Ketika seseorang terluka, penuh darah dan tergeletak tidak berdaya.Â
Banyak manusia yang berpikir lama. Sebelum menolong dugaan- dugaan dari pikiran datang, jangan- jangan ia hanya bersandiwara, jangan jangan ia orang suku lain musuhnya, jangan -- jangan ia sakit karena ada virus menular, sehingga daripada terjadi apa- apa mending berlalu supaya tidak tersangkut perkara ketika sudah menolongnya.
Dan ketika muncul virus mengerikan datang dari sebuah negeri tidak beragama. Maka sekumpulan manusia merasa harus mengutuk dan menganggap itulah azab yang harus diterima ketika tidak percaya Tuhan.Â
Padahal apakah Tuhan menuntut untuk dihormati dan didengarkan. Tuhan lebih senang mendengar manusia yang selalu melakukan tindakan cinta kasih yang nyata, yang menolong tanpa melihat status sosial, yang membantu orang lain tanpa mengharap imbalan.
Tetapi manusia memang tidak pernah bisa sempurna. Ia akan sulit memahami tentang makna cinta yang maha luas. Banyak manusia yang hanya yakin kebaikan itu berasal dari komunitasnya, yang sealiran dengannya.Â
Maka ketika banyak perang muncul karena keyakinan, karena perbedaan agama dan karena sudut pandang berbeda maka kedamaianpun akan susah terjangkau. Manusia lemah yang masih selalu menganggap bahwa orang lain lebih lemah darinya, maka ia masih bisa berpikir untuk menindas manusia lain.
Virus, pandemic, penyakit, pagebluk datang untuk mengingatkan bahwa manusia harus sadar bahwa ternyata siapapun apapun agamanya, sekhusuk apapun dalam berdoa ia tetaplah manusia yang masih rentan oleh virus.Â
Apalagi banyak manusia masih merasa sombong bahwa penyakit tidak akan datang karena ia yakin Tuhan akan menolong. Ia lupa bahwa siapapun bisa lenyap dalam sekejab, tidak berdaya.Â
Karena puncak kekuasaan, kekuatan dan bumi dan segala isinya adalah milik Pencipta alam semesta, Tuhan yang Maha Dekat, yang ada dalam pikiran, dalam tindakan kebaikan pun yang kadang dilupakan saat manusia tengah berbahagia dan menikmati dunia dengan seluruh keindahan dan kemewahannya.