Langkah Strategis Prabowo, Prioritaskan Kepentingan Nasional di Tengah Geopolitik Global

Langkah Presiden Prabowo Subianto yang lebih memilih memenuhi undangan Presiden Rusia Vladimir Putin dibanding menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Kanada, patut diapresiasi sebagai keputusan strategis yang mencerminkan arah kebijakan luar negeri Indonesia yang berani dan fokus pada kepentingan nasional. Dalam situasi geopolitik dunia yang semakin terpecah antara blok Barat dan Timur, sikap ini mencerminkan bahwa Indonesia enggan terlibat dalam persaingan kekuatan besar, tetapi berupaya mempertahankan posisinya sebagai negara nonblok yang proaktif dalam membangun keseimbangan dan kerjasama global.

Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, terdapat tiga alasan utama yang mendasari keputusan Prabowo untuk pergi ke Rusia, yang menunjukkan betapa penting dan tepatnya pilihan itu. Kehadiran Indonesia di Rusia mencerminkan komitmen untuk memperkuat relasi dengan BRICS, sebuah kelompok ekonomi yang mulai menjadi pusat gravitasi baru dalam dunia multipolar. Indonesia telah menjadi anggota BRICS Plus, dan kunjungan ini mencerminkan komitmen serta kesiapan Indonesia untuk mengambil peran yang lebih signifikan dalam platform tersebut. Ini juga menegaskan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia tidak hanya condong ke Barat, tetapi seimbang sesuai dengan kepentingan nasional.

Kedua, dalam sisi kemanusiaan, perjalanan Prabowo ke Rusia membuka kesempatan lebih besar untuk mengangkat masalah Palestina yang sampai sekarang masih mengalami penderitaan akibat agresi militer Israel. Karena Rusia merupakan salah satu kekuatan besar yang secara aktif berlawanan dengan Amerika Serikat mengenai isu Palestina, kehadiran Prabowo di sana memperkuat posisi diplomatik Indonesia yang selalu memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina. Dalam forum seperti G7 yang lebih dikuasai oleh negara-negara Barat dan cenderung pasif terhadap agresi Israel, suara Indonesia mungkin tidak akan terdengar sekuat di forum bilateral dengan Rusia.

Ketiga, perlu diingat bahwa Indonesia tidak termasuk dalam anggota negara G7, dan di forum itu, posisi Indonesia hanya sebagai pendengar atau tamu undangan dari negara-negara berkembang. Sebaliknya, dalam pertemuan bilateral dengan Rusia, Indonesia berperan sebagai tamu kehormatan dengan potensi besar untuk menghasilkan kerjasama strategis yang nyata. Tidak hanya bersifat simbolis, tetapi juga memberikan keuntungan langsung seperti perjanjian dagang, pertahanan, energi, dan teknologi. Dalam menjalin hubungan antarnegara, kepala negara harus memanfaatkan posisi dan daya tawar seperti ini semaksimal mungkin.

Presiden Prabowo membuktikan bahwa ia bukan hanya pemimpin yang tegas di dalam negeri, tetapi juga seorang negarawan yang bijaksana dalam memahami arah geopolitik global. Keputusan untuk hadir di Rusia tidak sekadar menyangkut protokol atau jadwal, melainkan mencerminkan dasar diplomasi bebas aktif yang menjadi inti dari politik luar negeri Indonesia sejak masa kemerdekaan. Ini juga menjelaskan bahwa Indonesia siap muncul sebagai kekuatan baru dari Selatan Global yang tidak hanya hadir di forum-forum besar sebagai pelengkap, tetapi sebagai mitra strategis yang diperhitungkan dalam dinamika global.

Dengan langkah ini, Presiden Prabowo meningkatkan citra Indonesia sebagai negara berdaulat yang tidak terpengaruh oleh tekanan geopolitik manapun, tetapi bertindak sesuai dengan kepentingan nasional. Langkah ini merupakan bentuk nyata dari diplomasi yang cerdas dan patut didukung seluruh rakyat Indonesia.