Jakarta, 15 Agustus 2025 --- Stigma negatif yang melekat puluhan tahun pada Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) akhirnya terbantahkan melalui riset ilmiah. Anggapan bahwa masjid LDII akan dipel setelah digunakan jamaah dari luar dinilai keliru dan tidak berdasar. Fakta ini diungkapkan oleh Ahmad Ali, cendekiawan muda Nahdlatul Ulama (NU), dalam bukunya berjudul "Nilai-Nilai Kebajikan dalam Jamaah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)".
"Stigma ini sudah saya dengar sejak tahun 2002. Baru pada 2021 saya melakukan riset mendalam hingga akhirnya menerbitkan buku ini. Hasilnya, saya menemukan bahwa praktik LDII justru sejalan dengan prinsip taharah dalam Islam," ujar Ahmad Ali dalam pemaparannya, Kamis (15/8).
Stigma Lama, Fakta Baru
Menurut Ahmad, masyarakat selama ini hanya mendengar stigma dari "kata orang" tanpa pernah melakukan verifikasi langsung. Dalam risetnya, ia menemukan bahwa setiap masjid LDII memiliki standar kebersihan yang sangat ketat. Misalnya, selalu tersedia sandal di toilet, tempat wudhu, hingga ruang tamu, yang menjadi bagian dari upaya menjaga kesucian.
"Penggunaan sandal ini merupakan implementasi ajaran taharah. Tujuannya menjaga agar najis tidak terbawa ke area suci salat," jelasnya.
Ahmad juga mengungkapkan bahwa LDII konsisten menerapkan standar syariat dalam praktik sehari-hari, seperti penggunaan bak air minimal dua kulah (200 liter) sesuai hadis, agar najis yang bercampur dengan air dapat hilang.
Nilai-Nilai Kebajikan LDII
Dalam penelitiannya, Ahmad menegaskan bahwa LDII mempraktikkan nilai kebersihan, kedisiplinan, dan kemandirian. Hal sederhana seperti sandal yang ditata rapi menghadap keluar masjid mencerminkan kemandirian jamaah dan kedisiplinan kolektif.
"Kemandirian itu tergambar dari hal kecil. Setiap orang menata sandalnya sendiri, tidak bergantung pada orang lain," ungkap Ahmad.
Stigma Terjawab
Riset ini sekaligus menjawab stigma yang beredar di masyarakat. Tindakan "dipel" bukanlah bentuk diskriminasi, melainkan upaya menjaga kesucian tempat ibadah sebagaimana diajarkan Islam.
"Kalau tidak dilakukan riset, stigma ini akan terus dianggap benar. Padahal faktanya, praktik LDII memiliki dasar syariat yang kuat," tegas Ahmad.(Dery)
Sumber Resmi: Rilis Cendekiawan muda NU Ahmad Ali