Mohon tunggu...
Dyta Utamie
Dyta Utamie Mohon Tunggu... -

dytautami.wordpress.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wah.........

21 Februari 2015   22:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:45 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ini yang selalu membuat dia kesal... tiap menjelang akhir bulan, pasti kurang, pasti bingung, dan ujung-ujungnya pasti selalu aku saja yang disalahkan!".. Protes Rani dengan suara tinggi. "Lho, kalau bukan kamu siapa lagi?.. Jelas-jelas keuangan rumah tangga kamu yang mengatur, tugasku hanya mencari dan memberi nafkah sesuai kemampuanku.. begitu kan pembagian tugasnya? Tak mau kalah mas Bram pun melempar argumentasi panjang lebar,  walau pun tidak dengan nada tinggi , raut mudanya pun datar saja... Justru sikap mas Bram yang seperti itulah, yang membuatnya makin kesal, sikap yang bagi Rani berarti apatis, masa bodo, dan tidak mau tahu. Kenapa sih, dia tidak mau introspeksi atau paling tidak muncul  satu keinginan  untuk sama-sama mencari solusi. Ingin sekali rasanya dia meluapkan emosinya, tapi... "Uhhh..!" cuma itu yang terucap dari mulut Rani ditambah.. "diskusi ini belum selesai ya, mas?!"  "Diskusi?" Bram mengerutkan keningnya, sambil menatap raut muka Rani yang terlihat kecut.  "Hehee, iyaa, iyaa nanti diskusinya kita sambung lagi, sekarang tolong buat aku kopi dulu ya?" Sambung Bram buru-buru sebelum Rani melontarkan kekesalan lanjutannya. Sebetulnya Bram, bukan tidak sadar dan tidak menghitung-hitung berapa penghasilannya dan berapa pengeluarannya, tapi dia selalu berfikir, masa sih dia tidak boleh menikmati hasil jerih payahnya dengan sedikit longgar.. Cuma ngopi, rokok, minuman suplement, tempe mendoan, somay, bakso mie ayam.. ahh cuma makanan kecil, tak sebanding dengan kelelahan fisik dan pikiran yang dia kerahkan untuk membayar semua makanan itu. Dan lagi seharusnya Rani, lebih pandai mengatur, atau mengerem pengeluaran, bukannya iya, iya saja, ujung-ujungnya dia juga khan yang ikut pusing. Celotehan dalam hati Bram, terhenti oleh suara gelas yang ditaruh Rani, di atas meja kerjanya, tak hanya itu Rani pun merapihkan sisa abu rokok, menyingkirkan  gelas-gelas kotor sisa kopi dan teh yang dia seduh sendiri semalam. Lumayan ada tiga gelas,  bisik hatinya, dan biarlah itu kan memang tugas perempuan, bersih-bersih rumah, bersih-bersih perabotan. Sejauh ini, dimana letak kesalahanku coba?! Dasar saja Rani yang boros dan tidak pintar mengatur keuangan suami. Kesimpulan yang seperti itulah yang akhirnya muncul di kepalanya.. Waahhh... "Mas, aku ke pasar dulu ya, atau mau ikut?" Pagi-pagi sekali Rani sudah membangunkanku. "Uhh, masih ngatuk Ran... Kamu sendiri aja ya? Et tapi jangan lupa aku titip Semangka ya? Panas dalam nih aku"... kata Bram... "Okelah kalau begitu, tapi nanti pas aku kembali dari pasar mas harus udah mandi, janji?".. "Iyaa..janji"  "Yaudah pergi dulu aku".. Rani pun secepat kilat meluncur menuju pasar. Ini bukan awal bulan, tapi Rani baru terima uang dari Bram, kebetulan jumlahnya lumayan, kurang lebih adalah 1 juta rupiah. Dan inilah saat yang dinanti-nanti oleh Rani, dia ingin menjalankan misi dan visinya sebagai perempuan, sebagai ibu rumah tangga, sebagai bendahara yang memiliki kewenangan untuk mengatur keuangan dan kebutuhan rumah tangga. Bosan rasanya selalu dijadikan kambing hitam dan dicap tidak becus mengatur keuangan, boroslah.. Dah lengkap pokoknya.. Jadi sekaranglah saat aku mesti bersikap tegas dan memilah apa yang benar-benar harus dibeli dan mana yang tidak. Setibanya di pasar, segera dia mengeluarkan catatan kebutuhan pokok apa saja yang mesti dia beli, yang selama ini dia beli secara mengeteng dan secara ncrit-crtit, yang setelah dia hitung-hitung jadi penyebab bocornya keuangan rumah tangganya. Dan tidak hanya itu dia pun telah membuat catatan dan jadwal kapan bisa mengkonsumsinya, misalnya saja, jadwal minum kopi itu maksimal 3 x sehari, minum teh manis 2 x sehari, makan mie instan 3 x per minggu. Hmm.. Rani jadi tak kuasa menahan seyum, saat membayangkan bagaimana reaksi mas Bram nanti. 2 jam berikutnya Rani kembali dari pasar, mas Bram menepati janjinya, dia sudah mandi hingga terlihat bersih dan segar. Namun tak urung matanya terbelalak juga melihat Rani pulang dengan membawa begitu banyak belanjaan, padahal dia kan cuma pesan semangka? "Bantuiin mas?!".. teriak Rani "Iya, sebentar?!" Bram membantu Rani menurunkan barang belanjaan dari atas angkot yang berhenti tepat di depan tempat tinggal mereka. Dalam hati Bram was-was, kalau begini pasti habislah uang yang diberikannya ke Rani. Kali ini Rani benar-benar sedang tidak waras, lihat saja apa yang sudah dibelinya, beras 1 karung, mie instant 3 dus, kopi seduh 9 renceng, gula, teh, telur, minyak goreng, sabun cuci, sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, shampo, kentang, terigu, bumbu-bumbu, kerupuk, ikan asin, rokok.. yakin, uang yang dia berikan tadi pagi pasti ambalas... bisa-bisa kurang malah.. "Duhh Ran.. Ran.. kamu ini kenapa sih, bisa habis semua uang kita Ran... kamu belanja begini banyak haduhhh.. dan lagi mana semangka pesananku? "Inihh.." dengan tenang Rani mengasungkan semangka pesanannya. "Et, tunggu ini kamu apa-apaan si Ran, uang kamu hambur-hamburkan gak jelas?!" Tegur Bram. "Sudah serahkan saja sama aku mas, sekarang aku mau beresin belanjaan dulu, terus masak oke?" Rani terseyum puas ngeloyor ke dapur setelah mencubit pipi Bram. Meninggalkan Bram yang masih diliputi tanda tanya. Hari itu Rani masak, kesukaan keluarga, karena hatinya sedang senang masakan Rani pun jadi terasa lezat.  Hingga Bram pun melupakan apa yang tadi menjadi tanda tanya besar di dalam hatinya. Baru sedikit mengutak-ngutik pekerjaannya Bram merasa mengantuk, dan tertidur di ruang kerjanya. Dan baru bangun menjelang sore, itu pun karena suara deringan dari HP nya, bukan Rani karena  yang membangunkan. Telephon itu rupanya dari sahabatnya Hendra, yang ingin menawarkan project baru  yang honornya lumayan, tak ayal tawaran itu membuat wajah Bram terlihat sumringah. Apalagi pas menengok ke sudut meja, Bram telah menjumpai kentang goreng kesukaannya dan ditemani segelas kopi, wuihh, kadang-kadang Rani memang begitu amat mengerti kesukaannya. Wajah Bram makin sumringah saja, tapi.. tunggu dulu, apa-apaan ini? Mata Bram tertuju pada kertas berwarna biru muda yang ditempet di dinding, "Ihh apa-apaan si ini... Ran.. Rani!" tak jadi menyuprut kopi, Bram keluar mencari Rani. Panggilannya terhenti, diurungkan niat untuk protes, dia melihat Rani tengah  menyirami tanaman di halaman, begitu asyiknya sampai-sampai dia tak mendengar suara panggilanku.Bram jadi tak sampai hati untuk mengganggunya. Dia kembali ke meja kerjanya, dan membaca lagi dengan teliti apa yang di tulis Rani. Ngopi 3 x sehari, pagi, sore dan malam maksimal 4 x Ngeteh 2 x siang sama sore (sebagai pengganti kopi) Ngerokok  maksimal 1 bungkus sehari Jajan seminggu 2 x (hari Rabu dan hari Minggu) Dan seterusnya.... Masa harus sampai begitu si Ran?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun