Mohon tunggu...
Healthy Pilihan

Kisruh Vaksin Palsu Akibat Mengabaikan Undang-undang Obat Keras yang Masih Berlaku di Indonesia

30 Juli 2016   21:47 Diperbarui: 30 Juli 2016   22:14 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bareskrim Polri menyatakan bahwa  tindak Pidana  Vaksin Palsu akan dikenakan  UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU no. 18 tahun 1999tentangPerlindungan Konsumen dan UU no.12 tahun 2012 tentang Pencucian Uang. (Sumber :Berbagai media masa bulan Juli 2016). Sama sekali  tidak pernah menyinggung  UU no.419 tahun 1949 atau Staatsblad  1937 no.541 tentang Obat Keras yang masih berlaku di Indonesia dipergunakan sebagai  pengawasan  Produksi dan Peredaran Vaksin. Mengabaikan UU Obat Keras salah satu faktor pencetus Vaksin Palsu di Indonesia.

Sebutan nama Obat.

Nama Obat didunia internasional  dibedakan menjadi: Ethical Drugs(Prescreption Drugs)  atau  Obat Keras dan OTC(Over the Counter Drugs) atauObat Bebas.: Ethical Drugsatau Prescreption Drugs bahasa Indonesia disebut Obat Keras yaitu mendapatkanobat harus dengan resepyang ditulis oleh mereka yang memiliki Medical Authority (Arsenijkundigebahasa Belanda) yaituDokter, Dokter Gigi dan Dokter Hewan. Dan diperoleh harus jugamelalui Apotek serta menggunakan juga mereka yang memilikiMedical Authority dapat  diceliakan ke perawat dan bidan. SedangkanOTC  Drugsatau Over The Counter Drug  bahasa Indonesia : Obat Bebasdiperoleh dimana saja dan digunakan oleh siapa saja.  Di IndonesiaEthical Drugs  dilindungi oleh satu Undang-Undang atau memiliki Payung Hukum  yaituUU no.419 tahun 1949atauStaatsblad 1937 no.541 tentang Obat Keras   masih berlaku di Indonesia.Vaksin sesuai  Obat  Daftar G dari  UU no.419 tahun 1949  pasal 1 ayat 1 g.Produksi dan Peredaran Vaksin di Indonesia  telah diatur  dalam UU no.419 tahun 1949 tentang Obat Keras  yang masih berlaku di Indonesia.

UU no.419 tahun 1949 tentang Obat Keras.

Vaksin sesuai  UU no.419 tahun 1949 dikategorikan sebagai Obat Keras, untuk mendapatkannya harus dengan menggunakanresep Dokterdan diperoleh harus  melalui Apotek. Vaksin  termasuk Obat Daftar G dari Obat Keras mendapatkannya harus  melalui resep  Dokter. Yang dapat menuliskan resep harus memiliki Medical  Authority (Bhs Belanda  Artsenijkundige) yaitu  seorang Dokter, Dokter Gigi dan Dokter Hewan  serta mendapatkannya harus melalui Apotek.   Menggunakan juga harus seorangDokter (dapat diceliakan kepada perawat atau bidan melalui pendidikan). Label  dari   ampul/botol maupun kemasan obat kerasatau  vaksin harus tertera dengan  simbol  obat keras yaitu:

Botol dan kemasan Obat keras harus ber-simbol.


Pasal 1b dan 1c. dari UU Obat Keras menetapkan Apoteker maupun Dokter dapat menjadi Pimpinan Apotek atau dapat meracik obat. Pasal 1c menetapkan Dokter  dapat meracik obat telah dianuler dengan PP no.51 tahun 2009  tentang Pekerjaan Kefarmasian. Danpasal 3 serta pasal 5 dari UU no.419 tahun 1949 tentang Obat Keras mengatur tentang Produksi dan Peredaran Vaksindi Indonesia telah  diatur dalam  PP no.51 tahun 2009 tentang  Pekerjaan Kefarmasian.

.

Pengawasan Vaksin.

Sesuai dengan UU no.419 tahun 1949 tentang Obat Keras  konsumen Vaksin adalah Dokter melalui resep Dokter dan bukan pasien atau anak yang akan disuntik. Obat Keras atau disebut   Ethical Drugs  dipromosikan hanya  melalui detailmen/detailgirl, tidak diizinkan dipromosikan secara umum. Baik mendapatkan (melalui resep Dokter)  maupun menggunakan vaksin adalah Dokter yang memiliki Medical Authority sedangkan menggunakan vaksin Dokter dapat men-celiakan kepada perawat atau bidan melalui pendidikan. Sehingga konsumen vaksin atau yang mendapatkan vaksin adalah Dokter melalui resep dan jugamenggunakannya  sesuai dengan UU no.419 tahun 1949 tentang Obat Keras. Konsumen vaksin adalah Dokterdanbukan pasien. Pengawasan vaksin yang utama dan yangpertamaadalah seorang  Dokter dikala mendapatkan dan akan menggunakannya vaksin.Terutama  pada saat menggunakan vaksin : Dokter, Perawat atau Bidan minimal harusmendeteksi secara fisik: botol/ampul,isi vaksincairanatau serbuk kering, warna vaksin, kemasan, symbol obat keras :  , masa kedaluwarsa dan lain-lain(Lihat Deteksi Vaksin Palsu)

Cara mendeteksi vaksin palsu.

Langkah awal mendeteksi vaksin palsu melalui  UU no.419 tahun 1949 atau Staatsblad 1937 no.514 tentang Obat Keras juga dipergunakan Undang-Undang .no.14 tahun 2001 tentang Patent.

Ada 3 (tiga) cara untuk mendeteksi vaksin palsu yaitu;

*Secara Fisikdengan memperhatikan: kemasan yaitu botol  atau ampul yang dipergunakan, label pada ampul atau botol apakah tercantum adanya symbol Obat keras, cairan atau bubuk dan warna vaksin dibandingkan dengan vaksin asli.  

 *Cara kimiawi dikerjakan di Laboratorium:dianalisa kandungan zat kimia  dijumpai dalam vaksin  baik komponen maupun kwantitasnya dibandingkan dengan  vaksin asli.

*Cara biologis dikerjakan dilapangan dan di Labora-torium  pada anak-anak yang telah divaksin: diukur  derjat  imunisasi (kekebalannya) terhadap vaksin yang dipergunakan biasanya dikerjakan sesudah munculnya kekebalan pada tubuh sang anak misal vaksin DPT muncul kekebalan sesudah 2 minggu.. Mengukur derjat kekebalan dapat dipergunakan terhadap perlu tidaknya divaksin ulang bagi anak yang akan yang disuntik vaksin palsu.  Dengan menggunakan 3 (tiga) metoda deteksi vaksin palsu tersebut diatas maka  penyimpangan: produksi dan  peredaran  Vaksin antara lainvaksin palsu. BPOMmengadakanpemeriksaan bila dijumpaivaksin palsumengadukannya ke Kepolisian dan Kepolisian yang mengadakan  Penyidikan/Penyelidikan. Tahun 2013 dijumpai pemalsuan vaksin tetanus dilaporkan ke-Polisian dan dibawa keranah Hukum didenda sesuai dengan Pasal 12 UU no.419 tahun 1949. (Laporan BPOM tahun 2013). 

Kesukaran mengawasi Obat Keras (Vaksin) .

Baik Kementerian Kesehatan maupunBPOM sukar mengawasi peredaran Obat Kerastermasukperedaran  Vaksindi Indonesia sesuai dengan UU no.419 tahun 1949atau Staatsblad 1937 no.514 tentang Obat Keras. Denganalasansebagai berikut: **Jumlah Obat Beredar termasuk Obat Keras terlalu banyak.Pada tahun 2006  Obat Bermerekyang beredar di Indonesia sejumlah4600 jenis,  belum termasuk  Obat generiksejumlah400 jenisyangberedar. (MIMS, 2006).  **Jumlah peredaran Obat Palsu tinggi  Indonesia termasuk vaksin palsu. WHO tahun 2015 memprediksi 25 % dari omset peredaran/produksi obat di Indonesia :  Rp.65 triliyun adalah  Obat Palsu mencapai Rp.16,25 triliyun.Berapa jumlah vaksin palsu  belum memiliki data. **Adanya Peredaran Obat on line termasuk Obat Keras maupunvaksin. Ditambah lagi kemajuan dalam bidang tehnologi dengan adanyaperdagangan obat on lineatau E. perdagangan Obat termasuk vaksin akan lebih sukar didalam pengawasan peredaran Obat Keras termasuk Vaksin. Misal Obat Keras daftar G termasuk Vaksin  untuk mendapatkannya harus dengan resep Dokter yang ditulis Dokterdan mendapatkannya harus melalui Apotek. Dengan Electronik Obat;  Obat keras dapat diperoleh dimana saja:sukar diawasi. ** Masyarakat menginginkan harga obat mahal tetapi aman penggunaannya.Misal vaksin DPT yang diproduksi Bio Farma murah harganya tetapi penggunaan menimbulkan panas badan anak post vaksinasi. Vaksin DPT impor post suntikan tidak meningkatkan suhu tubuh tetapi mahal.

**Penyimpangan produksi dan peredaran obat keras termasuk peredaran vaksin Hukuman sangat ringan. Sesuai pasal 12 dari UU no.419 tahun 1949 tentang Obat Keras Penyimpangan Produksi/Peredaran Vaksin hanya beberapa juta rupiah saja: ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera.

Undang-Undang  dipergunakan menghukum Kejahatan Vaksin Palsu

Pelanggaran terhadap: Produksi dan Peredaran Vaksin di Indoneia sesuai UU no.419 tahun 1949 (Staatsblad 1937 no.541)  atau pelanggaran  berbagai pasal  dari UU no.419 tahun 1949akan dikenakan Pidana sesuai Pasal 12:Hukuman penjara setinggi-tingginya 6 bulan atau denda uang setinggi-tingginya 5.000 gulden. Dan sesuai dengan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) pada pasal:512.Sehingga Kejahatan Vaksin Palsudi Indonesia dapat dituntut melalui  UU no.419 tahun1949tentang Obat Kerasbeserta undang-undang lainnya  seperti  UU.no.36 tahun 2009tentangKesehatan, UU no. 18 tahun 1999tentangPerlindungan Konsumendan khusus kepalsuan vaksin    UU no.14. tahun 2001 tentangPatent.

Jakarta 21 Juli 2016.

dr.drh Mangku Sitepoe

Anggota IDI.NPA.1102.514.90

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun