Mohon tunggu...
Dwi Nugroho
Dwi Nugroho Mohon Tunggu... Relawan - Universitas Tadulako

Saya adalah salah satu mahasiswa Universitas Tadulako program studi Antropologi dan ingin belajar menulis di Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik

Review Buku "Ketika Sejarah Berseragam"

15 November 2022   10:40 Diperbarui: 15 November 2022   10:49 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://s1.bukalapak.com/img/6998834811/w-1000/Buku_Ketika_Sejarah_Berseragam_Membongkar_ideologi_militer_d.jpg

Buku "Ketika Sejarah Berseragam" yang ditulis oleh Katharine E. Mcgregor membahas mengenai perjalanan panjang sejarah Indonesia yang disusun berdasarkan ideologi militer, analisis rangkaian sejarah ini dibahas melalui pemahaman Katharine dalam mempelajari historiografi Indonesia terutama dalam bidang militer. Buku ini juga berfokus kepada satu lembaga militer yaitu pusat sejarah ABRI, analisis dilakukan guna menjabarkan bagaimana upaya militer dalam membangun citra yang baik untuk anggotanya sendiri maupun masyarakat luas. Indonesia pada masa orde baru di dominasi oleh pengaruh militer hampir dalam tiap segi kehidupannya, hal tersebut dikarenakan peranganda yang dimiliki oleh militer. Dwifungsi militer mempermudah masuknya anggota militer kedalam posisi penting di pemerintahan, pengaruh besar ini dimanfaatkan untuk mengkontruksi sejarah melalui proyek-proyek pusat sejarah ABRI.

Militer menggunakan sejarah untuk membenarkan peran politik yang telah dilakukan, dalam hal ini sejarah memiliki fungsi sebagai gambaran masa lampau sehingga lembaga militer melakukan pelembagaan terhadap "ingatan resmi". "ingatan resmi" sebagai bentuk konstruksi masa lampau membuat pandangan masyarakat diyakinkan jika pemimpin bangsa yang baik berasal dari kalangan militer, hal ini terlihat pada terpilihnya susilo bambang yudhoyono sebagai presiden RI dimana beberapa tahun sebelumnya masyarakat sangat ingin melepaskan pengaruh militer dalam politik kenegaraan tetapi mereka tetap memilih golongan militer sebagai pemimpin mereka atas dasar doktrin militer tersebut. Berikut isi review dari buku ini :

Bab 1 dengan topik “Sejarah Dalam Pengabdian Kepada Rezim Yang Otoriter” menjelaskan mengenai bagaimana penulisan historiografi sejarah Indonesia, khususnya pada era Orde Baru atau masa kepemimpinan Soeharto. Pada masa kepemimpinannya, penulisan historiografi yang kritis masih seumur jagung. Terlebih Indonesia masih tergolong sebagai negara yang baru saja merdeka. Semenjak kemerdekaan Indonesia, sejarah adalah salah satu sarana yang digunakan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme untuk warganya. Periode Demokrasi Terpimpin atau Orde Lama dan Orde Baru, sejarah digunakan sebagai alat untuk menyatukan ideologi dan persamaan visi tentang masa lampau secara nasional.

Dalam Museum Nasional, terlihat bahwa masa lalu yang gemilang dipertahankan oleh Orde Lama. Namun Orde Baru menekankan pada tradisi panjang pemimpin militer dan tentang ancaman terhadap bangsa. Orde Baru juga meminimalisir sumbangan yang diberikan Presiden Soekarno pada sejarah. Orde Baru menyusun sejarah dengan menunjukkan persamaan-persamaan dengan rezim sebelumnya, serta rezim otoriter lainnya di dunia. Secara keseluruhan, sejarawan Indonesia menggunakan sejarah dalam pembinaan bangsa secara komitmen. Nugroho Notosusanto adalah salah seorang yang turut andil dalam mendukung penulisan sejarah pada masa pemerintahan Orde Baru.

Bab 2 topiknya adalah “Nugroho Notosusanto dan Awal Mula Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata”. “Nugroho Notosusanto merupakan salah seorang propagandis yang paling penting dalam rezim Orde Baru” (Katherine McGregor, 2008: 75). Nugroho Notosusanto adalah sosok yang membuat legitimasi Orde Baru melalui usaha kudeta 1965, sekaligus sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI (1965-1985), Menteri Pendidikan, dan menyebarluaskan citra pahlawan yang ada dalam militer Indonesia melalui museum, buku pelajaran, dan doku-drama. Nugroho Notosusanto lahir di Rembang pada 15 Juni 1931, dengan latarbelakang keluarga pegawai tinggi di Kabupaten Rembang.

Dengan latarbelakang yang demikian, Nugroho berasal dari keluarga yang terpandang dan memiliki wawasan kosmopolitan. Nugroho juga turut berpartisipasi dalam perang kemerdekaan. Ia kemudian bertugas menjadi anggota Brigade 17 Tentara Nasional atau yang biasa disebut juga sebagai Tentara Pelajar. Tentara Pelajar ini beranggotakan para pelajar dan mahasiswa yang dilatih selama pendudukan Jepang.

Para anggotanya adalah orang-orang nasionalis muda yang tidak berpolitik, sehingga mereka bersifat netral terhadap partai politik. Mereka hanya setia pada Pemerintah Republik Indonesia dan bekerjasama dengan TNI. Setelah bulan Desember 1949, yang dimana terjadi penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Republik Indonesia, pihak Pemerintah kemudian menawarkan pendidikan militer di Breda di Belanda bagi para Tentara Pelajar, termasuk Nugroho. Namun sang ayah menyuruhnya untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dan tidak mengikuti program ke Breda.

Nugroho menjadi mahasiswa di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, dan berperan aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Ia juga menjadi sastrawan dalam waktu yang singkat dengan menjadi penulis cerpen, walaupun karirnya sebagai penulis berhenti di usianya yang ke-26 tahun. Setelah itu, Nugroho memfokuskan dirinya pada bidang sejarah, karena memiliki minat terhadap tokoh-tokoh sejarah dunia serta negara-negara berkembang.

Nugroho berharap Indonesia dapat mengambil pelajaran yang bermanfaat dari sejarah bangsa-bangsa lain. Jenderal Nasution melihat Nugroho sebagai seorang yang terlatih dan setia kepada militer Indonesia, serta memiliki nasionalisme yang tinggi. Sehingga kemudian pada tahun 1964, Nugroho diangkat sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI, yang menjadi cikal bakalnya dalam proyek sejarah pada pemerintahan Orde Baru.

Pusat Sejarah ABRI didirikan dengan tujuan politis untuk membela sejarah dengan versinya sendiri, yang menurut versi itu, Pemberontakan PKI Madiun 1948 adalah pemberontakan komunis. Angkatan Darat merasa keberatan dengan sejarah yang dibuat oleh PKI yang dimana meletakkan pemberontakan itu sebagai upaya penyalahgunaan sejarah yang digunakan sebagai alat perjuangan politik. Proyek utama milik Nugroho Notosusanto adalah dalam penulisan sejarah kudeta 1965.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun