Mohon tunggu...
dyaning enje
dyaning enje Mohon Tunggu... -

Feelings of Fear frozen the lively heart, stiffen the fluent tongue, paralyze the healthy body and spay the beautiful talent.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Bisa Mati Lagi?

8 Desember 2013   02:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:11 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kematian adalah mutlak, yang pasti terjadi pada siapapun, di manapun. Bukan hanya binatang, tumbuhan atau manusia, bahkan Negara pun bisa mengalami kematian meskipun agak berbeda dengan definisi kematian pada umumnya. Indonesia pernah mati selama ratusan tahun, yaitu ketika negeri kita dijajah oleh bangsa lain. Yah, jika kita tidak bisa makan di tengah negeri yang kaya, tidak bisa tidur nyenyak di rumah kita sendiri, tidak merasa aman, tidak bebas bicara, bertindak dan menentukan masa depan, apalah namanya jika bukan mati. Ketika negeri lain mengenal tanah tumpah darah ini sebagai Hindia Belanda, ketika mereka tidak mengakui keberadaan bangsa kita, berarti kita tidak ada, kita mati dalam hidup. Tentunya mati yang sebenarnya lebih baik dari pada mati tapi hidup.

Nah, apabila dulu Indonesia pernah mati dan kemudian bangkit lagi, apakah mungkin bisa mati kembali? Mungkinkah Indonesia yang kaya raya ini bisa mati lagi dan bagaimana ini bisa terjadi?

Negeri kita, Indonesia tercinta memang sungguh negeri yang kaya raya tiada terkira. Contoh nyata, apabila di Eropa ada 4 musim, maka di Indonesia bisa puluhan bahkan mungkin ratusan. Misalnya musim kemarau, musim hujan,musim paceklik, musim panen, musim rambutan, musim durian, musim kampanye, musim pilkada, musim ulangan dan masih banyak lagi.

Musim Ulangan

Nah, kali kita bicara tentangmusim ulangan semester yang telah tiba. Seperti biasa hati ini galau dengan rutinitas mubazir ini. Bagi saya sebenarnya ulangan ini cukup penting, karena selama kurang lebih 2 minggu saya bisa beristirahat dari pekerjaan rutin guru, yakni mengajar. Namun, ya Cuma itu yg membuat saya sangat menantikan musim ini. Selebihnya saya berpendapat hanya buang-buang waktu dan biaya saja.

Kenapa saya bilang, ulangan semester itu mubazir? Pertama, karena hasil dari ulangan ini sama sekali tidak valid, Kecuali apabila guru mengabaikan (baca:pura-pura tidak tahu) bahwa hasil ulangan tersebut memang tidak mencerminkan kemampuan siswa seperti yang diharapkan para guru dan orang tua murid. Jadi apa gunanya kita mengadakan ulangan bersama, apabila hasilnya tidak bisa kita gunakan sebagai acuan untuk penilaian kemampuan siswa dalam memahami pelajaran. Saya yakin, Bapak Ibu guru tentu hafal dengan perilaku curang yang sudah membudaya di kalangan pelajar Indonesia yakni menyontek.

Kedua, berdasarkan fakta tersebut diatas maka hasil ulangan tersebut tidak bisa digunakan untuk mengisi raport atau laporan hasil belajar siswa. Apabila kita paksakan untuk menggunakan nilai tersebut sebagai patokan, maka bisa dipastikan kita telah memberi laporan palsu kepada para orang tua murid.

Ketiga, ulangan semester ini sangat kontradiktif dengan prinsip pendidikan yang tertera dalam UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Saya yakin anda semua sepakat bahwa menyontek itu bukanlah akhlak mulia, dan sama sekali tidak mencerdaskan bangsa. Selanjutnya dalam jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 disebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab." Nah, apakah menurut anda menyontek itu perilaku orang yang berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab?

Budaya menyontek

Berdasarkan paparan diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa menyontek adalah perilaku yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan kita dan juga bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diajarkan agama. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan menyontek? Dalam kamus online saya menemukan arti kata ‘menyontek’ adalah mengutip (tulisan dsb) sebagaimana aslinya; menjiplak. Ini rupanya yang dipahami oleh anak-anak kita, sehingga sebagian besar siswa sekarang tidak ada yang menyulitkan diri untuk membuat contekan.Ini sangat berbeda dengan yang saya alami dulu, dimana siswa-siswa yang bernyali ganda menghabiskan banyak waktu untuk membuat kertas contekan yang super mini dengan kapasitas super maxi. Tak heran jika jaman dulu banyak ditemukan siswa yang tertangkap basah menyontek. Bahkan teknologi menyontek ini juga sangat variatif dimana, para siswa semakin kreatif untuk melancarkan aksinya agar sukses. Diantaranya dengan menyambunyikan kertas contekan super mini di dalam tempat2 terlarang, seperti di saku celana dalam atau underwear lainnya, bahkan ada pula yang menuliskan contekannya di telapak tangan, paha, alat-alat tulis, seperti penghapus, kertas untuk corat-coret ataupun tempat pensil.

Seperti halnya teknologi informasi yang berkembang kian canggih, teknologi menyontek pun mengalami kemajuan meski tidak terlalu pesat. Sejalan dengan hakekat hukum alam, bahwa semakin sulit persoalan maka semakin kreatif solusi yang diperlukan, dalam hal ini teknologi menyontek tidak menemui hambatan yang berarti untuk berubah menjadi budaya. Hanya dengan sedikit variasi, kini menyontek telah membudaya di kalangan pelajar Indonesia, terkecuali pelajar yang memiliki idealisme tinggi dan berani mempertaruhkan diri untuk dikucilkan dan dianggap pelajar yang aneh. Nah, gaya menyontek yang terpopuler kini adalah secara lisan, baik verbal maupun non verbal. Isyarat tangan, kerlingan mata, anggukan kepala dan ketukan pensil adalah beberapa isyarat yang dipakai dalam aksi menyontek.

Meski ada banyak cara non verbal yang bisa di pakai namun, gaya verbal masih menduduki tempat teratas sebagai metode yang paling disukai dalam dunia menyontek terkini. Ini terjadi karena dalam praktiknya hampir tidak ada kendala sama sekali. Mengapa demikian? Sebagaimana kita ketahui bersama, peranan guru sebagai agent of control telah bergeser atau mengalami penurunan fungsi menjadi agent of assist. Dimana fungsi guru yang tadinya mengawasi perilaku siswa agar tetap di jalur yang benar demi mencapai tujuan belajarnya, menjadi hanya membantu keberhasilan siswa dalam mencapai nilai yang melampaui KKM.

Pembunuh no 1

Bukan kecelakaan, penyakit jantung, darah tinggi atau diabetes yang menjadi pembunuh no 1 di Indonesia, namun budaya menyontek siswa yang telah ‘direstui’ oleh bapak ibu guru, orangtua dan masyarakat lah yang telah membunuh semangat, akhlak, keyakinan, harga diri, kemampuan, kreatifitas, bahkan rasa malu generasi bangsa kita. Banyak orang yang menderita penyakit-penyakit diatas dan telah divonis stadium terparah bisa sembuh dan kembali hidup. Namun, sulit untuk menyembuhkan mental plagiat, tukang jiplak, pemalas, penipu yang menghalalkan segala cara demi meraih tujuan. Terlebih apabila mental itu telah membeku menjadi akhlak yang melebur dalam diri dan bila ini terjadi secara masal maka itu akan menjadi budaya. Bayangkan apabila satu generasi yang sebagian besar memiliki akhlak pecundang suatu hari nanti akan memimpin bangsa ini, menjadi presiden, anggota DPR, menteri, ustad, kyai, pendeta, pemuka agama, tokoh masyarakat, dan orangtua dari cucu cicit, canggah, dan uthek-uthek siwur kita, naudzubillahi mindzalik.

Apabila hal itu benar terjadi maka sekali lagi Indonesia tercinta akan mati. Bahkan bisa jadi Indonesia kini sudah mulai sekarat, hal ini terbukti dengan maraknya korupsi yang sudah menyebar dan berurat akar. Ketika sebuah bangsa hidup tanpa harga diri, bermental pemalas, penipu, tukang jiplak, menghalalkan segala cara demi meraih tujuan dan cita-cita,maka itulah kematian yang sebenarnya. Karena cepat atau lambat Negara semacam itu hanya akan menyusahkan umat manusia beserta alam semesta. Itulah kematian yang sebenarnya dan akan terjadi bila kita tidak mencegahnya. Mari kita lakukan, dari diri sendiri dan mulai saat ini juga. Mari kita selamatkan Indonesia dari kematian dan kehinaan.

XXXX

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun