Mohon tunggu...
Dzikri Faizziyan
Dzikri Faizziyan Mohon Tunggu... Mahasiswa - The cosmos is within us. We are a way for the universe to know itself.

I love writing as much as i love reading. My one and only standard of morality is individual liberty.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Antroposen: Sebuah Ancaman Terbesar bagi Masa Depan Planet Kita.

2 November 2021   02:31 Diperbarui: 2 November 2021   02:57 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: Citywatchla.com)

Ketika berbicara terkait bencana iklim, ini adalah suatu tantangan terbesar bagi umat manusia. Karena tidak hanya inovasi teknologi saja untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, tetapi membutuhkan perubahan politik, dan dukungan setiap orang untuk bisa mengatasi tantangan ini guna menghindari bencana iklim nantinya. Perlu diketahui, bahwa setiap tahunnya kita memompa sekitar 51 miliar ton gas rumah kaca ke atmosfer. Walau angka itu bisa naik atau turun dari tahun ke tahun, tetapi secara umum jumlahnya naik terus. Itulah keadaan kita sekarang (Bill Gates. 2021). Nol adalah angka yang harus kita tuju. Untuk menyetop pemanasan dan menghindari efek terburuk perubahan iklim, manusia perlu berhenti menambah gas rumah kaca ke atmosfer.

Ada enam jenis gas rumah kaca yang berbahaya, yaitu Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Nitrous oksida (N2O), Hydroperfluorokarbon (HFCs), Perfluorokarbon (CFCs), dan Sulfur Heksaflorida (SF6). Gas-gas ini secara alami terdapat di udara (atmosfer), dan diketahui bahwa karbondioksida saja sudah menghasilkan lebih dari 70% emisi tahunan. Istilah efek rumah kaca adalah istilah untuk panas yang terperangkap di dalam atmosfer bumi dan tidak bisa menyebar, kita tahu bahwa satu-satunya sumber panas yang diterima Bumi adalah dari Matahari. Sebagian energi matahari akan dipantulkan kembali ke ruang angkasa, dan lapisan yang paling bagus dalam memantulkan energi matahari adalah es di kutub utara dan selatan.

Namun, gas rumah kaca di atmosfer akan menyerap pantulan energi ini dan meradiasikannya kembali ke segala arah, sebagian ke luar angkasa, sebagian kembali ke Bumi. Akibatnya, suhu permukaan Bumi akan naik dan panas terperangkap, seperti panas di dalam rumah kaca. Ini adalah proses yang sama yang membuat bagian dalam mobil terasa lebih panas daripada bagian luar mobilnya. Kita bisa menganalogikan bahwa iklim itu ibarat bak mandi yang pelan-pelan terisi air. Kalaupun kita memperlambat aliran air sampai sangat kecil, bak mandi akhirnya akan penuh dan air akan tumpah ke lantai. Itulah bencana yang harus kita cegah. Inilah sebabnya mengapa satu-satunya pendekatan realistis untuk mencapai nol adalah menargetkan emisi nol bersih.

Saat ini, kontributor terbesar krisis iklim dapat dipecah menjadi lima kategori:

  • Membuat barang, seperti baja, dan plastik itu menyumbang sekitar 31% dari 51 miliar ton gas rumah kaca ke atmosfer.
  • Listrik, menyumbang 27%.
  • Pertanian dan peternakan menyumbang 19%.
  • Bepergian, baik itu mobil, pesawat, atau kapal kargo yang menyumbang 16%.
  • Dan akhirnya, Mesin penghangat dan pendingin ruangan, air dan makanan yang menyumbang 7%.

Perubahan iklim berdampak sangat luas pada kehidupan masyarakat, kenaikan suhu bumi tidak hanya berdampak pada naiknya temperatur bumi tetapi juga mengubah sistem iklim yang mempengaruhi berbagai macam aspek pada perubahan alam dan kehidupan manusia, seperti kualitas dan kuantitas air, habitat, hutan, kesehatan, lahan pertanian dan ekosistem wilayah pesisir. Iklim lebih panas berarti akan ada lebih banyak kebakaran, kekeringan, kenaikan air laut, dan bencana lainnya yang sangat mengerikan bagi kehidupan.

Di seantero dunia, pasti ada berbagai kemungkinan pengaruh perubahan iklim terhadap jumlah makanan yang didapat per luas lahan. Perubahan iklim dapat memangkas produksi gandum dan jagung di Eropa selatan sampai separo pada pertengahan abad ke-21. Di Afrika sub-Sahara, petani dapat mengalami penyempitan musim tanam sampai 20% dan jutaan hektar lahan menjadi lebih kering. Di masyarakat miskin, di mana banyak orang sudah meghabiskan separo lebih  pendapatannya untuk makanan, harga makanan berpotensi dapat naik hingga 20% atau lebih. Tentunya dampak perubahan iklim bagi pertanian yang salah satunya adalah kekeringan, ini akan memicu krisis pangan regional atau bahkan global. 

Kita lihat salah satu kasus di Indonesia terkait dampak perubahan iklim pada sektor pertanian adalah kasus gagal panen akibat kekeringan yang terjadi di Kampar, Riau. Kasus gagal panen akibat kekeringan ini disebabkan oleh perubahan iklim yang terjadi di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Puluhan hektar sawah di Kecamatan Bangkinang, Kabupaten Kampar tersebut dipastikan gagal panen akibat kekeringan dengan kerugian mencapai puluhan juta rupiah. Tentunya tidak hanya di Kampar, Riau saja, namun kasus gagal panen akibat kekeringan yang disebabkan oleh perubahan iklim ini, berpotensi akan melanda ratusan hektar sawah lain di berbagai wilayah. 

(Gagal Panen Akibat Kekeringan Terjadi di Kampar, Riau. Sumber: ditjenppi.menlhk.go.id)
(Gagal Panen Akibat Kekeringan Terjadi di Kampar, Riau. Sumber: ditjenppi.menlhk.go.id)
Kekeringan atas perubahan iklim ini adalah salah satu bencana terbesar bagi masyarakat kita yang berprofesi sebagai petani, dan juga berdampak kepada kita sendiri sebagai konsumen  yang menikmati hasil pangan dari pertanian. Bahkan ketika kita melihat data oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan terkait upaya pengamanan produksi dari serangan OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan), banjir, kekeringan, serta Dampak Perubahan Iklim (DPI) terus dilaksanakan untuk menekan potensi kehilangan hasil. Luas serangan OPT, banjir dan kekeringan berfluktuasi dari tahun ke tahun seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Luas Serangan OPT Utama, Banjir dan Kekeringan pada Tanaman Padi di Indonesia tahun 2014-2018. (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan)
Luas Serangan OPT Utama, Banjir dan Kekeringan pada Tanaman Padi di Indonesia tahun 2014-2018. (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan)
Selama Tahun 2014 sampai dengan Tahun 2018, luas yang terkena serangan OPT utama terendah terjadi pada Tahun 2018 (308.753 ha), banjir terendah terjadi pada tahun 2015 (129.116 ha) dan kekeringan terendah terjadi pada Tahun 2017 (78.317 ha). Sedangkan luas terkena serangan OPT utama tertinggi terjadi pada tahun 2014 (447.453 ha), banjir tertinggi terjadi pada tahun 2014 (338.378 ha) dan kekeringan tertinggi terjadi pada Tahun 2015 (597.202 ha).  

Kita bisa membayangkan ketika perubahan iklim ini terjadi dalam waktu dekat, akan ada banyak kekeringan dan  krisis pangan yang melanda,  maka dari itu kita harus mencoba untuk bisa   memikirkan berbagai macam terobosan untuk bisa bertahan dalam keadaan seperti itu nantinya. Bahkan jangan salah ada kemungkinan perubahan iklim parah relatif mendadak, misalnya jika sebagian besar tanah beku abadi Bumi (disebut es abadi, permafrost) menjadi hangat dan meleleh sehingga melepas banyak gas rumah kaca, terutama metana, yang terjebak di dalamnya. Itulah sebabnya kita harus siap akan bencana yang akan kita hadapi di masa depan.

Ada dua hal yang bisa kita lakukan mengenainya :

  • Adaptasi. Kita bisa mencoba meminimalkan dampak perubahan yang sudah hadir dan kita ketahui akan terjadi. Karena kita harus menyadari bahwa perubahan iklim akan berdampak buruk terhadap orang-orang miskin di dunia, dan sebagian besar orang termiskin di dunia itu petani. Adaptasi adalah salah satu pusat perhatian bagi tim agrikultur nantinya, seperti salah satunya  adalah untuk riset varietas baru tanaman yang tahan kekeringan dan banjir.
  • Mitigasi. Perlahan tapi pasti, perubahan sudah mulai nampak. Kebijakan yang lebih pro energi terbarukan sudah mulai jamak di banyak negara, carbon tax di beberapa tempat sudah diberlakukan, insentif pengembangan mobil listrik sudah banyak diterapkan, miliaran dolar dana riset untuk membangun reaktor fusi sudah terjadi, lalu salah satu mitigasi menghadapi radical climate change adalah mulai beralih sumber makanan dari darat ke laut, karena hal yang kita perlukan bersama adalah untuk stop menambah gas rumah kaca ke atmosfer. Kita harus optimis dan berharap  untuk mengahalau bencana terbesar bagi masa depan kita nanti.

Saya melihat ada banyak sekali jalur untuk bisa membawa kita ke nol emisi. Salah satu ide untuk mengurangi efek gas rumah kaca adalah solar geoengineering atau solar radiation management (SRM). Metode ini bertujuan untuk mengurangi intensitas radiasi matahari dengan cara menyemprotkan zat kimia tertentu di atmosfer untuk merefleksikan kembali energi dari matahari ke luar angkasa. Metode ini mungkin adalah metode yang paling cepat untuk menurunkan suhu bumi, namun jika tidak terkendali, bisa memicu jaman es atau efek lingkungan lainnya. Lalu, jika dalam pertanian ada yang namanya agroekologi, yang merupakan pertanian berkelanjutan yang dapat menjadi alternatif dari pertanian konvensional. Agroekologi menggambarkan tentang hubungan alam, ilmu sosial, ekologi, ekonomi, masyarakat, dan lingkungan yang sehat. Sistem pertanian ini dapat dijadikan sebagai pertanian di masa mendatang dalam mengatasi kemiskinan dan krisis pangan sebagai solusi kesejahteraan bagi petani yang terkena dampak perubahan iklim.

-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun