Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru, Tumpukan Tugas, dan Literasi

19 November 2020   16:12 Diperbarui: 24 November 2020   18:31 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi murid yang sendirian di kelas. (Foto: KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Sebagai guru salah satu kegiatan rutin yang mesti dikerjakan adalah membuat sejumlah administrasi seperti RPP, Silabus, analisis Ulangan Harian, agenda harian, pemetaan serta masih merekap absen serta menanggapi beberapa kasus yang melibatkan siswa. Betapa banyak pernik-pernik yang mesti dikerjakan di samping tugas pokok sebagai guru yang harus mengajar di kelas. Kata Pak St. Kartono menjadi guru bagi muridnya.

Administrator atau Guru bagi Muridnya?

Terkadang karena tuntutan rutinitas guru tidak menyadari bahwa ia adalah guru bagi para muridnya. Memberi pengetahuan, memberi motivasi dan  menguatkan daya juang siswa untuk belajar dan memecahkan persoalan. Banyak guru yang hanya memberi materi dengan buku teks ajarnya, memberi kisi -- kisi dan memberi ringkasan untuk ulangan harian.

Itu rutinitas, setelah itu tugas mengajar selesai dan masa bodo dengan persoalan lain yang dihadapi siswa terutama kejenuhan,  terseok- seoknya mereka menghadapi tugas seabreg yang diberikan oleh banyak guru mata pelajarannya. 

Tidak ada yang membuat mereka fokus pada skill individu yang yang akan membuat mereka yakin akan menjadi apa kelak. Semua pengetahuan dijejalkan, yang penting target para guru terpenuhi untuk mengisi lembar nilai antara praktek dan teori.

Tuntutan yang begitu besar kepada guru, tekanan kuat dari siswa untuk bisa menguasai semua pelajaran kadang muncul diskriminasi karena ada beberapa pelajar yang keteteran pada pelajaran tertentu karena sebenarnya ia tidak nyaman dan tidak suka dengan pelajaran tersebut. 

Guru yang mengajar marah - marah, merasa diabaikan mata pelajarannya, merasa anak yang diajarnya kurang ajar sehingga sering melontarkan kata-kata kasar yang sangat berpengaruh terhadap minat dan semangat anak didik dalam belajar.

Akhirnya muncullah siswa yang stres, banyak masalah, banyak berulah dan guru semakin geram dan tambah emosi sehingga lupa bahwa ia adalah guru yang harus selalu memberi motivasi belajar sebatas kemampuan para siswa. 

Tidak semua bidang bisa dikuasai siswa. Pelajaran yang banyak hanya akan membuat siswa tidak fokus, apa yang menjadii prioritas dalam pembelajaran. Mereka hanya bisa mengambil manfaat sedikit dari segudang tugas dan teori yang mesti dihapal dan dikerjakan.

Tumpukan tugas sebagai tupoksi guru itu seakan tidak memberi nafas guru untuk berkarya, menngembangkan kemampuan, menciptakan guru inovatif dan tanggap terhadap perkembangan teknologi. 

Guru hanya sering menjadi obyek dari berbagai deretan pelatihan yang diadakan di yayasan atau dinas pendidikan untuk mendapatkan sertifikat agar mendapat point yang bisa membuat mereka cepat naik golongan. Dengan naik golongan otomatis pendapatan bertambah.

Padahal di belahan bumi lain banyak guru yang sudah mengembangkan inovasi pembelajaran, menghasilkan siswa - siswa kritis yang mampu menciptakan teknologi, menciptakan inovasi baru, mendorong siswanya bukan hanya menikmati hasil karya orang lain tapi menjadi pengganggas dan penemu teknologi baru. 

Di negara- negara maju seperti Singapura, Jerman, Inggris, Amerika Serikat, Korea Selatan Jepang dan China. Kurikulum pendidikan benar benar digagas dengan arah jangka panjang. Sebagai pondasi untuk menghasilkan SDM unggul yang mampu menguasai pasar dan dunia.

Indonesia sebetulnya negara potensial yang bisa didorong untuk menjadi maju dan berkembang pesat. Sumber Daya Manusia dan bonus demografinya yang membuat seharusnya Indonesia bisa saja menggeser negara- negara maju. Sayang mindset anak mudanya masih susah diajak dengan cepat tanggap untuk menjadi penggagas dan pencipta teknologi. 

Mereka kebanyakan masih menjadi kosumen yang masih asyik terperangkap untuk menikmati teknologi bukan sebagai innovator tapi masih sebatas pengguna aktif, aktif di medsos menjadi buzzer atau bahkan menggunakan kecerdasan dan kemampuan menguasai teknologi untuk menjebol bank, menjadi hacker yang sering mengacak jaringan, menjadi kriminal dengan menjadi perampok kartu kredit.

Tugas Guru Mengubah Mindset Anak Didik

Tugas guru mengedukasi dan mengisi mindset para anak didik menjadi diri sendiri, menjadi pribadi tangguh yang mampu bersaing bukan hanya sebagai pencari kerja tapi pencipta lapangan kerja. 

Tapi ketika guru masih sebagai seorang sebagai pelaksana tugas, sebagai orang yang hanya mengajar tanpa memberi contoh nyata maka berat bagi pengajar menjadi guru bagi muridnya.

Saya merasakan sebagai guru belum maksimal masih banyak hal yang perlu dibenahi terutama motivasi mengajar saya yang masih lebih sekedar melaksanakan tugas. Semoga semakin hari semakin banyak belajar.Tentu dengan mengembangkan pola pikir longlife education, longlife learner. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun