Mohon tunggu...
Dudun Parwanto
Dudun Parwanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Traveler

Owner bianglala publishing, penulis, komika sosial media dan motivator/ trainer penulisan,

Selanjutnya

Tutup

Money

CNG Sebagai Bahan Bakar Praktis untuk PLTMG

17 Juli 2018   07:55 Diperbarui: 17 Juli 2018   08:31 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Persentase Kapasitas Pembangkit dari Bahan Bakar Fosil Tahun 2011 (Sumber: Handbook of Energy & Economics, 2013)

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014, menunjukkan bahwa cadangan gas alam di Indonesia mencapai 103,3 triliun kaki kubik. Dengan angka tersebut, menempatkan Indonesia berada pada posisi ke-14 sebagai Negara yang memiliki cadangan gas alam terbesar di dunia. Bahkan, di kawasan Asia, Indonesia merupakan penyimpan cadangan gas alam terbesar kedua setelah China yang memiliki cadangan sebesar 115,6 triliun kaki kubik Hal ini menunjukkan bahwa potensi gas alam Indonesia masih cukup besar untuk dieksplorasi lebih jauh.

Kendati memiliki cadangan gas yang cukup besar, namun gas alam di Indonesia belum digunakan secara maksimal. Saat ini sebagian besar gas alam tersebut diekspor ke pasar internasional. Untuk konsumsi domestik, proporsi pemakaian gas alam hanya berkisar 17 persen dari total kebutuhan energi Indonesia. 

Padahal jika mengacu pada tingkat produksi saat ini, cadangan gas alam Indonesia bisa bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama yakni sampai dengan 50 tahun.

Gas alam merupakan  bahan bakar fosil yang tegolong vital, khususnya sebagai energi penghasil listrik. Sebagai sumber energi, gas alam memiliki banyak kelebihan karena relatif bersih, dan ekonomis dibandingkan sumber energi yang lain. 

Hasil pembakaran gas hampir tidak menghasilkan emisi buangan yang merusak lingkungan. Gas merupakan salah satu bahan bakar yang bisa menggantikan peran bahan bakar minyak atau BBM maupun batu bara untuk pembangkit listrik. Mengingat kondisi tersebut, PT PLN mulai membuka keran untuk pengadaan pembangkit berbahan bakar gas. Dari tahun ke tahun penggunaan gas alam untuk pembangkit listrik, mulai naik.

Kapasitas pembangkit berbahan bakar fosil hingga tahun 2011 masih didominasi oleh pembangkit tenaga uap dengan kapasitas terpasang 16,32 GW. Dari total 34,51 GW kapasitas pembangkit berbahan bakar fosil yang terpasang tahun 2011, sebagian besar pembangkit terpasang di Pulau Jawa. Sementara hanya PLTD saja yang memiliki kapasitas lebih besar di luar Pulau Jawa. Berikut datanya.

Berdasarkan proyeksi kapasitas pembangkit yang tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPLN PT PLN Persero pada tahun 2013-2022, kapasitas PLTU dan PLTG akan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2022. Berikut tabel proyeksi kapasitas dan jenis pembangkitan.

 Gambar . Proyeksi Kapasitas Pembangkit Berbahan Bakar Fosil Tahun 2014 hingga 2022 (Sumber: Diolah dari RUPTL PLN, 2013-2022)
 Gambar . Proyeksi Kapasitas Pembangkit Berbahan Bakar Fosil Tahun 2014 hingga 2022 (Sumber: Diolah dari RUPTL PLN, 2013-2022)
Dalam RUPTL PLN, diprediksikan tambahan kapasitas pembangkit selama 10 tahun mendatang (periode tahun 2015--2024) untuk seluruh Indonesia adalah 70,4 GW atau pertambahan kapasitas rata-rata mencapai 7 GW per tahun.  

PLTU batubara akan mendominasi jenis pembangkit yang akan dibangun, yaitu mencapai 42,1 GW atau 59,8%, sementara PLTGU gas dengan kapasitas 9,1 GW atau 13,0% dan PLTG/MG sebesar 5,0 GW atau 7,1%.  Untuk energi terbarukan, yang terbesar adalah panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8% dari kapasitas total, disusul oleh PLTA sebesar 9,3 GW atau 13,1%. Sedangkan pembangkit lain sebesar 0,07 GW atau 0,1% berupa pembangkit termal modular, PLTS, PLTB dan lainnya.

PLTU batubara akan mendominasi jenis pembangkit thermal yang akan dibangun, yaitu mencapai 8,1 GW atau 45,5%, disusul oleh PLTG/MG dengan kapasitas 1,8 GW atau 10,3% dan PLTGU 1,3 GW atau 7,2%. Sementara untuk energi terbarukan khususnya panas bumi sebesar 2,6 GW atau 14,6%, PLTA/PLTM/pumped storage sebesar 3,9 GW atau 22,3%, dan pembangkit lainnya 0,01 GW atau 0,1%. Komposisi produksi energi listrik per jenis energi primer Indonesia diproyeksikan pada tahun 2024 akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 9% panas bumi, 6,6% tenaga air, 1,5% minyak dan bahan bakar lainnya

Dalam pengoperasian pembangkit listrik dari sisi biaya, urutannya dari yang paling murah yaitu PLTA, PLTU batubara, PLTP (panas bumi), PLTG/PLTGU berbahan bakar gas dan uap, PLTG/PLTGU berbahan bakar LNG dan urutan terakhir adalah pembangkit BBM yang memang paling mahal. Meski batu bara mempunyai nilai ekonomis, namun bahan bakar ini yang paling kotor dan menghasilkan polusi dengan level yang tinggi terhadap lingkungan.

Maka salah satu solusi dalam masalah lingkungan dan biaya adalah dengan pembangkit listrik tenaga gas. Namun gas ini sifatnya tidak selalu tersedia, maka diperlukan tempat penampungan atau storage untuk menampung gas yang sudah dimampatkan atau disebut sebagai Compressed Natural Gas atau CNG. PT Pembangkit Jawa Bali sebagai anak perusahaan PLN sudah membangun storage CNG antara lain di UP Muara Tawar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun