Mohon tunggu...
Dwiagustriani Akhmad
Dwiagustriani Akhmad Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Semaput di Dunia Fantasi

28 November 2011   16:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:05 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_145276" align="aligncenter" width="448" caption="bersama maskot Dufan"][/caption]

SEWAKTU ke Jakarta setahun lalu, menemani suami yang sedang belajar bahasa di Lembaga Bahasa Internasional (LBI) Universitas Indonesia, aku menyempatkan diri ke Dunia Fantasi (Dufan), Ancol. Sebenarnya bukan menyempatkan diri, tapi merencanakan jalan-jalan ke wahana permainan yang setahuku paling besar di Indonesia. Dufan menjadi tempat yang paling pertama wajib dikunjungi menurut suamiku. Karenanya kami pun berkunjung ke wahana permainan tersebut .

Dunia Fantasi, Ancol  penuh dengan berbagai permainan. Mulai dari permainan untuk anak kecil hingga permainan yang memacu adrenaline. Cukup membayar Rp 150.000 dan aku telah mendapatkan akses penuh untuk semua permainan. Dengan catatan, harus bersabar antri. Karena tiap orang yang berkunjung pun membayar dengan harga yang sama. Apakah aku tipe manusia yang mampu menaklukan adrenalin? Hmmm....aku tak punya riwayat penyakit jantung. Aku tidak terlalu takut pada ketinggian. (Kecuali kalo di ujungnya ya...xixixixi). Aku cukup menikmati perjalanan udara meski sempat semaput saat naik kapal pertama kali. Pernah mencoba beberapa permainan di Trans Studio Makassar yang sedikit mengetes adrenalin. Namun kedua theme park ini lumayan banyak bedanya.

Mungkin aku tipe manusia yang cukup berani. Karenanya sebelum masuk di Dunia Fantasi, aku sudah berjanji pada diriku untuk mencoba semua permainannya. Mengapa? Nanti aku katakan alasannya. Pengunjung Dufan saat itu lumayan banyak. Ada dua perusahaan yang melakukan gathering. Selain itu hari minggu, hari untuk bermain-main. Tak heran berjejalan orang mengantri untuk masuk.

Permainan pertama yang kami coba adalah bianglala. Hahahaha. Sangat tidak menantang. Antriannya pun panjang. Karena rata-rata keluarga yang memiliki anak memilih permainan ini. Namun berada di dalam keranjang-keranjang dan harus menunggu orang-orang menaiki keranjang bianglala sampai penuh cukup menyeramkan. Karena kami tergantung-gantung selama sepuluh menit di tempat tertinggi. Membuatku berpikir ulang untuk pulang saja. Tak berani mencoba permainan yang lain.

[caption id="attachment_145277" align="aligncenter" width="336" caption="permainan kicir-kicir"][/caption]

Tapi karena sudah terlanjur bayar mahal rencana pulang harus diurungkan. Permainan Tornado dan Hysteria  dijejali orang-orang. Aku pun memilih Kicir-Kicir. Aku menyebutnya permainan kocok-kocok perut. Tak banyak orang yang ngantri di sini. Tinggi tiangnya tak seberapa. Namun putaran kursinya cukup membuat satu orang jatuh seperti mengkocok nomor-nomor arisan. Karena itu namanya kicir-kicir. Karena suamiku tidak mau menemaniku terpaksa aku ngantri sendiri. Saat duduk dikursinya pun aku sendirian. Sialnya ternyata goncangan jika main sendiri dan berdua itu berbeda.

Jika kau memiliki teman duduk disamping, kocokannya lebih seimbang. Tidak terlalu terguncang. Nah, jika sendirian kursimu lebih berat dan tak ada yang menyeimbangimu. Bersiaplah untuk putaran yag lebih memusingkan. Dan itu yang saya rasakan.Kursiku sudah miring ke samping saat mesinnya bergerak ke atas. Belum sampai pada posisi tegak dan memulai permainan yang sesungguhnya.

Bagaimana aku menggambarkannya? Begini saja, imajinasikan sebuah kocokan nomor-nomor arisan di akhir-akhir putaran. Kertas-kertas yang menggulung di dalamnya sudah mulai berkurang.Sehingga ketika kau menggocoknya lebih ringan, guncangannya pun lebih keras. Dan kertas-kertas itu pun bermanuver lebih leluasa. Itu terjadi pada diriku. Selesai permainan aku tak mampu menjejakkan kakiku di tanah. Lebih parah dari mabuk laut ternyata. Kakiku gemetaran. Untungnya tidak muntah.

Kicir-kicir saja sudah seperti ini. Apalagi kalo naik Tornado? Sekali lagi hampir aku meminta pulang saja. Tapi sekali lagi, lagi aku memilih untuk mencoba semuanya. Sudah terlanjur. Perlu menenangkan kepala dulu sebelum mencoba yang permainan yang menggetarkan kaki lagi. Pilihannya jatuh di Istana Boneka. Xixixixi. Kali ini suamiku menemani diriku, apaloginya adalah karena dia adalah antropolog jadi melihat kebudayaan dari berbagai negara adalah minatnya. Maklum di istana boneka ini penuh dengan boneka-boneka yang berbusana khas dari berbagai adat dan negara. Apologi diterima. [caption id="attachment_145278" align="aligncenter" width="448" caption="bersama suami yang takut mencoba berbagai wahana"][/caption]

Trus ngantri lagi buat petualangan 3D Journey to The Center Of The Earth.Ini antrinya pun bikin menangis. Huhuhuhuhuhu. Selepas pertunjukan hanya komen "Hah, Cuma itu saja?" Makin sore makin sedikit yang ngantri. Permainan Halilintar sudah tidak mengular lagi. Jadi lebih lowong. Kali ini berhasil membujuk suamiku untuk ikut main. Satu kata untuk permainan roller coaster ini, Pusing!!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun