Mohon tunggu...
Dwiyana Mardika Putri
Dwiyana Mardika Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kenaikan Tarif Cukai Rokok 2023

15 Desember 2022   20:36 Diperbarui: 15 Desember 2022   20:51 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ang impor. Sedangkan keluar dalah pungutan negara berdasarkan undang-undang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor. Sementara cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunya sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-udnang 39 tahun 2007.

Menkeu Sri Mulyani mengatakan "tariff CHT pada gologan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan Sigaret krete pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongannya".

Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada tahun 2023 dan 2024. Hal ini dilakuakan sebagai tindakan peemrintah memperhatikan target penuruan perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertera dalam RPJMN tahun 2020-2024. Pertimbangan selanjutnya ialah dikutip dari kementrian sekretaria negara mengenai konsumsi rokok merupakan konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. bahkan, konsumsi tersebut melebihi protein seperti telur dan ayam.

Sri mulyani mengatakan bahwa "yang kedua mengingat bahwa konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dan rumah tangga miskin yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk mesyarakat pedesaan. Ini adalah kedua tertinggi setelah besar, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telut dana yam, serta tahum tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat", kata sri mulyani. Pembagian dana cukai rokok adalah sebagai berikut:

  • 25% untuk kesehatan;
  • 50% untuk kesejahteraan masyarakat (20% untuk peningkatan kualitas bahan baki, keterampilan kerja, dan pembinaan industry, 30% untuk pemebrian bantuan); dan
  • 25% untuk penegakan hukum.

Oleh karena itu, banyak pertimbangan yang disampaikan Menkeu menyampaikan bahwa pemerintah memutuskan untuk menaikkan tari cuukai guna mengendalikan baik konsumsi maupun produksi rokok. Dengan adanya keputusan ini diharapkan dapat berpengaruh terhadap menurunnya keterjangkauan rokok di masyarakat. Namun, setiap keputusan yang diambil pasti memiliki dampak terutama dampak dari kenaikan tarif bea cukai akan berdampak terhadap hasil tembakau yang berpotensi tehadap peredaran rokok illegal.

Kondisi petani mengalami kondisi terberat dikutip dari liputan 6 harga jual tembakau anjlok yaitu Rp 60.000 per kilogram. Para petani yang sedang berupaya memulihkan perekonomian pasca pandemi jutsru harus mengahadapi situasi inflasi yang ada di depan mata. Belum lagi kenaikan BBM, beban biaya hidup dan kebutuhan yang terus menlonjak jelas memberatkan masyarakat khusunya petani tembakau. Selain itu, kondisi iklim yang mempengaruhi hasil produksi tembakau.

Strategi Yang Di Hadapi Gudang Garam Kenaikan Cukai Rokok

Kenaikan terbesar tarif cukai terjadi pada tahun 2020 sebesar 23,05 persen. Kebijakan tersebut berdampak bagi perusahaan dan pabrik rokok seperti PT Gudang Garam Tbk (GGRM). Mengingat tidak banyak perusahaan rokok lainnya sehingga adanya menimbang opsi untuk melalukan peneysuaian harga. Jika hanya untuk mengejar untung, bisa saja menaikan harga. Namum, akan beresiko pada penurunan volume penjualan, dimna konsumen akan beralif ke competitor lain.

"Kenaikan cukai bukan hal yang baru karena terjadi tiap tahun, atau kecuali 2019. Jadi kalau buying power ada perbaikan, (profitabilitas) tidak akan turun terus. Jadi industri rokok di Indonesia tetap memiliki optimisme kalau dia itu bukan industri yang akan mati," kata Heru.

Sehingga dalam strateginya Gudang Garam sangat mengupayakan untuk tidak menjual rokok dengan harga yang paling mahal. Jika menjadi paling produk yang paling mahal konsumen akan kabur mencari alternative produk lainnya yang lebih ekonomi, walaupun perusahaan akan mengalami untung.

Di sisi lain, jika harga tak dinaikkan, profitabilitas perseroan akan menurun. Sehingga mau tidak mau kenaikan harga tetap harus dilakukan, dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat. Risikonya, diakui Heru, ada penurunan dari sisi volume penjualan. Meski begitu, ia optimis perusahaan rokok akan kembali menggeliat saat daya beli membaik. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun