Mohon tunggu...
Dwi Agustina
Dwi Agustina Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar Sepanjang Hayat

Alumni Pendidikan Masyarakat - Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Instagram : dwiia33 Berlisensi Metode Baca AHE, Hitung ASE dan Brainy English.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Muda Bukan Berarti Terburu-buru: Mengatasi FOMO dalam Pernikahan

26 Februari 2024   22:18 Diperbarui: 26 Februari 2024   22:34 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era yang dipenuhi dengan kemajuan teknologi dan tekanan sosial, keputusan untuk menikah seringkali dianggap sebagai salah satu langkah besar dalam hidup seseorang. Terutama bagi generasi muda yang hidup dalam era di mana segalanya terasa cepat dan kompetisi hidup semakin meningkat, seringkali kita merasa tertekan untuk mengejar standar sosial yang telah ditetapkan. Salah satu standar ini adalah pernikahan, dan terutama pernikahan pada usia muda. Pernikahan sering menjadi puncak dari daftar 'mimpi hidup' yang harus dicapai dalam waktu tertentu. 

Menjadi muda bukanlah alasan untuk terburu-buru dalam memutuskan untuk menikah. Masa muda itu sangatlah berharga, dan penting untuk tidak terjebak dalam perasaan sedih atau kegelisahan karena melihat banyak teman yang sudah menikah. Sebenarnya, realitanya menikah muda tidak selalu menjamin kebahagiaan, karena banyak yang menikah muda juga mengalami perceraian karena kurangnya persiapan yang matang. 

Data dan fakta menunjukkan bahwa tingkat perceraian di Indonesia menggambarkan tren yang meningkat, terutama di kalangan pasangan muda. Dikutp dari KOMPAS.COM bahwa tingkat perceraian di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 516.334 kasus yang didominasi oleh pasangan muda.  

Angka ini mencerminkan tantangan nyata yang dihadapi oleh banyak pasangan, termasuk mereka yang memutuskan untuk menikah pada usia muda. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami bahwa menunda pernikahan untuk mempersiapkan diri secara matang bukanlah tanda kelemahan, tetapi tindakan bijak yang dapat mengurangi risiko konflik dan perceraian di masa depan. 


Dalam sorotan ini, seringkali kita merasa tertekan oleh FOMO (Fear of Missing Out), takut ketinggalan dalam mencapai tonggak hidup yang 'seharusnya' dicapai pada usia muda. Namun, penting untuk menghentikan sejenak dan mengevaluasi makna sebenarnya dari kesiapan dalam pernikahan. Menjadi muda bukanlah alasan untuk terburu-buru dalam memutuskan untuk menikah, tetapi justru merupakan momen yang tepat untuk merenungkan dan memahami diri sendiri lebih dalam.

Berikut adalah beberapa pemikiran tentang mengatasi FOMO (Fear of Missing Out) dalam konteks pernikahan:

1. Menemukan Identitas Pribadi

Menunda pernikahan saat masih muda memberikan kesempatan bagi seseorang untuk menemukan identitas pribadinya secara lebih mendalam. Sebelum memasuki komitmen pernikahan, penting untuk memiliki pemahaman yang kuat tentang siapa diri kita sendiri, apa yang kita inginkan dari hidup, dan apa nilai-nilai yang kita pegang teguh. Proses ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, termasuk memiliki mentor dan mengikuti kelas pengembangan diri. Seorang mentor bisa memberikan arahan dan wawasan sesuai dengan pengalaman hidupnya, sedangkan kelas online akan memberikan insight mengenai minat dan bakat. Kombinasi antara kedua pendekatan ini merupakan formula agar seseorang dapat menjadi pribadi yang lebih baik, memperkuat identitas diri dan yang paling utama adalah dapat membuat keputusan pernikahan yang lebih berdasarkan dirinya.

2. Mengatasi Tekanan Sosial

FOMO sering kali dipicu oleh tekanan sosial dari lingkungan sekitar. Masyarakat sering menempatkan ekspektasi pada generasi muda untuk menikah pada usia tertentu. Namun, penting untuk mengenali bahwa tiap individu memiliki perjalanan hidupnya sendiri dan tidak ada yang salah dengan menunda pernikahan untuk mengejar kepuasan dan kebahagiaan tersendiri. Untuk mengatasi tekanan sosial tersebut, seseorang harus memiliki kepercayaan diri untuk mempertahankan keputusan tersebut karena pada faktanya nilai-nilai sosial tidak selalu sejalan dengan tujuan dan kebutuhan individu. Selain itu, seseorang harus membangun jaringan sosial yang dapat menghormati pilihan hidupnya. Karena dengan menghormati pilihan hidup oranglain membuat seseorang tidak terlalu terbebani oleh dampak tekanan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun