Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengatasi Kecemasan Secara Estetik: Kisah The Wose dan Keceriaan Hidup

26 Juli 2021   15:03 Diperbarui: 26 Juli 2021   21:55 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengatasi Kecemasan Secara Estetik  (Gambar: Instagram/thewose)

Saya sempat mengira kalau golongan masyarakat yang tak dapat dilanda kecemasan adalah seniman. Seperti yang sering kita jumpai, jika melihat gerak-gerik dan gelagat para seniman yang tampaknya hepi-hepi terus hidupnya. Akan tetapi, apakah kondisi pademi 1 tahun lebih ini juga dapat memantik kecemasan seniman?

Prana, seorang pria 28 tahun, adalah salah satu pegiat seni  mural atau grafiti yang saya kenal. Saya kurang tahu bagaimana lebih tepatnya untuk menyebut aktivitas kesenian Prana.  

Apakah dia seorang seniman jalanan ( street art), seniman kontemporer, pelukis atau perupa? Yang jelas ia sudah belasan tahun menggambar The Wose.

Mural dengan nama Karakter The Wose itu dapat terlihat pada dinding-dinding di bangunan terbengkalai, di cela-cela semak liar, di tepian gang-gang kecil, juga di tikungan jalan raya yang penuh kesibukan.

Kalau kita pernah melihat gambar The Wose, maka kita akan menemukan nuansa keceriaan yang dominan.


Kisah The Wose dan Keceriaan Hidup: (Sumber: Instagram/thewose)
Kisah The Wose dan Keceriaan Hidup: (Sumber: Instagram/thewose)
" Konsepnya  lebih ke figur anak-anak kecil sih," tutur Prana ketika saya jumpai di kediamannya. Prana bercerita bahwa energi kanak-kanak, romantisme masa kecil, serta kewajaran hidup anak rumahan merupakan nafas dalam proses kreatif The Wose. Hal tersebut terwujud dalam pilihan warna, kecenderungan ekspresi dan guratan wajahnya.

Melalui The Wose yang ia lukiskan di pojok-pojok jalan sejumlah kota itu, Prana ingin bilang, " Hei, hidup jangan tegang-tegang banget dong," kepada orang-orang yang sedang dalam perjalanan menuju kantor, tempat bekerja, berjualan, dan siapa saja yang sedang memperjuangkan hidupnya. 

Meski demikian, kini Prana mulai menyadari kalau spirit The Wose itu bukan berarti hanya ditujukan untuk orang lain, melainkan juga untuk dirinya sendiri.  Karena rupanya ia juga "sempat" mengalami cemas untuk satu tahun belakangan ini. Tanda kutip pada kata "sempat" itu akan terjelaskan pada bagian akhir tulisan ini.  

Menarik untuk diketahui, bahwa Prana memandang kerja seni bukan hanya tentang uang.  Baginya, menggambar itu memiliki dua sisi.  

Secara bisnis, ia bekerja keras untuk menemukan pasar permintaan yang cocok dengan konsep gambar The Wose. " Gambar art work cafe, halaman hotel, apartemen, panggung, restoran, event komunitas, dan lain-lain itu biasanya dalam sebulan bisa dua sampe tiga kali sih ," tutur Prana. 

 

Mural The Wose: (Sumber: Instagram/thewose)
Mural The Wose: (Sumber: Instagram/thewose)

Dengan menerima proyek ( pesanan ) mempercantik dinding ruangan,  dari 2-3 proyek perbulan saja sudah dapat menghidupinya. Itu yang membuat Prana tidak terlalu pusing ketika hengkang dari kerja kantoran. Artinya, Prana yang masih bujangan itu mendapatkan kecukupan finansial melalui sisi tersebut.

Di sisi lain,  menggambar The Wose di jalanan bagi Prana adalah semacam pengabdian terhadap keindahan hidup. Mewarnai  dan memperindah sisi-sisi usang di sudut jalanan adalah semacam rutinitas Prana sejak 2007 silam. 

Prana menghidupkan The Wose pada tembok-tembok tak bertuan dengan kocek pribadi, sebagai penyebaran spirit "keceriaan", sekaligus rasa sukur terhadap kuas dan warna yang ia cintai sejak kecil. 

Ketika ditanya dari mana  belajar menggambar? Ia tidak menyebut kampus atau pun sekolahan. Walau bisa saja itu berperan. Jawaban yang dipilih oleh Prana adalah belajar mandiri sekaligus kolektif.  Prana menyebut komunitas Artherapy Movement di Bekasi, begitu berhasil membuat hasrat berkeseniannya tumbuh dan berkembang. Akan tetapi, kini Prana mulai lebih fokus ekpolarasi diri sendiri.

Prana dan Mural The Wose (Sumber: Instagram/thewose)
Prana dan Mural The Wose (Sumber: Instagram/thewose)

Ketika  covid-19 melanda, Prana mulai mengalami gejolak mental yang saya sebut "sempat" cemas di awal tulisan. Tanda petik di kata cemas itu untuk penegasan bahwa Prana tidak cemas sebagaimana orang umumnya. Sebab, Prana cukup sigap mengatasi kecemasan tersebut dengan cara estetik.

Prana berkisah bahwa pelaku bisnis seperti kuliner, coffee shop, tempat hang out dan hal-hal yang berkaitan dengan urban-kultur sedang mati gaya.  

Permintaan gambar menjadi tak biasanya. Kalau pun ada, sering kali negosiasi harga cat gagal dan menjadi buntu. Sehingga projek pesanan gambarnya menurun. 

Yang menjadi gawat baginya adalah intensitas mural The Wose di jalanan jadi ikut menurun juga. Mau tidak mau, Prana harus menutup dompet lebih rapat dan mengurangi pembelian cat.

" Gambar di jalan itu juga berkurang banget. Biasanya paling enggak setiap minggu gambar. Nah waktu pandemi ini paling mentok sebulan sekali, itu juga kadang-kadang," tutur nya siang itu.

Kondisi pandemi dengan segala pembatasan sosialnya, membuat Prana  pelan-pelan mengurangi menggambar The Wose di jalanan.  Ia pun sempat cemas tapi bukan terhadap kematian, melainkan kepada tanggung jawab hidupnya bersama The Wose.

Hal tersebut yang kemudian membuat Prana akhirnya merenung kembali, bahwa ia dan The Wose sejatinya bukanlah tentang kuas, cat, dan tembok saja. 

Lebih dari itu, ia dan The Wose adalah kodrat keceriaan hidup. Sehingga ketika saya menjumpainya di masa PPKM ini, Prana menjadi lebih rajin duduk di hadapan Laptop.

Prana kembali mendalami tools-tools baru untuk mengembangkan skill gambar secara digital. Ia bawa The Wose ke dalam ranah digital. Sejumlah proyek tak terduga pun berdatangan walau bukan di dinding. 

Prana berkisah dengan girang, bahwa kini The Wose sudah masuk ke desain-desain benda kecil dari bungkus kebab, dompet, tempat pensil, korek api, dan lain sebagainya. 

Ajaibnya lagi, siang itu Prana sedang menyusun desain The Wose untuk suatu figur mainan. Capaian pertama yang tak pernah ia bayangkan.

The Wose akan masuk ke dalam pameran mainan anak-anak yang begitu bergengsi. Prana kegirangan ketika mendapat undangan tersebut.  " Ini untuk  Museum Of Toys,tapi belum tahu kapan pamerannya," tuturnya dengan semringah. 

Prana & The Wose ( Dokumen Pribadi)
Prana & The Wose ( Dokumen Pribadi)

Marendra Agung J.W 

7-25-2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun