Mohon tunggu...
Khudori Husnan
Khudori Husnan Mohon Tunggu... Freelancer - peminat kajian-kajian budaya populer (https://saweria.co/keranitv)

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Benarkah Jomblo Membuat Bahagia?

25 Oktober 2020   07:32 Diperbarui: 25 Oktober 2020   08:42 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Status  jomblo atau sendirian tanpa pasangan tampaknya bukan lagi sebuah beban. Barisan jomblo bisa dengan mudah mengobati kegalauan  mereka dengan  menyalurkannya ke berbagai kegiatan seperti 'traveling', berkumpul dengan komunitas-komunitas hobi, giat bekerja, kumpul dengan keluarga , dan aktif di media sosial seperti YouTube, TikTok, Facebook, Twitter atau Instagram.

Tapi, benarkah media sosial cukup mujarab mengobati kesendirian? Jangan-jangan, media sosial hanya menawarkan kesenangan semu bagi para jomblo, untuk menghilangkan kegalauan dan  malah membuat mereka terjebak pada  kesepian akut, seperti  hasil sebuah penelitian yang mengaitkan penggunaan media sosial dengan depresi dan kesepian?

Kesendirian ternyata tak melulu soal hidup sendiri terpisah dari kehadiran orang lain. Kesendirian semacam itu boleh jadi karena kita terlanjur dijejali informasi yang mendukung anggapan bahwa  kesendirian memang berarti terasing dari lingkungan sekitar, hingga kesendirian  pun kerap dimaknai sebagai  aib.

Padahal, berbagai catatan sejarah menyatakan bagi para mistikus, kesendirian adalah sebuah keistimewaan di mana para mistikus dapat  dengan khusyuk berhubungan langsung dengan Dia Yang Maha Esa. Sementara itu, dalam kesendiriannya, para pujangga menghasilkan mahakarya, musisi mencipakan lagu, seorang pembaca dapat menyelami buku-buku yang sedang dibacanya.

Orang bisa dapat dapat menikmati kesendirian tanpa harus merasa terisolasi  seperti halnya  seseorang yang hidupnya merasa  sepi dan sendiri di tengah keramaian lingkungan dan atau di tengah-tengah keluarga mereka.

Pada saat yang bersamaan,  ternyata tak semua orang menyukai mereka yang memilih kesendirian. Kesendirian sering diartikan sebagai bentuk penarikan diri dari hiruk-pikuk dunia sehari-hari. Orang yang jatuh cinta pada kesendirian, sering dituding sebagai  egois dan bersikap masa bodoh pada   masalah-masalahan konkret yang ada di sekitarnya.

Para pemuja kesendirian dituding  gagal paham memaknai manusia sebagai  mahluk sosial yang tak bisa hidup tanpa kehadiran manusia lainnya. Lagi pula, bukankan kebahagiaan paripurna adalah ketika seseorang bisa  membahagiaan orang-orang tersayang yang ada di dekatnya, termasuk suami atau istri,  ayah, ibu, adik, kakak dan atau sanak keluarga lainnya?

Pada titik ini, orang-orang yang  bersikeras  memilih kesendirian sebagai pilihan dan gaya hidupnya acapkali disebut sebagai orang yang secara kejiwaan tak stabil dan  bermasalah. 

Pasalnya, hubungan dengan pihak lain, dalam cinta, persahabatan, pernikahan, kekerabata, dan sebagainya  menjadi dasar bagi  terwujudnya ketertiban sosial dan tercapainya kebahagiaan lahir dan batin.

Kesendirian dianggap bukan  pilihan yang bijak  bagi kehidupan saat ini. Lihatlah! Ada berapa banyak komunitas berdasar hobi yang ada di sekitar kita, dari mulai komunitas pecinta motor gede hingga perkumpulan masyarakat pecinta ikan cupang; dari arisan keluarga hingga kumpulan alumni sekolah. Menjadi bagian dari suatu kelompok tertentu, seolah-olah menjadi lambang pergaulan  di zaman ini.

Dua kubu sama kuat di atas tampak sulit didamaiakan atau dicarikan titik temu. Hal itu dikarenakan   sudut pandang kita dalam memikirkan kesendirian selalu dari sudut pandang diri sendiri alias individual bukan dari sudut masyarakat.

Padahal, yang dibutuhkan adalah adanya  lingkungan masyarakat yang bisa mengartikan ulang  kesendirian;  menerima kesendirian sebagai sebuah pilihan yang arif dan bijaksana;  Sebuah lingkungan masyarakat yang mengerti kapan warganya memerlukan kesendirian, tak mau larut dalam kegaduhan.

Dalam arti ini,  kesendirian adalah  ketentraman manakala  lingkungan terdekat penuh sesak dengan kemunafikan, kegaduhan, desas-desus, dan kenyinyiran-kenyinyiran  yang justru dapat memecah belah keutuhan suatu hubungan dan bahkan persatuan bangsa.

Seseorang memilih sendiri  bukan karena dia  secara kejiwaan menyimpang, melainkan karena dia  menjunjung tinggi sikap sosial yang jauh  lebih tinggi dan mendalam dibandingkan  sikap sosial yang berlaku di sekelilingnya,  tapi  penuh  kepalsuan.  

Mereka  memilih sendiri bukan karena  membenci  perkumpulan atau komunitas; Mereka  hanya lebih memilih untuk berdiam diri di rumah  ketimbang  menerima basa-basi  tak berfaedah  yang ditawarkan komunitas.

Akhirnya, lewat  filosofi kesendirian  inilah, mereka yang masih sendiri, memilih sendiri, dan atau sedang dalam kondisi  jomblo studium akut,   akan tertolong dan bisa  mendapatkan kembali gengsinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun