Mohon tunggu...
Dwi Wahyu Alfajar
Dwi Wahyu Alfajar Mohon Tunggu... Seorang sarjana.

Menulis apapun yang bisa ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Piring Sekolah, Benteng Bangsa: Dari 30 September hingga Gizi Anak

30 September 2025   12:00 Diperbarui: 29 September 2025   23:04 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Siswa Menyantap Makan Bergizi Gratis (Sumber: Kompas.com)

Udara akhir September sering kali menyimpan hening yang panjang. Tanggal 30 September tidak pernah sekadar angka dalam kalender—ia adalah simbol peringatan, ketika bangsa ini hampir tercerai-berai karena kelengahan. Dari peristiwa G30S/PKI, kita belajar bahwa kewaspadaan adalah harga mati bagi sebuah bangsa.

Kini, kewaspadaan itu perlu diterjemahkan ke dalam konteks pembangunan masa kini. Bukan lagi pada ancaman senjata atau ideologi, melainkan pada hal yang lebih mendasar: gizi anak bangsa. Di tengah bergulirnya Program Makan Bergizi Gratis (MBG), refleksi historis ini mengingatkan kita bahwa pembangunan yang besar sekalipun bisa rapuh jika detail kecil diabaikan.

Gizi sebagai Benteng Kedaulatan Baru

Kedaulatan sejati bukan hanya soal mempertahankan wilayah atau bendera, melainkan tentang kualitas manusia. Anak-anak yang sehat, cerdas, dan tangguh adalah benteng terdepan dalam menghadapi persaingan global. Di sinilah program MBG menempati posisi penting.

Ada kabar baik. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 menunjukkan prevalensi stunting nasional turun menjadi 19,8%, dibandingkan 21,5% pada tahun 2023. Penurunan sebesar 1,7 poin persentase ini sekaligus menandai capaian signifikan, karena menjadi angka prevalensi terendah sepanjang sejarah pengukuran SSGI. Target berikutnya pada 2025 ditetapkan sebesar 18,8%, sebagai bagian dari upaya jangka menengah menuju 14% pada tahun 2029 sesuai RPJPN.

Jika dihitung dalam jumlah absolut, angka prevalensi 19,8% setara dengan sekitar 4,48 juta balita yang masih mengalami stunting. Meski jumlah ini masih tinggi, ada kemajuan yang tidak bisa diabaikan: program intervensi gizi sepanjang 2024 berhasil mencegah 337 ribu balita dari risiko stunting.

Lebih jauh, SSGI 2024 juga mencatat adanya penurunan signifikan di 20 provinsi. Beberapa di antaranya bahkan berhasil menekan prevalensi lebih dari 2 poin persentase dalam setahun, seperti Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat. Meski demikian, tantangan masih besar, karena ada provinsi dengan prevalensi stunting di atas 30%.

Jika dulu kita berjuang memurnikan Pancasila dari rongrongan ideologi, hari ini kita berjuang memurnikan tubuh dan otak generasi muda dari ancaman malnutrisi.

Alarm dari Meja Makan Sekolah

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) seharusnya menjadi langkah maju dalam mengatasi masalah gizi anak-anak di Indonesia. Namun, di lapangan, sejumlah insiden mengingatkan kita bahwa niat baik tidak selalu berbanding lurus dengan hasil yang diinginkan.

Dilansir dari  Kompas.com (27/09/2025), pada September 2025, lebih dari 1.000 siswa di Bandung Barat dan Sukabumi mengalami keracunan setelah menyantap makanan gratis di sekolah. Kasus ini menimbulkan keprihatinan luas, karena bukan kejadian tunggal. Sejak MBG dimulai pada Januari 2025, ribuan siswa di berbagai daerah juga mengalami gejala keracunan, mulai dari mual, muntah, hingga diare.

Pemerintah mengakui bahwa kurangnya pengawasan internal menjadi salah satu penyebab lemahnya kualitas program. Keterbatasan ini mencakup sanitasi dapur, kualitas bahan makanan, keterampilan juru masak, hingga rantai distribusi di daerah terpencil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun