Mohon tunggu...
EMS
EMS Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Drama Pilihan

Apakah Tubuh yang Bebas Ini Masih Memerdekakan Jiwa?

22 November 2017   21:56 Diperbarui: 22 November 2017   22:16 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

WAGE, sepenggal kata yang tabu di telinga muda mudi Indonesia. Berasal dari penanggalan kalender jawa, wage yang memiliki arti lenggah atau duduk biasanya digabungkan dengan kata lainnya untuk mengingat kejadian-kejadian penting seperti kelahiran. Mungkin hal inilah yang mendasari lahirnya nama seorang komponis lagu Indonesia Raya yaitu Wage Rudolf Supratman.

Hal umum yang pertama kali muncul saat mendengar kata W.R. Supratman adalah pencipta lagu Indonesia Raya. Tidak banyak yang tahu mengenai sosok komponis tersebut. Tak khayal tanda tanya besar bermunculan ketika masyarakat Indonesia sendiri dihadapkan dengan pertanyaan mengenai W.R. Supratman, mungkin untuk sekedar menyebutkan nama panjangnyapun tidak bisa.

Tepat pada tanggal sembilan November 2017, perjalanan hidup sosok pahlawan yang terkenal akan ciptaan lagu kebangsaan Indonesia ini diangkat ke dalam film layar lebar. Diperankan dengan apik oleh pelakon handal Indonesia seperti Rendra Bagus Pamungkas, Prisia Nasution, dan Teuku Rifnu Wikana, film WAGE garapan sutradara John-de Rantau berhasil memerdekakan rasa nasionalisme yang telah lama terpenjara dalam jiwa muda mudi Indonesia dengan menciptakan detail suasana zaman penjajahan.

Menceritakan sosok Wage kecil yang harus merasakan kepedihan akibat ditinggalkan oleh sosok ibu yang mengasihinya, hingga akhirnya Wage kecil dikenalkan dengan alat musik biola dan disekolahkan di sekolah Belanda dengan nama Rudolf kemudian diusir dari sekolahnya sendiri. Sosok Wage (Rendra Bagus Pamungkas)  yang piawai dalam memainkan biolanya itu membawa ia menjadi salah seorang pemain musik dan menjadi seorang borjuis. 

Hingga pada suatu titik ia tersadarkan bahwa dengan bakat yang ia miliki, Wage dapat berjuang untuk memerdekakan Indonesia meski harus meninggalkan kemewahan yang telah ia dapatkan dan menjadi salah satu orang yang diburu oleh Belanda karena dianggap sebagai pemberontak. Jangankan untuk kembali hidup dalam kemewahan, bekerja untuk menghidupi kehidupannyapun sulit. Macam-macam jenis pekerjaan telah ia lakukan, salah satunya menjadi seorang jurnalis. 

Namun usaha yang ia lakukan masih saja sia-sia. Dengan semangat nasionalisme yang ia miliki, disertai dorongan beberapa orang, Wage membulatkan tekad untuk menciptakan lagu yang dapat membangkitkan semangat juang bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan. Dengan segala jerih payah dan sifat perfeksionis yang ia miliki, Wage menyelesaikan lagu Indonesia Raya setelah melawati masa-masa terpuruk akibat stress dengan standar yang ia kehendaki.

Perjalanan Wage tidak berhenti sampai di situ. Setelah tulisan lagu yang ia ciptakan selesai, ia masih harus berhadapan dengan Fritz (Teuku Rifnu Wikana) yang memiliki antusiasme tinggi untuk menangkap sosok Wage yang merencanakan pemberontakan lewat lagu Indonesia Raya. Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 merupakan tempat yang dijadikan target utama untuk mengkumandangkan lagu Indonesia pertama kali di hadapan masyarakat Indonesia, namun usaha tersebut hampir gagal akibat gerakan cepat dari sosok Fritz yang membawa beberapa petinggi Belanda untuk menghentikan acara tersebut. 

Dengan negosiasi yang cukup intens, lagu Indonesia Raya berhasil dikumandangkan dengan syarat tidak boleh menyanyikan syair lagu yang telah ditulis dengan sepenuh hati oleh W.R. Supratman sebanyak tiga stanza. Lagu Indonesia yang dikumandangkan tanpa syair menggunakan alunan biola W.R Supratman berhasil mengkobarkan semangat juang bangsa Indonesia untuk merdeka melawan penjajahan. Hal ini sontak membuat para Belanda geger ketakutan. 

Berbagai upaya dilakukan Fritz untuk menangkap Wage, namun hasilnya sia-sia. Hingga pada awal Agustus 1938, Wage ditangkap oleh polisi Hindia Belanda saat tengah menyiarkan lagu ciptaannya yang terakhir lewat radio yang berjudul Matahari Terbit dan kemudian Wage ditahan di penjara Kalisosok. Kesehatan Wage kian menurun hingga sepuluh hari lamanya setelah dibebaskan Wage Rudolf Supratman menghembuskan nafas terakhirnya.

Film berdurasi 120 menit ini membuka sudut pandang baru mengenai perjuangan yang dilandaskan dengan usaha dan tekad yang kuat berhasil membuahkan hasil yang tidak sia-sia. Talenta yang dikembangkan dengan sepenuh hati sehingga dapat membuat karya berupa lagu yang dinilai tidak ada bandingannya dibandingkan jerih payah berupa tenaga untuk berperang dapat mengubah kehidupan masyarakat Indonesia 180 derajat. "Bahwa ada kekuatan besar dari sebuah karya. Bagaimana sebuah lagu dapat mengubah dunia, bagaimana "Indonesia Raya" mampu memanaskan darah juang para pemuda untuk merebut kemerdekaan Indonesia!"- Isti Anindya

"Kau bisa penjarakan tubuhku, tapi jiwaku akan selalu bebas merdeka." - WAGE

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun