Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diskotek dan Sudut Pandang Manusia tentang "Dugem"

19 Desember 2019   08:02 Diperbarui: 19 Desember 2019   08:13 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber suryamalang.tribunnews.com

Diskotek itu destinasi wisata rohani yang menguras tenaga psikis. Bagi yang masih haus kasih sayang tetapi tidak tersalurkan datang saja ke diskotek. Tempatnya remang- remang minuman bir dan suara gelegar musik memenuhi ruangan. Parfum campur keringat dan bau alkohol menjadi satu senyawa yang tidak bisa dihilangkan.

Tubuh terus bergerak mengikuti suara musik. Jika diam dan hanya duduk malah pusing sebab suara yang menggelegar dari sound systemnya memang diperuntukkan untuk aktifitas motorik untuk mengimbangi gelegar musik. Tubuh terus bergerak mengikuti ritme musiknya dan hampir semua manusia yang berada diruang tersebut terus berjoget, tidak peduli enak ditonton atau tidak.

Saya pernah singgah dan merasakan suasana diskotek baik diskotik dangdut maupun diskotik yang menampilkan musik digital dengan bantuan DJ(Disc Jockey). Dua kali merasakan auranya setelah itu tidak pernah lagi. Saya suka dance, menari dan berjoget. Tetapi mengikuti gaya kota, kaum urban yang pengin mencicipi gaya kebarat- baratan dengan, refresing di diskotik cukuplah sebagai pengalaman.

Paling tidak saya sudah bisa cerita tentang bagaimana remang- remangnya diskotik, bagaimana suasana di dalamnya yang dihuni manusia -- manusia yang mungkin sedang galau, melepaskan penat dari tekanan kerja yang melelahkan, atau sekedar kompensasi dari suasana hati yang baru saja ditinggalkan pacar atau sedang bermasalah dengan pasangan. Gedebam gedebum diskotik membuat adiktif dan bagi mereka yang uangnya berlimpah tidak masalah jika mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli bir dan teman kencan yang mau diajak dansa bareng.

Kencan di diskotek itu apa sih asiknya bagi orang ndeso seperti saya. Boleh saya katakan seperti sedang trance atau bahasa kampungnya "ndadi" dalam bentuk tontonan bernama Jatilan. Dengan bergerak dan terus bergerak kekesalan, kekecewaan, hati yang ambyar sedikit terobati, ditemani teman kencan yang dibayar setelah menemani ajojing selesai.

Saya melihat jasa diskotik adalah membuat orang yang datang ke situ bisa melupakan masalah sejenak. Tetapi apa sih istimewanya jika pemimpin Jakarta  memberi penghargaan kepada diskotik colloseum yang berjasa dalam bidang pariwisata? Saya gak ngerti, dan sebetulnya tidak ingin mengaitkan juga dengan sentimen politik saya terhadap Pemimpin Jakarta saat ini. Ia sudah kenyang dirundung warga net dan saya meskipun bukan bagian dari 62 pemilihnya tidak ingin juga ikut- ikutan mengeroyoknya.

Anies Baswedan sedang melakukan eksperimen kata- kata. Iya sih saya percaya sedang menganalisa semua kata- katanya sebagai persiapan untuk merancang proyek pembangunan Jakarta. Dari narasi lalu aksi itu teori- teori pada intelektualis yang biasa lahir dari bangku kuliah. Tetapi apakah membangun kota narasi ampuh untuk melakukan eksekusi kebijakan Metropolitan yang kompleks?

Itu masalahnya. Penanganan kota bukan hanya dengan menebarkan narasi- narasi. Sama seperti saya yang penulis ini merasa tahu diri untuk tidak sok keminter menjadi pemimpin pemerintahan. Saya lebih setia menulis dan mengajar sebab menjadi pemimpin itu berat. Idealnya harus sinkron antara kata dan perbuatan. Padahal apalah saya lebih bermodal kata, narasi dan mimpi -- mimpi yang kebetulan tersalur lewat tulisan.

Tampaknya Anies masih terjebak pada masa lalu sebagai dosen, pemikir dan penggagas. Ia memang sangat cocok sebagai dosen, rektor dan intelektual. Tapi untuk menjadi pemimpin pemerintahan butuh letupan gagasan yang selaras dengan kemampuan dalam mengeksekusi masalah.Dan kata orang- orang yang berseberangan dengan segala gagasan Anies tampaknya lebih bagus jika Gubernur Jakarta itu lebih cocok sebagai intelektual yang berada lingkungan kampus bukan birokrat dan pemimpin yang mesti cepat mengeksekusi kebijakan dengan cepat.

Jakarta butuh hiburan, diskotik tersedia, gedung pertunjukan ada di mana -- mana. Aktifitas manusia untuk mencari rejeki pun "gayeng" ramai. Dari berdagang sampai pekerjaan yang bermodal tubuh indah dan senyum menggoda.Perputaran uang di Jakarta luar biasa, Sehari saja berapa triliun masuk. Dari sentra perdagangan di Tanah Abang, Glodok, Asemka, Mangga dua dan tempat tempat hiburan malam yang hidup sepanjang hari sampai pagi hari.

Tempat Karaoke keluarga maupun karaoke khusus. Hotel- hotel berbintang dengan transaksi- transaksi dari penyelenggaraan rapat pemegang saham sampai kesepakatan ekspor -- impor. Kesibukan para pemburu uang itu menyita waktu, melelahkan mental, membuat capai jiwa. Maka tidak usah munafik, disamping banyak orang melepas stres dengan berdoa dan bertafakur di tempat ibadah, banyak manusia perlu menghibur diri dengan berjoget ria di diskotek, distro, klub malam, kafe remang-remang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun