin. Bahkan kolonialisme modern-pun, meski penuh dengan eksploitasi, kadang melahirkan "preservasi terselubung". Penjajah Belanda dan Inggris, misalnya, membangun kebun raya, sistem klasifikasi botani, dan pengetahuan kehutanan di Hindia Belanda. Meski berakar pada kepentingan ekonomi-politik, pengetahuan itu kemudian menjadi bagian dari warisan ilmiah bangsa yang dijajah.

 Ambivalensi Snouck Hurgronje di Aceh

Contoh menarik datang dari Snouck Hurgronje, orientalis Belanda yang menyelami kehidupan masyarakat Aceh pada akhir abad ke-19. Ia bukan hanya mengkaji bahasa dan kebudayaan Islam, tetapi juga menyusup ke dalam jejaring ulama. Hasil kajiannya digunakan pemerintah kolonial Belanda untuk memahami sekaligus melemahkan perlawanan rakyat Aceh.

Di sini, pengetahuan tampil dalam wajah ambivalen, dimana ia bukan sekadar preservasi, tetapi juga manipulasi. Snouck menjaga catatan-catatan tentang Islam dan adat Aceh, namun pada saat yang sama "meracuni" makna pengetahuan itu dengan framing kolonial, sehingga pengetahuan berubah menjadi alat kontrol. Apakah ini bentuk "genosida pengetahuan"? Bisa jadi, sebab yang dipertahankan bukanlah pengetahuan sebagai kebenaran murni, melainkan sebagai instrumen untuk meredam semangat jihad dan mengaburkan daya juang sebuah masyarakat.

Lintasan Global dari Amerika Latin

Di Amerika Latin, penaklukan Spanyol juga memperlihatkan dinamika serupa. Pengetahuan pribumi, termasuk sistem pertanian Inka dan kosmologi Maya, dihancurkan, namun sebagian juga didokumentasikan oleh misionaris. Ironisnya, catatan-catatan para misionaris inilah yang kemudian menjadi sumber utama penelitian modern tentang peradaban tersebut. Sekali lagi, kita melihat paradoks, antara preservasi bercampur dengan dominasi.

Epilog Reflektif

Sejarah memberi kita pelajaran bahwa pengetahuan tidak pernah netral. Ia bisa menjadi jembatan antara bangsa-bangsa, atau sebaliknya, menjadi senjata halus yang menundukkan jiwa suatu masyarakat. Dari Al-Fatih yang melestarikan warisan Bizantium, Salahuddin yang menjaga perpustakaan Yerusalem, hingga Snouck Hurgronje yang "menyelam" ke dalam masyarakat Aceh demi melemahkan semangat jihad, kita melihat wajah ganda pengetahuan, yaitu cahaya dan bayangan.

Di era modern, represi pengetahuan tidak lagi berbentuk pembakaran buku atau penghancuran perpustakaan. Ia hadir dalam bentuk lain, yaitu algoritma yang menyembunyikan kebenaran, regulasi yang membatasi akses sains terbuka, atau dominasi narasi global yang meminggirkan kearifan lokal. Apakah ini bukan bentuk baru dari "genosida pengetahuan"?

Pertanyaannya kini kembali kepada kita, apakah pengetahuan akan kita biarkan menjadi instrumen kekuasaan semata, ataukah kita rawat sebagai warisan kolektif umat manusia? Mungkin di sinilah letak tugas generasi sekarang, menjadikan pengetahuan bukan sekadar alat untuk menguasai, tetapi untuk memanusiakan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun