Saksi menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban adalah orang yang memberikan kesaksian atau keterangan tentang apa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri maupun ia alami sendiri guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di sidang pengadilan.
Kemudian di Pasal 1 Ayat (3) dalam Undang-Undang yang sama memberikan definisi tentang korban yakni merupakan orang yang mengalami penderitaan secara fisik, mental, psikis, maupun secara materi atau ekonomi yang disebabkan oleh suatu tindak pidana. Korban biasanya mengalami banyak kerugian yang bukan hanya dalam aspek ekonomi atau materi melainkan dalam kondisi mental atau psikisnya.
Dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban secara jelas memberikan hak-hak perlindungan bagi saksi dan korban dalam penyertaannya membantu memberikan kesaksian dan keterangan mengenai tindak pidana yang terjadi dan atau dialaminya.
Berikut 16 Hak Saksi dan Korban menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 beserta penjelasannya :
- Hak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya kemudian bebas dari ancaman yang diakibatkan karena telah memberikan kesaksiannya.
Saksi dan korban dilindungi dari segala bentuk ancaman atau gangguan yang muncul karena telah memberikan kesaksian. Perlindungan ini mencakup keamanan diri pribadi, keluarga, maupun harta benda mereka. Identitas dan data mereka dijaga kerahasiaannya agar tidak membahayakan keselamatan.
- Hak untuk ikut serta dalam memilih atau menentukan bentuk perlindungan serta dukungan keamanan.
Saksi dan korban tidak hanya pasif menerima perlindungan, tetapi juga berhak memilih bentuk perlindungan dan dukungan keamanan yang dianggap paling sesuai dengan kebutuhan mereka.
- Hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan.
Dalam setiap proses hukum, saksi dan korban harus bebas dari tekanan, ancaman, intimidasi, atau paksaan dari pihak manapun agar dapat berbicara dengan jujur dan tenang.
- Hak untuk mendapatkan penerjemah.
Diberikan seorang penerjemah kepada saksi atau korban yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Hal ini diberikan supaya apabila ada maka tidak terjadi sekat komunikasi atau batas keterangan hanya karena keterbatasan bahasa.
- Hak bebas dari pertayaan yang menjerat.
Pertanyaan yang menjerat adalah pertanyaan yang dapat membuat saksi atau korban terpojok atau seolah mengaku bersalah. Hak ini melindungi mereka dari bentuk pertanyaan yang menjebak atau memaksa.
- Hak untuk mendapat informasi mengenai perkembangan kasus.
Saksi dan korban berhak mengetahui sejauh mana proses penyelidikan atau persidangan kasus yang mereka laporkan atau mereka terlibat di dalamnya.
- Hak mendapat informasi mengenai putusan pengadilan.
Setelah proses peradilan selesai, saksi dan korban harus diberi tahu mengenai isi putusan pengadilan terhadap perkara tersebut.
- Hak untuk mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan.