Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Para Mahasiswa Silahkan Kritik Pemerintah di Waktu yang Tepat

8 Juli 2021   20:58 Diperbarui: 8 Juli 2021   21:36 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
multimedia-kompas.id

Ramai - Ramai para mahasiswa memilih mencari kata tepat untuk menggambarkan pemerintah saat ini yang dikepung oleh masalah terutama pandemi covid -19 yang meningkat tajam terutama sejak pulang mudik dari kampung halaman. Padahal pemerintah mewanti- wanti untuk tidak mudik demi menghindari munculnya kluster baru penyebaran virus korona. Lagi - lagi banyak manusia Indonesia yang dengan bangga menolak kebijakan pemerintah. Mereka beranggapan mudik itu tradisi dan wajib setor muka di kampung halamannya.

Kalau sudah menghadapi orang ngeyel terkadang muncul dilema kalau mereka dihukum berat karena membangkang maka masyarakat yang itu - itu saja dengan lantang mengatakan pemerintah sadis, pemerintah tega, pemerintah tidak memihak rakyat. Hukum hanya berlaku untuk rakyat bukan untuk elit politik atau selebritis. Di media sosial pun mendengung bahwa pemerintah sudah mengarah ke diktaktor.

Ramai - ramai para pendengung terus meneriakkan perang terhadap kebijakan pemerintah, sehingga akhirnya kebijakan yang seharusnya bisa ditaati bersama menjadi percuma karena kerasnya arus penolakan untuk tidak mudik.

Setelah gelombang mudik sukses, muncul varian baru covid- 19 yang ditakuti adalah varian virus dari India yang ampuh menularkan virus meskipun sudah banyak yang melakukan vaksinasi. Padahal gerak pemerintah bukannya lamban tetapi masih ada rasa pesimisme masyarakat terhadap pentingnya vaksin. Perlu dikejar - kejar agar masyarakat melakukan vaksinasi.

Banyak masyarakat meyakini bahwa dengan berdoa, rajin sembahyang, meyakini bahwa hidup mati, sehat sakit itu adalah takdir. Kalaupun dengan covid ini mereka harus sakit dan kemudian meninggal itu adalah takdir. 

Keyakinan yang muncul dari penceramah yang seringkali hanya pandai memprovokasi, tetapi tidak bisa menjelaskan secara integral tentang ancaman wabah  covid bagi masyarakat. 

Terkadang malah menutup hati, dan nurani demi mendapat sanjungan dari para pendengarnya yang bangga bila bisa menentang penguasa dan lebih mendengar pengkhotbah yang berkobar- kobar meyakini jalan keselamatan menurut "versinya" sendiri.

Kalau hanya amarah,ngeyel, ketidakpatuhan yang ditonjolkan bahkan menyerang balik dengan menyerang pribadi pemimpin bangsa sebagai The King of Lip Service, The King of Silent dan selusin gelar yang akan disematkan pada pemimpin negeri ini, lalu kontribusi mahasiswa apa untuk bisa menekan penyebaran covid 19?

Di tengah konsentrasi mengatasi virus yang meningkat tajam karena salah satunya "ilmu ngeyel" telah mewabah, apa kontribusi para pengusul gelar itu membantu masyarakat untuk sadar bahwa covid itu masalah bersama bukan hanya pemerintah bukan hanya penguasa.

Simpan dulu hasrat nyinyir, kembali dulu ke hati nurani, paling tidak kalau tidak mau ikut membantu ya diam di rumah melaksanakan protokol kesehatan dan tidak memanas- manasi masyarakat dengan berita hoaks tentang pemerintah, tentang kelambanan pemerintah membantu rakyat. 

Sebagai salah satu pilar bangsa yang notabene cerdas sekaligus pasti punya potensi kreatif, anak - anak muda bisa bergerak di dunia maya, membuat video- video konten yang menambah informasi akan  bahayanya jika masyarakat abai dengan kesehatan bersama.

Yang dibutuhkan saat ini bukan ngototnya penentangan dan mencatat dosa- dosa pemerintah. Yang penting adalah setiap individu tetap sadar untuk menghindar dan mencegah penyakit menular. Kalau muncul penyakit asal beda, asal menjadi oposisi dan menganggap apapun upaya pemerintah itu zero bagi mereka maka kapan Indonesia bisa lepas dari ujian, lepas dari kurungan covid yang mengancam di sekitar kita.

Menjadi masyarakat modern dengan mengunggulkan kebebasan berpendapat bukan berarti mudah menyerang individu dengan kata- kata penuh olok- olok. 

Sebelum mengolok dan memaki sudahkah merasa berguna bagi masyarakat sekitar. Sudahkah dengan gagah berani memperingatkan untuk memakai masker di luar rumah. Atau kalau terpaksa bukankah lebih mulia jika mereka dengan jaket kebesaran sebagai mahasiswa di universitas favorit membagi masker, mengingatkan betapa pentingnya prokes, betapa mulianya masyarakat untuk melupakan dulu ketidaksukaannya dengan pemerintah yang sedang berkuasa.

Saat ini fokusnya adalah mencegah covid berkesempatan naik drastis. Kalau semua terlibat maka seharusnya lebih mudah melenyapkan sedikit ancaman dari penyakit yang meresahkan sejak awal 2020 tersebut. Janganlah jadi pahlawan kesiangan yang teriak - teriak di waktu yang salah, ingin berpolitik saat masyarakat dan pemerintah sedang menekan peningkatan penderita dan korban covid yang mengganas.

Apakah elok mentertawakan orang yang sedang bekerja keras mengurangi dampak virus itu sementara mereka terus saja mencari celah kelemahan pemerintah di saat semua pikiran , pandangan, konsentrasi tertuju bagaimana membuat terjun bebas penyakit dan kembali bangkit setelah  mengalami masa krisis akibat pandemi yang berkepanjangan.

Kalau merasa kuat melawan virus, ya silahkan turun ke jalan bukan untuk melampiaskan ketidaksukaan pada pemerintah saja melainkan memberi contoh bagaimana memutus rantai penyebaran penyakit yang diperkirakan puncaknya di akhir Juli tahun ini. Tetapi jika masyarakat masih menganut ilmu ngeyel, ya bisa saja ada gelombang lainnya berupa peningkatan penderita akibat virus yang awal mulanya meledak di Wuhan Tiongkok tersebut.

Mahasiswa yang masih punya kontrol antibody baik harusnya bisa terjun langsung ke lapangan untuk mengingatkan masyarakat dengan cara cerdas sebagai siswa yang kemampuan intelektualnya setingkat di atas anak sekolah menengah. Tentunya dengan kontrol emosi, dan pikiran yang lebih dewasa.

Semoga adik - adik mahasiswa yang notabene sebagai generasi penerus dan akan menjadi pemimpin bangsa suatu saat nanti mampu berpikir jernih. Bukan karena getok tular, bukan hanya ikut- ikutan karena kampus lain bersuara. Lebih baik bertindak nyata daripada menggelorakan penolakan dan rasa pesimisme terhadap pemerintah. 

Bukan hanya pandai menyuarakan adanya konspirasi buzzer rp, sementara buktinya masih fikfif apakah buzzer tersebut itu upahan pemerintah, ataukah mereka sedang senang menebar berita bohong agar negara terlihat sedang chaos, lalu muncul people power, gerakan untuk tidak mempercayai sebuah rezim, gelombang gerakan politik yang hanya potensial memecahbelah persatuan dan kesatuan bangsa.

Kalaupun pemerintah ada sisi lemahnya buat kritik konstruktif dengan cara cerdas, kalau perlu bikin usulan- usulan "canggih" versi milenial bagaimana mengatasi stagnasi politik, mengurai masalah "mabuk agama" mengurangi tingkat radikalisme agama dan fanatisme di kampus- kampus. 

Mencerahkan generasi muda dengan kreasi tingkat tinggi inovasi teknologi digital, menggelitik pemerintah memanfaatkan kecepatan dan kecerdasan generasi muda dalam hal konten kreator, ataupun kecanggihan aplikasi untuk meningkatkan pendapatan para petani, peternak, peladang agar terhindar dari spekulan dan mafia harga. bisa? Kalau bisa saya kasih jempol untuk kalian. 

Kalau hanya galak dengan memberi hadiah nyinyiran takutnya banyak masyarakat curiga bahwa kalian hanya dimanfaatkan untuk menangguk keuntungan politik dengan menjelek- jelekkan rezim yang tengah berkuasa.

Mari berpikir jernih kawan, adik- adikku, para mahasiswa yang canggih otaknya tetapi kadang kurang panjang pemikirannya ketika sebetulnya gerakan yang positif mereka lakukan adalah karya nyata, bukan hanya teriak- teriak demonstrasi padahal di sisi lain banyak korban mewabahnya virus telah menggelimpangkan banyak manusia terutama Indonesia yang peningkatan penyebaran virus amat tajam akhir- akhir ini.

Setelah pandemi selesai silahkan kembali mengembangkan sikap politik kalian. Pemerintah bukan dewa selalu ada titik lemahnya itu menjadi PR kalian untuk menguliknya dengan kritik konstruktif. 

Bukankah anda nanti yang akan menjadi politikus dan pemimpin bangsa di masa depan? Kalau begitu andapun harus siap dikritik seperti ketika saat ini dengan berkobar- kobar memberi kritik kepada pemerintah.

 Saya sih bukan dalam membela pemerintah tapi fokuslah dulu pada masalah krusial yang dihadapi pemerintah, masyarakat dan dunia. Indonesia sekarang di urutan ketiga lho dalam jumlah banyaknya yang terkena covid. Kalau masih selalu "ngeyel" kapan rampungnya.Salam damai selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun