Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Itu Menginspirasi Bukan Menjadi "Predator Seks"

14 Desember 2021   13:56 Diperbarui: 14 Desember 2021   13:59 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sang Predator seks (intisari.grid.id)

Sebagai guru,  shock mendengar berita tentang sepak terjang seorang guru agama dan pemilik boarding school di daerah Antapani Bandung yang menjadi predator  seks dan memperkosa muridnya selama bertahun tahun. 

Profesi Guru Tercoreng dengan Perilaku Buruk Oknum "predator seks"

Setahu saya yang kebetulan sebagai guru juga merasa tertampar. Guru yang menjadi sumber ilmu, teladan, motivator, inspirator ternyata diam-diam menjadi predator yang sangat keji. Terlepas itu oknum guru agama, atau kebetulan datang dari lembaga pendidikan berlatar belakang agama adalah noktah yang mencoreng guru sebagai sebuah profesi mulia yang diibaratkan pahlawan tanpa tanda jasa.

Sebagai guru, tidak bisa dipungkiri selalu berinteraksi dengan para siswa yang beragam. Mungkin karena kebiasaan selalu bertemu di kelas dan interaksi intens guru, secara manuasiawi yang punya naluri  untuk tertarik dengan paras cantik para siswanya, terkadang ada beberapa siswa ABG yang sangat menggoda sehingga guru dengan iman tipis pasti akan mudah tergoda.

Apalagi sekolah semacam boarding, sekolah berasrama, yang bisa berinteraksi baik di kelas maupun di luar kelas karena satu kompleks. Inilah tantangan guru, bukan hanya masalah gaji, masalah fasilitas, masalah rasa bosan tetapi juga masalah rasa yang muncul sehingga mengalahkan idealisme sebagai guru.

Guru jatuh cinta pada siswa saya kira banyak kasusnya, tertarik  secara fisik apalagi melihat anak ABG yang sedang mengalami perkembangan  fisik dan sexual. Gejolak-gejolak siswa itu yang kadang dimanfaatkan oleh oknum guru dengan alasan-alasan yang akhirnya "dimaklumi" siswa. Misalnya guru olah raga yang mau tidak mau terkadang harus kontak fisik dengan siswa ketika mengajari tenang peregangan, latihan kelenturan tubuh, renang, melakukan pemijatan ketika ada siswa yang terluka.

Siswa terkadang menikmati apa yang dilakukan guru, sentuhan-sentuhan yang semula hanya untuk memberi pertolongan akhirnya berlanjut pada masalah rasa. Banyak remaja putri yang secara malu-malu mengidolakan gurunya, apalagi melihat gurunya yang pintar dalam berkata-kata, berwibawa dan perhatian.

Nah guru agama di sebuah sekolah yang fokus pembelajarannya adalah ilmu spiritual, akhlak dan moral (Pondok Pesantren, Seminari dsb) itu semacam magnet. Kepintaran, kecerdasan dan penampilan yang menarik mau tidak mau membuat remaja akan mencari sosok idola. Mereka tidak sadar ada beberapa oknum guru sangat piawai memanfaatkan momentum. Oknum guru itu tahu bahwa kekuatannya, selain fisik adalah kata-kata.

Penilaian Sesama Guru terhadap perilaku bejad HW

Dari kasus Herry Wirawan (HW) itu saya mencoba memahami sebagai sudut pandang guru. Ya, guru agama  harus pandai bicara dan pandai pula menarik hati siswanya dengan presentasinya dan kata-katanya yang meluncur setiap khotbah atau memberi pembelajaran agama.

Saya tidak mencoba menghakimi guru agama saja, itu juga berlaku pada guru-guru lain dengan karisma atau daya tarik yang terpancar hingga membuat siswa tidak berkutik dan pasrah saja ketika dirayu guru untuk melakukan tindakan asusila. Ada beberapa alasan antara lain siswa takut nilainya menjadi jelek, kedua siswa merasa tidak berdaya ketika ada tekanan dan godaan sebab sebelumnya ia merasa bahwa gurunya itu idolanya, maka ketika ada tindakan "asusila" guru banyak murid yang akhirnya malah menikmati sentuhan tersebut. Yang muncul selanjutnya adalah penyesalan yang datang belakangan. Sebab ketika mereka melakukannya banyak yang menikmati situasi tersebut, tapi ketika  perbuatan yang tidak dibolehkan menurut aturan agama itu membuahkan akibat hamil di luar nikah, akhirnya terkuak betapa sebetulnya bukan semata-mata salah guru, murid juga seringkali terjebak dalam rasa hingga akhirnya menyesal ketika telah melakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun