Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Berita Setiap Hari Risma di Lapangan, Anies di Mana?

14 Maret 2020   11:10 Diperbarui: 14 Maret 2020   11:18 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: tribunnews.com

Kalau Bu Risma itu hobinya kerja lapangan, keliling Surabaya, ngecek taman, memastikan warganya senang dan kuping Bu Risma selalu siap sedia mendengarkan keluhan warga lalu di mana Anies Baswedan? Eh. Rakyat Jakarta jangan marah dulu mendengar pertanyaan ini.

Sebetulnya media yang malas meliput atau banyak wartawan sengaja tidak mengikuti ke mana Anies bekerja. Terakhir Anies bicara bahwa Formula E ditunda dan sekarang aktifitas pembangunan Jakarta terpaksa tengkurap karena Corona telah membuat situasi Jakarta menjadi "Genting", di berita sosmed saya mendengar Museum -- Museum di Jakarta dan tempat pariwisata yang dikelola pemerintah libur sekitar 14 hari untuk mengantisipasi menyebarnya Covid - 9, dan Jokowi sempat memuji tindakan cepat Anies dalam mengatasi dampak penyebaran virus tersebut.

Tentang Sigapnya Antisipasi Corona DKI

Saya sih juga ingin mendengar Anies memuji kinerja Jokowi ke depan tapi ah pendukungnya tentu tidak rela Anies memuji Jokowi. Bukankah pujian itu langka untuk yang dianggap musuh mereka. Risma memang sudah kenyang dipuji, sebab rekam jejaknya memang nyata. Tidak banyak bicara tetapi Surabaya sudah dibuat indah. Banyak orang kagum dengan managemen waktunya dan pola pikirnya yang brilian bisa mengubah wajah Surabaya yang dulunya ruwet, berisik, panasnya byuh, byuh dan nyamuknya itu lo Cak, gak nguwati. Sekarang untuk meredam panas ya duduk -- duduk di taman, dibawah pohon, sambil menikmati pemandangan di pedestrian yang ijo royo- royo.

Di Jakarta  jangan salah sudah banyak lo taman kota, sudah luas trotoarnya, tetapi udiknya masyarakat juga belum berubah. Sampah masih main lempar, gang- gang masih kumuh, dan orang- orang masih jorok dalam menjaga kesehatan. Seharusnya memang bukan hanya pekerjaan gubernur saja yang keliling, ngecek apa saja yang diperlukan ibu kota.

 Ente orang Jakarta harus sadar diri juga bahwa tanggungjawab kota juga kewajibanmu. Kalau misuh- misuh saja bisa kenapa masih buang sampah sembarangan, masih menaburkan kotoran di got- got, masih cuek terhadap lingkungan sekitar. Ya kerja keras ya kerja keras, pulang ya pulang saja, sedikit macet tidak apa- apa tapi demi cepat sampai ke rumah masih saja ada motor yang main nyelonong saja di Pedestrian, menerjang busway, naik motor sambil main HP, Giliran di klakson ganti marah- marah. Bla- bla bla, uwing- uwing uwing, ujungnya nonjok.

Saya masih menunggu seperti dulu ketika sungai sungai penuh dengan Beghoe yang siap sedia mengeruk lumpur, mengurangi sedimen lumpur yang mengendap, di sungai. Eranya siapa tuh? Tetapi mungkin saja saat ini baru direncanakan, pasti sudah ada niat dari Gubernur cuma baru sibuk mengatasi epidemi Corona.

Saya tidak tahu yang lain tetapi di kantor (Sekolah) saya upaya pencegahan memang gencar, maklum banyak orang tuanya yang wira wiri dari dan keluar negeri, jadi akan mudah virus menyebar. Maka Alat pemindai suhu siap sedia, hand Sanitizer, sudah ada di setiap sudut ruangan, sudah mirip rumah sakit pokoknya. Ya, saya sendiri sebetulnya juga mulai was- was jika bepergian di tempat- tempat yang rawan tertular virus.

Yang sudah tersenyum itu China. Mereka sudah lulus ujian dalam menghadapi hal buruk. Banyak korban meskipun tidak terdengar mereka meratap, yang ada adalah mereka bekerja keras untuk lepas dari virus, saling membantu saling sokong, tidak perlu jualan agama, mengaku tentara Allah, Atau misuh misuh karena azab. Semuanya itu cobaan, Yang katanya tidak beragamapun tetap harus bekerja, lepas dari penyakit karena penyakit itu harus dilawan, dicegah bukan dirutuki, dianggap aib, dianggap hukuman dari Maha Pencipta.

Seharusnya pemuka agama menguatkan, memberi motivasi umatnya untuk kompak tanpa membedakan latar belakang agama, membantu dengan tulus sesamanya, siapapun, lepas dari virus yang sudah pasti menyebar. Bukan malah bikin panggung sendiri, membuat resah keyakinan lain.

Yah, mungkin saya juga mesti sadar diri bukan hanya mengkritik saja apa yang dilakukan pemimpin. Saya mesti belajar seperti Jokowi yang bisa memuji siapapun terlepas kadang setiap saat ia selalu menjadi sasaran lawan politiknya untuk disangsikan kinerjanya. Wong tidak mempunyai keturunan ningrat kok bisa menjadi presiden. Dan ketika sudah menjadi presiden para oposisi itu seperti selalu melihat kekurangan, pelit memuji, pelit memberikan jempol bila ada program Jokowi yang sukses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun