Mohon tunggu...
Dwi Haryanti
Dwi Haryanti Mohon Tunggu... Relawan - Bukan Pewayang

Tulislah apa yang bisa kau tulis, Kerjakan apa yang bisa kau kerjakan, yang penting mah seneng.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

PPKM: Pemudanya Pada ke Mana?!

6 Juli 2021   20:28 Diperbarui: 6 Juli 2021   20:50 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kian hari, khabar berita wabah penyakit tak kenal usai, tak pelak setahun lebih telah terlewati, kini berjalan seolah "hal biasa dan rutinitas sehari-hari".

Akhir-akhir ini Bumi Pertiwi hanya diisi "viralnya kasus pemuda/i" keluh-kesah tentang masalah Negeri ini hanya dikeluhkan dalam cuitan sosial media yang berlaku selama 24 jam, setelah itu hilang, seolah-olah Negeri yang terbengkalai, tak ada yang peduli walau Imperialisme mulai berani menampakkan diri.

Penulis sendiripun masih menjadi manusia yang bingung hingga saat ini. Tiap hari isi kepala dipenuhi pertanyaan-pertanyaan:
"Kenapa ditengah Pandemi WNA dan WNI bisa mondar mandir keluar masuk antar wilayah se'enaknya?
"Kenapa Pajak diharuskan, Reparasi digalakan dengan alasan "demi rakyat" tetapi kesejahteraan masyarakatnya begitu-begitu saja?
"Kenapa saat korupsi merajalela, responnya "uda biasa"?
"Kenapa saat Rakyat bertanya, para Aparat tidak mau menjelaskan keadaan sebenarnya? Sibuk menangkapi penyebar hoax, tapi tidak dengan penjelasan beserta buktinya!? Padahal sepertinya saat awal Pemilu, beberapanya terlihat murah hati seolah-olah dari wajahnya tersorot "aku siap, ada, dan sedia saat kalian butuh".

Ada banyak awalan "Kenapa" yang tak berbalas "Karena", dan pertanyaan demi pertanyaan ikut hilang diiringi ungkapan "Yaudalah yah, mungkin emang harusnya begitu". Berjalan dengan sendirinya, tanpa alasan. Hukum kausalitas perlahan punah, kini ia menyebar bukan hanya dalam persoalan cinta dan kasih, tapi juga nasib hidup yang tak pilih-pilih.

Hari-hari melulu diisi, Kapan semua ini berakhir? Kemiskinan ini?, kebodohan ini?, wabah yang sudah lebih dulu ada, dan mengakar.


Ada suatu kutipan buku yang menarik bagi Penulis dan patut untuk diresapi:
"Selama Indonesia ke dalam tetap bersatu dan solider, selama itu mereka (Negara Imperialis) akan menangguhkan usahanya merampas Indonesia. Akan tetapi begitu lekas perpecahan di dalam, mereka akan segera mendapatkan jalan melaksanakan untuk sekian kalinya politik devide et imperanya (memecah belah rakyat dalam golongan-golongan untuk dikuasai) Indonesia terdiri dari pelbagai pulau yang berada pada pelbagai tingkatan kebudayaan, memberikan lapangan baik bagi pencuri-pencuri internasional." (Sumber: Menuju Republik Indonesia atau dikenal Naar de 'Republiek Indonesia'(1925))

Dengan mengiyakan ungkapan tersebut, sedikitnya pasti sadar, bahwa belum ada yang berubah dari kita. Mimpi akan suatu Negeri yang damai hanya menjadi andai-andai. Perasaan takut salah yang membuat seseorang maju - mundur dan perasaan fanatik akut yang membikin seseorang tak kenal ampun.

Kita sejatinya lupa, bagaimana cara-cara bertoleransi dalam perbuatan:


Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.(QS. Al Hujurat: 13)

Persatuan jelas tidak terlahir dari keseragaman, sudah dari mulanya kelompok manusia ditakdirkan beragam dan berbeda.


Hal serupapun terkutip dalam Catatan Tan Malaka "Aksi Massa 1926":

"Selama seorang percaya bahwa kemerdekaan akan tercapai dengan jalan "Putch" atau anarkisme, hal itu hanyalah impian seorang yang lagi demam".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun