Mohon tunggu...
Dwi Apriliyanto
Dwi Apriliyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

Mahasiswa aktif S1 Pendidikan Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ngaji Filsafat "Pierre Bourdieu"

27 Oktober 2022   21:44 Diperbarui: 27 Oktober 2022   21:48 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pierre Bourdieu merupakan seorang filsuf prancis yang memfokuskan kajian pada filsafat sosial dan sosiologi kritis. Ia wafat pada 23 Januari 2002. Ilmunya sering disebut Sosiologi Kritis dan memiliki Masterpiece yaitu Distinction, a Social Critique of The Judgement of Taste. Bukunya tersebut disebut sebagai buku nomor 6 paling dahsyat di sosiologi. 

Ia dipengaruhi oleh gaya berpikir Karl marx, Max weber, Emil Durkheim dan masih banyak lainnya. Ia memiliki istri satu dan anak tiga. Ia memiliki kelemahan tidak mampu berbicara jelas diwaktu kecil. Ia perna mengikuti wajib militer meskipun pada akhirnya kembali menjadi seorang filsuf, dan ia dikagumi oleh teman-temannya karna kecerdasannya. Ia adalah filosof yang membahas teori yang paling membumi, meskipun istilahnya sangat ilmiah, namun ia membungkus dengan istilah sehari-hari.

Ia membicarakan mengenai Praksis Sosial, ia mengatakan bahwa praksis sosial adalah internalisasi dari eksterior dan eksternalisasi dari interior. Internalisasi eksterior dijelaskan sebagai segala sesuaitu yang diserap oleh seseorang dari luar diri perilaku sosialnya. 

Sedangkan eksternalisasi interior adalah ketika seseorang mengungkapkan hasil pemahamannya, persepsinya baik dalam perilaku, perbuatan dan interaksi dengan orang lain. Hidup kita sehari-hari berisi dua hal tersebut. Aspek interior dari sua hal tersebut yaitu disebut Habitus, sedangkan aspek eksteriornya disebut Arena. Kita punay haibut dan kita mempunyai arena, dan penetunya adalah modal yang kita miliki.

Habitus sendiri dapat diartika sebagai nilai sosial yang tercipta melalui proses  sosialisasi nilai-nilai yang berlangsung lama sehingga mengendap dan menjadi cara berfikir serta pola perilaku seseorang. Sholat pada awalnya adalah sebuah perintah yang diberikan kepada kita, dan kita menagnggapnya sebagai sebuah kebenaran, lalu kita menjalankannya secara terus menerus sehingga menjadi habit lalu pada akhirnya akan membentuk habitus. 

Habitus inilah yang terkadang membuat kita merasa tidak nyaman bila meninggalkan sholat. Habitus sangatlah berpengaruh pada seseorang, sampai-sampai ia mempengaruhi fisiknya juga. Habitus yang tertanam begitu kuat dalam diri seseorang yang pada akhirnya menjadi perilaku fisik disebut dengan Hexis. Habitus tersebut diperoleh dari penghayatan nilai-nilai yang ada pada lingkungan orang tersebut, kemudian mengendap dan menjadi cara berfikir seseorang.

Kapital adalah modal dalam membentuk habius. Kapital memungkinkan kita untuk mendapatkan kesempatan dalam hidup. Terdapat bebrapa jenis kapital yaitu ada kapital intelektual (pendidikan), kapital ekonomi (uang), dan kapital budaya (latar belakang dan jaringan). Kapital ini dapat diperoleh oleh seseorang bila ia memiliki habitus yang baik.

Arena adalah ruang khusus yang ada dalam masyarakat. Arena harus sesuai dengan habitus, ada bebrapa jenis arena dalam masyarakat seperti arena pendidikan, bisnis, seniman, dan politik. 

Jika anda ingin mempunyai arena yang berkualitas, maka anda harus memiliki habitus dan kapital yang berkualitas juga. Jadi dalam dunia ini, intinya dalah 3 yaitu siapa yang memiliki habitus paling kuat, kapital paling banyak dan arena yang paling sesuai, dialah sang pemenangnya di dunia sosial. Ketiga hal tersebut pada gilirannya akan melahirkan apa yang disebut dengan Dominasi Simbolik

Dominasi simbolik sendiri dijelaskan sebagai penindasan dengan menggunakan symbol-simbol. Penindasan ini tidak dirasakan sebagai sebuah penindasan, namun suatu hal yang normal dan perlu dilakukan. Artinya penindasan ini mendapat persetujuan dari pihak yang ditindas itu sendiri. Misalnya seorang guru yang memiliki kuasa atas peserta didiknya sehingga tidak mendapatkan perlawanan. Konsep ini dapat dengan mudah dilihat dalam pengawasan panoptik. Dominasi simbolik pada puncaknya akan melahirkan Doxa.

Doxa adalah pandangan penguasa yang diartikan sebagai pandangan seluruh kalangan. Masayarakat tidak lagi memiliki sikap kritis terhadap penguasa. Pandangan ini biasanya bersifat sederhana, popular, sloganistik, dan mudah dicerna oleh orang banyak meskipun mengandung banyak kesesatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun