Dalam ajaran Agama Hindu, keseimbangan alam semesta merupakan hal yang sangat penting dan harus senantiasa dijaga. Ketika dunia mengalami ketidak seimbangan akibat meningkatnya Adharma (ketidakbenaran), maka Sang Hyang Widhi Wasa berperan untuk memulihkan kembali keseimbangan tersebut melalui berbagai manifestasi-Nya.
Dalam perjalanan panjang kehidupan manusia, muncul pertanyaan abadi tentang kehadiran Tuhan di dunia. Dalam berbagai ajaran suci, terdapat kisah tentang saat Tuhan sendiri turun ke dunia untuk menegakkan kebenaran dan menuntun manusia menuju jalan dharma. Dalam ajaran Hindu, peristiwa ini dikenal dengan istilah Awatara yakni penjelmaan Tuhan dalam berbagai wujud demi menjaga keseimbangan alam semesta. Konsep Awatara menggambarkan turunnya Dewa Wisnu ke dunia dalam berbagai wujud untuk menegakkan Dharma (kebenaran) dan menumpas Adharma. Dalam kitab suci Bhagawadgita (IV.6-7), disebutkan bahwa Tuhan turun ke dunia setiap kali Dharma melemah dan Adharma meningkat. Hal ini menegaskan bahwa Awatara adalah bentuk kasih dan kepedulian Tuhan terhadap ciptaan-Nya.
Manifestasi Dewa Wisnu dalam berbagai bentuk, seperti Matsya (ikan), Kurma (kura-kura), Varaha (babi hutan), Narasimha (manusia berkepala singa), sampai Sri Kresna dan Buddha, menunjukkan bahwa Tuhan dapat menjelma dalam berbagai rupa demi menjaga keseimbangan alam. Setiap Awatara memiliki tugas dan makna simbolis yang berbeda, tetapi tujuan utamanya tetap sama, yaitu menegakkan kebenaran, menghapus kejahatan, dan mengembalikan keharmonisan dunia.
Awatara berasal dari bahasa Sanskerta ava yang berarti "turun" dan tara yang berarti "melintas" atau "menyeberang." Secara harfiah, awatara berarti "penjelmaan" atau "turunnya" Tuhan ke dunia dalam bentuk tertentu untuk tujuan khusus. Dalam ajaran Hindu, konsep Awatara menggambarkan wujud kehadiran Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) ke dunia guna menegakkan Dharma (kebenaran) dan menghapus Adharma (ketidakbenaran). Dewa Wisnu sebagai pemelihara alam semesta memiliki peran utama dalam menciptakan keseimbangan tersebut. Dalam menjalankan tugasnya, Wisnu turun ke dunia dengan berbagai wujud Awatara sesuai dengan kebutuhan zaman dan bentuk kejahatan yang muncul.
Dalam ajaran Hindu, Awatara bermakna turunnya perwujudan Ida Sang Hyang Widhi ke dunia dalam bentuk tertentu untuk menegakkan kebenaran (dharma) dan menghapus kejahatan (adharma). Dalam Visnu Purana, dikenal sepuluh Awatara utama yang disebut Dasa Awatara masing-masing muncul di berbagai zaman dengan misi yang berbeda-beda.
1. Matsya Awatara (Ikan Besar)
Matsya Awatara muncul pada zaman Satya Yuga. Ia berwujud ikan besar dan bertugas menyelamatkan benih manusia dari kehancuran akibat banjir besar. Kisahnya bermula ketika Raja Satyabrata atau Waiwaswata Manu bertemu seekor ikan kecil di sungai. Ikan itu kemudian tumbuh sangat besar dan mengungkapkan dirinya sebagai perwujudan Dewa Wisnu. Matsya memperingatkan tentang banjir besar yang akan melanda dunia dan memerintahkan Manu untuk membuat bahtera yang diisi pasangan berbagai makhluk hidup. Saat banjir tiba, Manu dan para pengikutnya diselamatkan oleh Matsya Awatara, yang menuntun bahtera tersebut hingga aman.
2. Kurma Awatara (Kura-kura Raksasa)Â
Kurma Awatara juga muncul pada zaman Satya Yuga. Dalam kisah Adiparwa, Dewa dan Asura bekerja sama untuk mengaduk lautan susu (Ksera Sagara) demi mendapatkan Tirta Amertham, air keabadian. Gunung Mandaragiri dijadikan tongkat pengaduk dan Naga Basuki sebagai tali pemutar. Agar gunung tidak tenggelam, Wisnu menjelma sebagai kura-kura raksasa dan menahannya di punggungnya. Kurma Awatara melambangkan kekuatan penopang dunia dan keteguhan dalam menjaga keseimbangan.
3. Waraha Awatara (Babi Hutan)
Waraha Awatara muncul untuk menyelamatkan bumi yang ditenggelamkan ke lautan kosmik oleh raksasa Hiranyaksa. Dalam bentuk babi hutan raksasa, Wisnu berperang selama ribuan tahun hingga mengalahkan Hiranyaksa. Setelah itu, Waraha mengangkat bumi dengan taringnya dan menempatkannya kembali di orbit semestinya. Kisah ini menggambarkan upaya menjaga dunia dari kehancuran.