Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Renovasi Balai Budaya Jakarta untuk Kiprah Seniman

2 Februari 2017   16:22 Diperbarui: 2 Februari 2017   16:31 1861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Wajah Balai Budaya Jakarta setelah renovasi"][/caption]Terletak di Jalan Theresia  no 47 tepat di samping POM Bensin di kawasan Menteng Jakarta Pusat. Sebuah rumah warna putih kusam . Rumah bergaya bangunan tropis,dengan halaman tidak  terlalu luas, hanya seperti rumah biasa di belantara rumah elite dan megah daerah Gondangdia Kawasan Menteng. Di dekat situ kurang lebih 500 meter menyeberang ke arah kanan terdapat kawasan yang pernah amat terkenal di era orde baru yaitu jalan Cendana, tempat di mana Presiden kedua itu pernah tinggal. 

Nama tempat itu adalah Balai Budaya.  Tahun 2016 kondisi Balai Budaya cukup memprihatinkan karena atap, plafon/langit-langit banyak yang sudah keropos. Akhir 2016 Balai Budaya direnovasi atas inisiatif seniman-seniman dan pelukis  bulu Cak Kandar yang mau merogoh kocek untuk mengelola dan merenovasi gedung yang sangat bersejarah bagi para seniman  untuk memamerkan karyanya dan memainkan instrumen musik. 

Penulis, Musikus dan budayawan Remy Silado pernah berpentas di Balai Budaya sekitar tahun 1972.Sebetulnya Balai Budaya itu strategis  Dari arah Kuningan dan jalan Rasuna Said tinggal lurus, sampai di pertigaan jalan Menteng raya turun, jalan kaki ke arah POM Bensin di sudut  Jalan Theresia, menyeberang  sampai di gedung tua tersebut.

[caption caption="Interior Balai Budaya setelah renovasi"]

[/caption]Berbagai event pameran telah terekam di gedung ini sebelum galeri-galeri modern dan Mal ada di Jakarta. Dulu Balai Budaya  andalan seniman untuk mengenalkan karyanya, menjadi ajang diskusi, merekatkan pergaulan dan sarana kumpul-kumpul seniman dengan berbagai latar belakang pendidikan. Seniman dari ASRI,ISI , IKJ,  ITB dan seniman otodidak mengandalkan Balai Budaya untuk menancapkan akar seni dan kebudayaan sehingga seniman Indonesia  dikenal sampai ke manca negara. 

Banyak warga ekspatriat yang ikut menikmati dan merasakan detak kehidupan seniman di tanah air khususnya di Jakarta, hingga gaung kesenian meredup sejak era  reformasi dan benar-benar payah akhir-akhir ini akibat munculnya budaya praktis dan terlau banyak mendengar intrik-intrik politik yang amat gaduh.

[caption caption="Tokoh Budayawan Tuty Herati Rooseno(sebelum Pembukaan pameran)"]

[/caption]Manusia perlu hiburan, perlu bergaul dengan seniman yang mengolah fenomena alam, fenomena budaya masyarakat dalam kritik-kritik dengan bahasa visual.Dalam Pameran Sehati  para Alumnus Asri angkatan 1973, berkumpul orang-orang yang peduli seni di antaranya Ibu Prof Dr. Toety Heraty Rooseno. Guru besar IKJ itu memberikan sambutan pada pembukaan yang berlangsung  dari tanggal 1 – 9 Februari 2017. Seni Digauli untuk memperhalus rasa, mengendapkan emosi, dan membangun kepedulian. Pameran ini juga menandai penggunaan Balai Budaya jakarta pasca renovasi. Pelukis yang andil dalam pameran ini antara lain Stephanus bambang Nugroho, Noor smedi, Indra S. Noer,Suprapto, Rusli Tamli dan Yulie arifin.

Keberadaan Balai Seni, Ruang Pamer seni,    Galeri, ternyata masih ekslusif. Tidak banyak masyarakat yang merasakan manfaat pameran pameran seni sebagai pemberi keseimbangan pada dunia rasa saat ini yang timpang. Masyarakat lebih banyak berpikir  dalam ranah-ranah publik yang terlalu berisik oleh intrik, manufer politik dan persoalan pelik kehidupan.

Kalau anda melihat pameran seni, endapan kebencian itu akan meluntur, yang ada adalah kebersamaan, menikmati perbedaan, menikmati sindiran-sindiran halus lewat karya visual. Kemarahan bisa disalurkan dengan bahasa gambar yang tidak pernah vulgar, hanya simbolisme dan terkadang ide yang tak pernah di duga-duga.

Sunyinya Balai seni oleh kepedulian masyarakat untuk menggerakkan kecintaan pada seni budaya adalah kemunduran peradaban. Balai Budaya menjadi saksi bisu surutnya masyarakat pada aktifitas seni yang memberi keseimbangan rasa, kehalusan budi, sehingga manusia sekarang lebih senang memaki secara vulgar di media sosial. Memenuhi otak dengan kebencian-kebencian dan pengkotak-kotakkan ideologi hingga muncul isu-isu bangkitnya komunisme, fasis, dan sosialisme yang sebetulnya sudah pudar dan berganti oleh budaya digital yang jauh lebih kejam karena sering membuka ruang privat untuk dikonsumsi publik

Balai Budaya Jakarta, harus tetap menjadi tonggak bagi bangunan seni budaya, supaya manusia lebih peduli akan keunikan karya seniman yang dengan halus memberi sentuhan rasa bagi zaman yang bergerak dan zaman yang terus bermetamorfosa. Dalam sambutannya antara lain mantan Rektor IKJ ini mengatakan  lock  /miracle kehidupan kadang lebih penting dari sekedar kepandaian.  Manusia tidak tahu terhadap nasib hidupnya, tidak hanya kepandaian saja yang menjadi andalan di zaman ini tapi juga  misteri kehidupan sering menjadi kunci nasib baik manusia. Makanya manusia mesti bersyukur pada apapun nasib yang diterimanya sambil tetap bekerja keras. Balai Budaya sebagai ajang kumpul dan unjuk karya seniman  semoga semakin bermanfaat bukan hanya sebagai bangunan cagar budaya  tetapi benar-benar sebagai ajang ekspresi seniman dari waktu ke waktu.

Guru Seni Budaya.penikmat Seni.

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun