Apakah alam semesta ini ada tepinya? Apakah ada batasnya? Seandainya ada tepinya, di mana? Terus, yang di luar sana, apa?Â
Jangan-jangan alam semesta tidak berbatas.Â
Apakah benda terkecil di alam semesta, yang katanya bernama atom bisa dipecah lagi? Kalau bisa, sampai berapa pecahan lagi?
Jangan-jangan atom bisa dipecah sampai tiada batas.Â
Membayangkan ketiadabatasan 'jangan-jangan' dari alam semesta bisa bikin judeg, mumet, kentir. Lha ra kentir piye? Pikiren dewe.
Di tengah-tengah ketiadabatasan alam semesta yang jangan-jangan ini, yang membuat utek mletek, menarik untuk merenungkan sebuah wejangan Soeryomentaran, seorang ningrat Jawa, pemikir dan pelaku Kejawen yang kondang itu, yang kira-kira seperti ini isinya: 'yang terpenting dalam hidup adalah memikirkan, merasa, berkata dan bertindak yang baik-baik di sini dan sekarang'.
DI SINI DAN SEKARANG.
Bagi Soeryomentaram, yang membuat manusia eksis adalah DI SINI DAN SEKARANG memikirkan yang baik-baik, manut dan peka sama rosonya, dan berperilaku yang baik-baik, nggak peduli alam semesta itu bablas mbledos ra no batese, mungsret sret sret ra ono enteke.
Karena fokus pada di sini dan sekarang, manusia Soeryomentaraman nggak peduli apa yang akan mereka dapat NANTI setelah berbuat baik. Dapat pujian atau tidak ora ngurus, gak patek'en. Yang penting di sini dan NOW berbuat baik, bukan karena pamrih, tapi karena semata-mata ingin berbuat baik.
Menungsa Mentaraman saklek kleg ngetutke rosone. Ora peduli apabila gara-gara di sini dan sekarang taat sama rosonya malah NANTI-nya mlebu penjara. Ingat Bung Karno? Ingat Pangeran Diponegoro? Ingat - - - -? Ingat sopo? Pikiren dewe.
Di tengah-tengah ketidakterukuran alam semesta dan gonjang-ganjing bumi langit kelop-kelop, bagus juga kalau diri diajegkan, sebagaimana dinasehatkan Soeryomentaram, dengan melu rosone dewe-dewe, di sini dan sekarang.