Mohon tunggu...
Dwi heri Yana
Dwi heri Yana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Inilah kisah seorang penyadap lahang yang patut menjadi teladan kita semua. “Hidup tak mesti MEWAH, bahagia itu tak mesti WAH”

14 Mei 2015   10:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:03 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kab. Bandung, Nurja alias Bapung (71) adalah seorang penyadap lahang yang hidup dalam kesederhanaan, ia tinggal di kp cipariuk Rt. O4/27 Kel. Cibenying, Kec. Cimenyan, Kab. Bandung. Dalam menjalankan kesehariannya Bapung ditemani istri setianya bernama Daswiah alias Ema (67), mereka dikaruniai dua orang anak yang kini telah masing-masing berkeluarga dan kini mereka hidup berdua menjalani masa tuanya.

Dengan mengandalkan hasil dari menyadap, mereka tidak bisa bergaya hidup seperti masyarakat pada umumnya. Bapung dan Ema tingga dirumah bilik bambu yang ukurannya terbilang kecil, yang status kepemilikan tanahnyapun bukan milik mereka. Alat masak dapur yang digunakan masih tradisional yaitu menggunakan hawu dan suluh sebagai bahan bakarnya. Tidak hanya itu, Bapung merupakan seorang tunarunggu. Walaupun hidup dalam banyak keterbatasan, tidak membuat mereka mengeluh. Inilah yang harus menjadi teladan kita semua “hidup tak mesti mewah, bahagia itu tak mesti wah”

Penasaran dengan lahangnya, mari kita bahas. Lahang merupakan minuman dulu yang populer di kalangan masyarakat Sunda. Kini seiring perkembangan jaman, muncul beragam minuman di kalangan masyarakat yang lebih modern membuat keberadaan Lahang semakin terkikis.  Selain mungkin peminatnya yang berkurang, bahan baku yang semakin sulit dicari, cara menyadap pohon Aren sendiri memutuhkan teknik khusus, jika tidak punya keahlian, salah-salah malah bukannya mendapatkan kualitas Lahang bagus, justru malah mendapatkan hasil Lahang yang asam.

Biasanya, petani Aren harus berangkat sangat awal supaya Aren yang akan disadap kesegarannya terjaga, kalau terlambat air aren akan mengalami fermentasi dan berubah menjadi tuak, ditambah lagi minuman Lahang tidak berumur panjang, jadi biasanya dijual fresh. Lahang terbuat dari sadapan pohon aren, tidak heran jika airnya berasa manis alami. Apalagi jika diminum dingin saat siang hari matahari bersinar terik, Pedagang lahang biasanya membawa minuman Lahang dengan lodong bambu sebagai tempat menyimpan Lahangnya.  Ujung lodong disumbat dengan ijuk kelapa serta kerakas daun pisang agar Lahang terbebas dari debu dan sebagai alat penyaring alami ketika hendak dituang ke gelas pembeli, selain itu minuman ini juga dapat meningkatkan stamina disaat kita sedang kelelahan. (DHY)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun