Mohon tunggu...
Dwi W Setiorini
Dwi W Setiorini Mohon Tunggu... -

HR Consultant dengan fokus tulisan kepada bagaimana berkarir di dunia industri. https://www.linkedin.com/in/dwisetyorini/

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tentang "Si Kodok Hitam" Ketika Melamar Pekerjaan

1 September 2018   21:54 Diperbarui: 1 September 2018   22:15 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Tenang, saya tidak akan membahas soal kodok yang berhubungan dengan politik. Bukan Cebong VS Kampret. 

 Yang masa kecilnya di habiskan di kampung yang tenang di beberapa dekade lalu mungkin pernah dihibur oleh nenek atau ibu ketika jatuh dengan kata-kata "Kodoknya nakal ya, udah gak apa-apa jangan nangis". 

Padahal tidak ada seekor kodok pun di sekitar kita. Maka, dari kecil kita sudah terbiasa mencari kodok hitam, eh kambing hitam untuk mencari penyebab kegagalan/hal buruk yang menimpa kita. 

 Mencari penyebab kegagalan itu penting. Bukan untuk dipersalahkan tapi untuk dipelajari agar tidak lagi terulang kesalahan yang sama. 

Kaizen dalam bahasa Jepang, atau improvement dalam bahasa Inggris. Tapi seringnya kita mencari penyebab kegagalan untuk mencari dukungan bahwa kita tidak bersalah tapi faktor X yang salah. 

Melakukan improvement dari dalam diri tampaknya belum menjadi budaya kita. Contoh yang bisa diberikan terlalu banyak untuk disebutkan. 

 Bangkit dari kegagalan tanpa melakukan perbaikan sama dengan mengisikan air pada ember bocor. Sia-sia. Sudah terlalu sering kita mendengar keluhan dari para pencari kerja betapa sulitnya mereka mendapatkan kesempatan bekerja.

Bahkan untuk sekedar mendapatkan kesempatan wawancara dengan HRD. Tersebutlah alasan karena perusahaan tersebut mengutamakan orang dalam, hanya memilih lulusan universitas tertentu, bla bla bla. 

Saya pernah dengan sabar mendengarkan keluhan pencari kerja yang seperti ini. Padahal beliau adalah lulusan universitas top di Jepang. Saya coba perhatikan CV beliau, dan saya menemukan apa yang membuat beliau sulit mendapatkan kesempatan kerja. Apakah anda juga mengalami hal yang sama?

 Anda pasti paham bahwa pencari kerja itu jumlahnya berkali-kali lipat dari jumlah lowongan pekerjaan. Hal ini menjadikan pekerjaan seorang staf HRD itu berat. Menyeleksi dokumen dari ratusan bahkan ribuan pelamar itu tidak mudah. 

Merekapun punya batas waktu untuk memilih pelamar yang tepat untuk diwawancara. Tidak dipungkiri perusahaan yang ingin jalan pintas pangkas waktu akan mengutamakan jalur dalam alias memprioritaskan kenalan orang dalam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun