Meskipun sudah lebih dari lima kali berkunjung ke destinasi bersejarah, yaitu Lawang Sewu yang berada di Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, namun baru kali ini berkesempatan untuk merasakan sensasi horor saat menyusuri lorong bawah tanah yang terkenal angker di gedung megah yang berdiri sejak satu abad lamanya tersebut.
Ditemani dengan istri dan beberapa sahabat lainnya yang juga tertarik untuk mengikuti uji nyali, akhirnya petualangan seru di gedung bersejarah, Lawang Sewu itu pun bisa kami lakukan meskipun sejujurnya, ada perasaan merinding (Goosebumps) saat berada di dalamnya karena banyak cerita bernuansa mistis yang terjadi di situ.
Sejarah Singkat Gedung Lawang Sewu.
Dari beberapa sumber yang dirangkum, arti Lawang Sewu adalah Seribu pintu. Uniknya, bila dihitung secara teliti, jumlah pintunya tidaklah mencapai jumlah seribu, melainkan hanya berjumlah 928. Mungkin yang dimaksud dari kata "Lawang" atau pintu adalah daun pintunya.
Biasanya, satu gawang pintu ada satu daun pintu, namun ada beberapa tempat dimana satu gawang pintu, ada 4 daun pintunya, terutama yang ada di sisi bangunan yang menghadap ke halaman tengah.
Demi mudahnya, masyarakat kita menyebut bangunan kuno tersebut sebagai "Lawang Sewu", seperti halnya masyarakat kita memberi penyebutan Candi Sewu meskipun jumlah candinya tidak berjumlah seribu, semata karena jumlahnya banyak.
Sebetulnya, Bangunan Lawang Sewu itu dibangun dengan tujuan sebagai Kantor Pusat Administrasi Perkeretaapian Belanda, yaitu NIS (Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij) di masa penjajahan yang mencakup seluruh wilayah yang menjadi jajahan Belanda di tanah air.
Namun, semua pesona, fungsi dan daya tarik sejarah Lawang Sewu mulai berubah semenjak pendudukan zaman Jepang di Semarang. Beberapa fungsi dari ruangan-ruangan yang awalnya dibangun untuk tujuan tertentu, semua berubah menjadi markas besar tentara Jepang dan salah satunya adalah ruangan bawah tanah sebagai penjara yang mengerikan.
Lorong bawah tanah yang seharusnya untuk mendinginkan suhu ruangan di bagian atas agar tidak panas dan juga untuk menjaga pondasi bangunan tidak bergerak saat musim panas di Indonesia pada masa itu, berubah menjadi ruang tahanan dan penyiksaan para pejuang yang ditangkap Jepang.
Hal itu juga terjadi pada orang Belanda sendiri yang banyak terbunuh dan disiksa di ruang bawah tanah tersebut. Tidak peduli mereka wanita atau pria, semua akan diperlakukan sama. Konon, menurut cerita banyak korban terutama banyak Noni Belanda (gadis) yang menjadi korban perkosaan dan pembunuhannya.
Tidak heran, sering masyarakat melihat hantu wanita Belanda berpakaian serba putih atau mendengar suara wanita yang menangis di waktu malam. Besar dugaan, itu adalah arwah gentayangan yang jadi korban pembunuhan di masa perang Belanda dengan Jepang
Belum lagi cerita yang menyeramkan di saat masa pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia). Banyak dari masyarakat yang tidak bersalah yang dibunuh, dipenggal dan dibiarkan mati kelaparan di ruang bawah tanah yang penuh air, lembab, tanpa ada penerangan dan pemberian makanan.
Tidak ada data yang pasti tentang banyaknya jumlah korban yang mati di ruang bawah tanah tersebut sampai sekarang. Mungkin juga, semua itu dirahasiakan agar cerita akan keangkeran yang tidak jelas di di bangunan Lawang Sewu tidak menyebar luas di masyarakat kita.
Lokasi Lawang Sewu ini juga pernah dijadikan lokasi syuting film Indonesia yang berjudul "Lawang Sewu : Dendam Kuntilanak" dan dirilis pada tahun 2007. Film yang berdurasi 112 menit itu dibuat dalam tiga Bahasa, yaitu Indonesia, Belanda dan Jawa.
Setelah sekian tahun, ternyata masih juga ada salah satu Stasiun Televisi Swasta tanah air yang pernah menampilkan Program Uji Nyali untuk mengetahui apakah benar di Bangunan Lawang Sewu, khususnya di ruang bawah tanah ada penunggunya apa tidak.
Program itu justru hanya menambah mitos keangkeran Bangunan Lawang Sewu semakin dipercaya oleh masyarakat. Apalagi dibumbui cerita yang kebenarannya belum terbukti bahwa setelah penayangan program uji nyali tersebut, orang yang berani dan bersedia ikut menjadi pesertanya, dikabarkan meninggal dunia setelah beberapa waktu kemudian.
Hal yang unik pada Arsitektur Lawang Sewu
Pertama, arsitek bangunan ini adalah C. Citroen, yaitu orang Belanda dan menunjuk perusahaan pelaksananya, yaitu J.F. Klinkhamer dan B.J. Quendag.Â
Peletakan batu pertama pembangunannya dilakukan pada tahun 1904 dan selesai keseluruhan pembangunannya pada tahun 1919.
Kedua, Banyak material bangunan seperti ubin (lantai), genting, kaca, dan banyak lainnya, didatangkan langsung dari negeri Belanda kecuali bahan kayu jatinya saja (Teak wood).
Sedangkan bahan baku semen yang digunakan berasal dari Semen Padang. Hal itu terlihat dari warnanya yang agak keputihan bila dibanding semen dari pabrik lainnya yang cenderung berwarna abu-abu gelap.
Ketiga, kecerdasaan arsiteknya dalam membangun gedung Lawang Sewu ini patut diapresiasi tinggi. Semua presisi dengan perhitungan matematika yang sangat akurat.Â
Mulai dari perencanaan sampai tata-letak termasuk toilet, ruang kerja, ruang percetakan dan ruang bawah tanah yang diisi air sungai yang terletak dan mengalir keluar di sisi bangunan lainnya.
Keempat, semua fungsi mulai dari sistem pengairan talang air hujan, pencegahan lapuknya kayu karena kelembaban pada gawang pintu dengan lapisan timah, pencahayaan, dan engsel pintu yang menyesuaikan perubahan suhu sehingga pintu tidak macet saat dibuka dan ditutup di musim hujan atau panas.
Dari hasil pengamatan yang penulis lakukan, hal yang diulas tersebut di atas memanglah benar. Meskipun sudah direstorasi di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, beberapa material bangunan masih bisa dikatakan orisinil sampai sekarang.
Untuk membuktikan aura mistis dan angker di dalam ruang bawah tanah, saya dan beberapa teman mencoba untuk masuk ke dalamnya dengan ditemani oleh Pak Brodin, (Nama samaran) seorang pemandu profesional yang berasal dari Madura.
Semenjak kecil beliau sudah sangat mengenal seluk beluk Lawang Sewu ini karena orang tuanya yang seorang tentara di Kodam Diponegoro, bertugas untuk menjaga bangunan tersebut agar tidak dijarah orang tidak bertanggung jawab pada tahun 1970-an.
Begitu memasuki tangga lorong bawah tanah, aroma pengap basah sudah menusuk hidung. Beberapa kali, kepala ini hampir terantuk pada pilar beton di atas karena saking rendah dan sempitnya ruang bawah tanah tersebut.
Dengan mengenakan APD (Alat Pelindung Diri) mulai dari helm, sepatu boot kedap air dan satu senter kecil yang disediakan oleh Lawang Sewu, perjalanan menjadi semakin menegangkan karena harus melewati genangan air yang masih ada di lorong-lorong bawah tanah tersebut.
Saya juga melihat sendiri adanya banyak ruang kecil berukuran 60 cm x 90 cm yang ternyata dulunya digunakan sebagai penjara berdiri dan diisi 5 orang tahanan.
Setelah itu mereka ditinggal di situ dengan genangan air setinggi dada orang dewasa. Dampaknya, tidak ada satu pun tahanan yang mampu keluar hidup-hidup bila sudah masuk ke ruang bawah tanah itu di masa perang itu.
Pikiran saya seperti kembali ke masa-masa penjajahan Belanda dan Jepang saat melihat kondisi ruang bawah yang kotor, mengerikan dan gelap gulita dengan kadar oksigen yang tipis.
Karena lelah, kami menyempatkan untuk duduk di pipa saluran pembuangan air kotor yang ada di lorong bawah tersebut. Namun, pemandu mengatakan bahwa kita semua telah tepat duduk di pipa yang dulunya pernah dipakai untuk syuting program "Uji Nyali" untuk melihat keberadaan hantu di Lawang Sewu.
Meskipun bulu kuduk ini sempat berdiri, kami semua tetap melanjutkan perjalanan menyusuri lorong bawah tanah tersebut. Beberapa kali juga harus melewati lobang kecil ukuran 70 cm x 70 cm di antara dinding pembatas ruangan atau lorong.
Tidak terasa, hampir lebih dari setengah jam kami berada di ruang bawah tanah di Lawang Sewu. Begitu, bisa muncul lagi melihat cahaya Matahari dan menghirup udara segar, betapa leganya hati ini karena mampu menjalani tantangan pada diri sendiri di ruang bawah tanah di Lawang Sewu yang terkenal akan mitos keangkerannya.
Jika Anda berkesempatan ke gedung Lawang Sewu di Semarang, Jawa Tengah, cobalah sensasi akan pesona daya tarik arsitektur, sejarah dan mitos keangkerannya dengan menyusuri lorong bawah tanahnya yang sempit.
Juga untuk menguji, seberapa mampu Anda semua menjaga tidak sampai pingsan bila menyusuri ruang bawah tanah yang pengap dan menyeramkan tersebut.
Artikel ditulis untuk Kompasiana.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI