Mohon tunggu...
dradjat budiyanto
dradjat budiyanto Mohon Tunggu...

the best submarine engineer ever born, now deeply involved in trying to make master pieces: to do something worth for mankind, for country and nation, to realize a dream!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

“Usaha Meningkatkan Jaminan Keselamatan Jiwa Para Penumpang Kapal Motor"

30 November 2009   12:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:08 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1.PENDAHULUAN

1.1.Prakata:

Belum hilang kenangan sedih kita tentang malapetaka yang telah menimpa KM. (Kapal Motor) Satriya Nusantara, milik perusahaan pelayaran PT. Jembatan Madura, yang terjadi di perairan Utara Jawa, yang telah menelan korban sekitar 300 orang, kini, cuaca buruk yang terjadi setiap tahun dalam Musim Barat, kali ini, lagi lagi telah menelan korban: KM (Kapal Motor) Mutiara Prima, telah tenggelam dilaut, diperairan Majene, Sulawesi Barat, disekitar tenggelamnya pesawat Adam Air beberapa waktu yang lalu, pada hari Minggu 11 Januari 08, dengan membawa korban jiwa diperkirakan mencapai sekitar 250 orang (Referensi: Jawa Pos, 12 Januari 08 hal.1).. Tidak sampai duahari berikutnya, tepatnya Selasa 13 Januari 08 jam 17.00, kapal kayu Rismat Jaya tenggelam diperairan muara Sungai Ewer, Asmat, Papua, dengan lima ABK masih dalam pencarian. Kemudian, sehari setelah itu, Rabu 14 Januari 08, jam 01.00, KM Bangka Jaya Ekspres, karam diperairan Kurau Bangka Tengah, dengan lima ABK masih dalam pencarian. (Referensi: Jawa Pos, 15 Januari 08 hal.1). Agaknya, “potret kelabu” perhubungan laut Indonesia masih belum juga memperoleh tanda tanda akan terbit nya fajar yang cerah: suatu pelayaran laut dengan jaminan keselamatan jiwa penumpangnya yang sedikit lebih baik. Dan, selama ini, maaf, kelihatannya belum tampak adanya suatu usaha riil yang dilakukan oleh instansi yang bersangkutan dengan perhubungan laut, untuk mencoba memperbaiki situasi yang tentunya telah mencoreng nama baik Indonesia secara keseluruhannya dimata pelayaran Internasional! Yang telah dilakukan hanyalah sekedar himbauan, agar, dalam suasana laut yang tidak bersahabat, kapal kapal dilarang untuk melaut!

Kita masih kurang, atau mungkin belum sempat memikirkan, bagaimana efek himbauan ini terhadap mereka para nelayan, yang untuk makan esok pagi bagi keluarganya, harus men cari dilaut pada hari ini. Kita belum pernah memikirkan, jalan keluar secara teknis riil, bagimereka mereka yang memang harus kelaut, bagaimanapun keadaan lautnya, agar dapat berangkat dari satu pelabuhan pemberangkatan dan tiba dipelabuhan tujuandengan selamat. Mereka ini adalah para awak kapal transportasi antar pulau (dan para Nahkodanya tentunya), karena mengepulnya asap dapur mereka besok atau lusa, hanya akan terjamin dari berangkat nya mereka kelaut mengantarkan penumpang dan muatan hari ini. Kita mungkin lupa, atau pura pura lupa, bahwa mereka sebenarnya adalah para pahlawan, berdampingan dengan (dan samasekali tidak ada niatan untuk mengecilkan arti) TNI. Angkatan Laut, ikut punya andiljasa mempertahankan integritas Negara Kepulauan (Archipelagic Country) kita, dengan melaksanakan kehadiran dilaut (presence at sea), dan mempersatukan pulau pulau kita yang belasan ribu jumlahnya, dan terpencar diseluruh perairan Nusantara, dengan kapal kapal mereka, yang nota bene, mungkin belum pernah kita pikirkan jaminan keselamatannya!

Lebih parahnya lagi, adalah sikap lembaga tertinggi yang paling memiliki wewenang untuk mengadili masalah masalah semacam ini,juga terkesan amat “abuabu”, kesalahan tenggelamnya kapal senantiasa ditimpakan kepada Nahkoda secara pribadi: tidak pernah ada pengusutan secara tuntas terhadap managemen perusahaan pengelola kapal yang seharus nya mutlak ikut bertanggung jawab atas tenggelamnya kapal milik perusahaan tersebut: rasanya tidak pernah diberitakan, adanya inspeksi mendadak, baikterhadap segi jenis dan jumlah peralatan keselamatan yang seharusnya terdapat dikapal secara sekaligus diseluruh kapal kapal milik perusahaan pelayaran ( sebab, bisa terjadi, peralatan penyelamat tersebut lengkap saat satu kapal diperiksa, tetapi, kemudian, dipindahkan kekapal lain yang akan diperiksa), pemberian wewenang kepada Nahkoda untuk lebih mengutamakan menyelamat kan penumpang dari menyelamatkan kapal (seperti wewenang untuk memutus jangkar yang di”lego” dalam menghadapi problema kehilangan tenaga pendorongan, tetapi, lalu kemudi an macet, tidak bisa di”hebob” saat kapal dilanda ombak dari satu sisi), bebas terbukanya jalur/pintu menuju geladak penyelamat (agar penumpang kelas tidak terjebak di dalam rua ngan saat kapal mengalami kedaruratan), pengumuman agar seluruh penumpang mengguna kan pelampung keselamatan dll, sebagai mana yang tercantum dalam SOLAS (Save our live at sea).

Al Qur’an, Surat Aali ‘Imraan ayat 71:

Hai ahli kitab, mengapa kamu mencampuradukkan yang benar dengan yang bathil, dan mengapa kamu menyembu nyikan yang benar, padahal kamu mengetahui?

Mengingat hal hal yang tidak pernah dapat dilakukan tersebut adalah wewenang birokrasi (yang maaf, sekali lagi maaf, kemungkinan besar para pelakunya “terpaksa harus mau beker ja sama” dengan pihak pengusaha kapal) yang tidak dapat diganggu gugat, dan adanya kebe naran yang sejati yang tidak pernah dapat diungkapkan (periksa Al Qur’an surat Aali ‘Imraan ayat 71 yang disitir diatas), maka, kini dicoba diusahakan, suatu metoda penyelamat an penumpang kapal yang mengalami musibah kapalnya tenggelam (demi Allah, semoga kecelakaan semacam ini jangan sampai terjadi lagi), yang didasari oleh kaidah teknis, yang menekankan kepada peningkatan kemampuan apung kapal, agar kalaupun kapal terpaksa harus mengala mi kecelakaan/kedaruratan, akan tetapi diharapkan bahwa kapal tidak lalu tenggelam, jatuh kedasar laut, dan hilang samasekali dari permukaan, akan tetapi, masih mengapung dan tergantung dipermukaan, sehingga masih tetap dapat menjadi tempat berpegangan bagi para penumpang. Metoda ini secara teknis akan amat mudah dilaksanakan oleh pemilik kapal sendiri, sejauh mereka memang memiliki niatan dan mau berusaha lebih menghargai jiwa penumpang dan anak buah kapalnya.

1.2.Maksud dan tujuan penulisan.

Maksud dari penulisan makalah ini adalah pemasangan suatu sarana teknis berbentuk semacam “ship’s livebuoy box”, kotak peralatan keselamatan pengapung kapal, yang akan tetap dapat menjamin, walau kapal mengalami kecelakaan, akan tetapi, kapal tidak akan hilang samasekali dari permukaan air, jatuh dan tenggelam kedasar laut, melainkan masih akan dapat tetap mengapung dan tergantung dipermukaan, sehingga masih dapat diperguna kan sebagai tempat bergantungnya penumpang dan awak kapal, selagi mereka menunggu kedatangan pertolongan team SAR, dengan tujuan, meningkat kan jaminan keselamatan jiwa para penumpang kapal motor dilingkungan perhubungan laut di Indonesia, dengan memper tinggi probabilitas terselamatkannya para korban bencana kapal karam tersebut, dengan kelebihan kemudahan untuk diketemukan, sertamemiliki tingkat survival yang lebih tinggi (daripada kalau mereka lalu harus menyelamatkan diri de ngan berdiri sendiri sendiri dan berpencaran).

1.3.Ruang lingkup penulisan.

Ruang lingkup penulisan ini berkisar sekitar kapal sebagai sarana angkutan laut, keseluruhan karakteristiknya yang memungkinkan kapal berlayar, laut sebagai tempat beroperasinya kapal beserta seluruh perilakunya yang diperkirakan akanmenyebabkan ka pal mengalami kecelakaan tenggelam atau terguling/terbalik, membahas segala cara cara yang dipergunakan dalam penyelamatan diri saat kapal tengge lam, teori serta pengalaman praktis yang dipergunakan sebagai landasan penulisan konsep, dan pemanfaatan karakteris tik kapal saat kehilangan daya apungnya, dalam usaha memperoleh suatu cara yang paling feasible, suitable dan acceptable dalam usaha untuk tetap dapat memanfaatkan kapal yang tenggelam tersebut untuk membantu menyelamatkan penumpang dan awak kapal yang men jadi korban, mengalami kedaruratan kapal karam, ditengah laut.

1.4.Metode pendekatan dan cara penulisan.

Metoda pendekatan yang dilakukan dalam penulisan ini adalah metoda analisa kwalitatif, yang didasari oleh data data quasi experimental yang diperoleh langsung dari penerapan dila pangan dan dari studi kepustakaan, bukan dari sumber statistik maupun penelitian dasar, sedangkan cara penulisannya dilakukan dalam bentuk karangan militer, berusaha agar dapat mendekati cara System Theory sedekat mungkin, dengan mencoba membahas keseluruhan hal yang memiliki keterkaitan dan mempunyai pengaruh dengan masalah utama, dan dida lam usaha mencari contoh, memanfaatkan permodelan Operation Research, dan sedapat mungkin, memberikan reasoning dengan menggunakan perhitungan matematis, agar memberikan kesempatan untuk melaksanakan “debuging” dan memudahkan pengujian asumsi/hipotesa.

1.5.Pra-anggapan

Didalam tulisan ini akan dipergunakan beberapa praanggapan, yang dalam tulisan ini dibuat berkaitan secara amat erat dengan keabsahan konsep/masalah yang dibahas, antara lain:

a. suatu kapal, dengan ditambahi perlengkapan “livebuoy box” yang akan berfungsi sebagai suatu “closed buoyant body”, dengan volume sekitar 4 % dari bobot kapal, pada saat tenggelam tidak akan hilang begitu saja, jatuh kedasar laut, akan tetapi, masih akan mampu menggantung dipermukaan dengan bantuan “closed buoyant body” nya.

b. Dalam hal kapal tenggelam, lalu tergantung dipermukaan (meminjam istilah kapalselam: berada dalam kondisi setengah menyelam), dan tidak hilang begitu saja kare najatuh kedasar laut, kapal masih akan mampu menerima beban keseluruhan penum pang dan awak kapal yang bergantungan pada dirinya.

c.Para ilmuwan, dan para ahli bangunan kapal, walaupun menganggap bahwa konsep ini adalah suatu “anomali” didalam Disiplin Ilmu Bangunan Kapal, akan tetapi, demi kemanusiaan, demi maksud tulisan ini (mohon disimak judul pokok tulisan), akan tetap bersedia bekerja sama, membantu memecahkan solusi yang ingin dicapai dari pelemparan makalah ini.

d.Para korban kapal karam, akan memiliki probabilitas terselamatkan jiwanya yang jauh lebih tinggi, bila mereka dapat menyelamatkan dirinya secara bersama sama, bergerombol, dengan menggunakan peralatan yang dapat “menampung” mereka di”atas” nya: lifecraft, petikayu dll, dibandingkan bila mereka harus terapung dilaut hanya de ngan menggunakan livejacket, schwimvest semata, apalagi, kalau kapal mereka yang tenggelam, masih menggantung dipermukaan dan bisa dijadikan tempat bergantungan!

1.6.Pengertian khusus.

Didalam penulisan ini, dipergunakan beberapa “pengertian khusus”, yang hanya berlaku untuk menjelaskan permasalahan dalam tulisan ini. Sebagian istilah mungkin terpaksa harus diterangkan dengan bahasa teknis karakteristik kapalselam, sebab, situasi seperti ini tidak pernah dijumpai dalam karakteristik kapal atas air. Pengertian yang dipergunakan disini, ada kemungkinan tidak akan pernah dijumpai dalam penulisan lain.

Praanggapan: adalah suatu situasi, yang diharapkan akan terjadi, yang akan menun jang hipotesa awal penulisan. Bila situasi yang di harapkan ini ternyata tidak terjadi sesuai dengan yang dikehendaki, maka keseluruhan konsep tulisan ini akan dianggap gugur, bak kuncup bunga yang layu sebelum berkembang, dan gugur sebelum mekar.

Open Buoyant Body: suatu volume tertentu, dalam bentuk ruangan yang terbuka, yang akan menjamin kapal dapat terapung, akan tetapi, bila nilai ini terlampaui, maka kapal akanmengalami kehilangan keseluruhan daya apungnya, dan akan tenggelam. Dalam praktek: freeboard, ketinggian lambung dari garis air kegeladak tengah.

Closed Buoyant Body: suatu volume tertentu, dalam bentuk ruangan yang tertutup, yang akan menjamin kapal dapat terapung, juga, walaupunnilai ini terlampaui,kapal akantetap memiliki sebagiandaya apungnya, dan tidak akan tenggelam, mela inkan, akan tergantung dipermukaan. Teori ini yang dipergunakan sebagai dasar untuk mendesign kapal dengan karakteristik “zwei kompartemen schiffe”.

Timbul penuh (kapalselam): adalah suatu kondisi, dimana kapalselam berada diatas air, dengan draft sesuai data teknis kapal dalam keadaan normal. Seluruh TPP (Tangki Pemberat Pokok)terhembus dengan UTT (TPP grup tengah) maupun UTR. (TPP grup depan dan belakang)

Kedudukan setengah menyelam: kapalselam terapung, menggantung dipermukaan air, dengan TPP grup tengah saja yang terhembus. Kapal terbenam diair diluar batas draft yang wajar, permukaan air laut naik sampai kepuncak lingkar pressure hull. Hanya daerah “free flooding space” saja yang berada diatas air. Kedudukan ini labil, kapalselam tidak diijinkan berlama lama dalam posisi setengah menyelam, karena jarak G-M kritis (pada kapal selam double hull), mendekati minimal. Kapal harus segera timbul penuh, atau menyelam samasekali. Situasi semacam ini terjadi pada saat kapalselam berada diatas air dan akan menyelam, atau saat berada dibawah air dan akan timbul. Untuk mengatasi hal ini, KKM akan selalu menyarankan Komndan agar senantiasa mengambil haluan memotong ombak tegak lurus, guna menghindari kemungkin an bahaya kapalselam terbalik diterjang ombak.

Kapal (atas air) mengapung: adalah suatu kondisi, dimana kapal berada diatas air, de ngan draft sesuai data teknis kapal dalam keadaan normal, garis air tepat pada plimsol mark (tanda apungan air laut normal)

free flooding space: suatu ruangan dikapalselam, yang pada saat kapal menyelam, akan tergenang dengan air, akan tetapi, tidak akan memberikan pertambahan berat. Secara teknis matematis, dikatakan, bahwa air yang menggenangi free flooding space, tidak mempunyai pengaruh apa apa terhadap kesetimbangan B = G.

“zwei kompartemen schiffe”:kapal dengan design dua kompartemen. Kapal dengan design ini, memiliki sekurang kurangnya sepuluh ruangan. Dalam hal separuh dari jumlah ruangan ini tergenang air karena kedaruratan, serangan musuh dan lain lain, kapal jenis ini masih akan mampu mengapung, dan bahkan mampu bertempur. Secara teknis matematis, dikatakan, bahwa setengah bagian kapal yang lalu merupakan “closed buoyant body” akan mampu menahan berat setengah bagian kapal lain, terma suk berat air yang menggenanginya.Catatan: dipersyaratkan, bahwa ruangan yang tergenang tidak seluruhnya terletak dibagian depan / atau dibelakang longitudinal metacenter, dan tidak pula berada pada salah satu sisi kiri saja atau kanan saja, dari tranversal metacenter, dan, disiplin pintu kedap tetap dipegang teguh!

Kapal (selam) menyelam, dan welltrimm: kapalselam dikatakan menyelam, apabila seluruh badan kapalselam berada didalam air, melayang dengan posisi sumbu longitu dinal kapal sedjajar dengan permukaan air. Kapal dapat dibawa kekedalaman mana pun, dengan hanya menggunakan kekuatan pendorongan dan hydroplane, tanpa per lu menambah/mengurangi isian tangki pengatur dan trim. Dalam istilah praktis, dikatakan, kapal melayang, boot schwimm, dan secara teknis matematis, dikatakan, bahwa kapal selam mengalami situasi kesetimbangan B = G (buoyancy equal to gravity) , dan kesetimbangan sigma momen = zero.

Kapal atas air tenggelam: kapal atas air tenggelam, apabila air telah menggenangi keseluruhan ruangan dikapal. Karena tidak lagi memiliki daya apung samasekali, maka kapal akan tenggelam, hilang dari permukaan air karena jatuh danmasuk kedasar laut. Situasi yang tidak menguntungkan inilah, yang akan dicoba dirobah me lalui tulisan ini.

Double hull design: suatu design kapalselam, yang memiliki dua badan (twin hull), yaitu pressure hull (badan tekan) dan casing (badan luar). Diantara casing dan pressu re hull, terdapat bagian “Free flooding space” yang biasanya dipergunakan untuk menyimpan alat alat peralatan bahari dan labuh. (Kapalselam type WhiskeyClass, Kilo class ex Rusia, GUPPY class dan TANG class, ex US Navy, type I s/d type XXVII ex Kriegsmarine/Angkatan Laut Jerman saat Perang Dunia kedua)

Anomali:suatu situasi, dimana keadaan berlainan samasekali dengan keadaan yang biasanya, sebagaimana permukaan air yang harusnya mendatar, akan tetapi, pada kenyataannya naik pada pinggiran gelas, tetapi, permukaan air raksa yang justru turun pada pinggiran gelas, dan tidak dapat diterangkan hanya dengan sekedar uraian sepotong duapotong rumus dari teori pendukung yang ada dalam bidang tersebut.

1. Hebob jangkar, 2. lego jangkar, 3. jangkar makan: istilah khusus pelaut, yang berturut turut artinya: 1. jangkar diangkat dari dasar laut, dinaikkan kembali kekapal, 2; jangkar dilepas, dijatuhkan kedasar laut, agar “mengikat” kapal pada posisi yang dikehendaki, 3. Kuku jangkar masuk kedasar laut, sehingga menahan jangkar, untuk tidak terseret keposisi lain. Dengan sendirinya, kapalpada ujung rantai jangkar yang lain, juga lalu ikut tertahan.

2. PENGENALANMASALAH

2.1. Mencoba mengenal laut secara lebih mendalam, dan bagaimana terjadinya ombak.

Bumi kita, bila dibandingkan dengan planet planet lain ditata surya kita, merupakan planet yang paling banyak mengandung air, sehingga, kadang kadang, orang menyebutnya seba

gai “planet air” (diterjemahkan dari istilah “Wasserplanet” referensi “Der Grosse bild atlas der Ozeane”, Orbis Verlag, Muenchen). Bagaimana Bumi kita dapat memiliki air sebanyak itu, hingga saat ini masih merupakan rahasia Ibu Bumi yang belum terpecahkan. Ada banyak teori yang berusaha menjelaskan tentang hal tersebut, antara lain ada yang mengatakan, bahwa air datang justru dari bagian dalam Bumi, Erdinneren! Bahkan, hingga saat ini, masih banyak ilmuwan yang percaya, bahwa dibagian ceruk ceruk kerak Bumi yang lebih dalam, terdapat air dalam jumlah yang berlebihan. Mungkin, musibah Lumpur LAPINDO di Porong, Sidoarjo, adalah salah satu kiatpara ilmuwan kita untuk membuktikan hal tersebut, sayangnya, ternyata, airnya yang keluar bercampur lumpur!

Akan tetapi, ada teori yang terakhir, yang mengatakan, bahwa air tersebut datang dari kegiatan gunung berapi, yang melontarkan asap yang mengandung uap air sampai kesuatu keke tinggian dilangit, dan, ketika asap tersebut mencapai ketinggian tersebut, karena bersinggungan dengan udara yang dingin, dan mencapai dew point temperature, uap air akan mengembun, bersatu, mulai membentuk titik titik air, lalu, karena beratnya sendiri akan turun dan jatuh keBumi sebagai hujan, dan mulai mengisi ceruk ceruk Bumi yang paling rendah. Kejadian ini berlangsung ratusan juta tahun, dan akhirnya, kita melihat hasilnya, dalam bentuk yang kini, secara umum,kita sebut dengan nama laut. Ceruk Bumi yang terrendah, yang bverada dipermu kaan kulit Bumi, yang paling dulu terisi air, dan tentunya lalu menjadi bagian yang terdalam dilaut,kini kita kenal dengan istilah palung laut, dan bagian terluas dari bagian terrendah di Bumi, yang terisi air, kita kenal dengan sebutan Samudra.

Referensi/sumber gambar: “ Der Neue Grosse Weltatlas”, Chur/Schweis.

Dengan berputarnya Bumi pada porosnya, maka terjadilah angin, yang akan bertiup dise luruh permukaan Bumi. Angin yang bertiup dipermukaan laut, akan menghasilkan suatu bentuk, yang secara umum, kita kenal dengan nama ombak.

2.2. Laut, dengan (hampir) keseluruhan perilakunya yang sebenarnya sudah dapat dipra dugakan terlebih dahulu.

Sebenarnya, apa yang terjadi dilaut, hampir keseluruhannya telah berhasil direkam oleh teknologi manusia (dengan perkecualian: Tsunami, periksa catatan dibawah). Kita harusnya tahu, apa yang akan terjadi disuatu waktu tertentu, dalam musim dan/atau bulan bulan tertentu.Kalaupun kejadian tersebut berupa ombak, kita bahkan sebenarnya telah tahu, seberapa besar ombak yang akan terjadi. Dibawah ini dicoba untuk mengemukakan hal hal tersebut diatas, melalui beberapa gambar dan sketsa, yang diharapkan, lalu akan menjadi contoh apa yang harus kita pelajari, dalam menentukan, lebih tepatnya, mempersiapkan, apa yang harus kita lakukan dalam suatu waktu tertentu, disituasi laut tertentu. Kalaupun kita harus berlayar, kita lalu tahu dengan pasti, apa yang sebaiknya kita persiapkan dengan sematang mungkin, agar kita tidak akan menjadi korban yang cuma mati sia sia.

Gambar diatas ini mencoba memberikan penjelasan, bagaimana terjadinya angin muson, baik Muson Barat Daya maupun Muson Timur Laut, yang berobah setiap pergantian musim, dan kemudian akan mempengaruhi timbulnya gelombang diperairan Indonesia. Besarnya ombak/ge lombang yang terjadi diperairan Indonesia, timbul karena pengaruh angin muson tersebut, telah banyak merenggut nyawa para penumpang kapal, yang kapalnya karam oleh karena tidak dapat bertahan terhadap hantaman ombak tersebut. Dan, celakanya, kita senantiasa menyalahkan Tuhan dengan kejadian tersebut, dengan mengatakan “force majeur”, the Act of God, terhadap bencana yang sebenarnya telah kita ketahui asal usulnya tadi.

Catatan: Tulisan tentang Tsunami, dengan judul “Mitigasi Bencana Tsunami”, telah dikirim kan ke RISTEK/BPPT a/n Bpk. Pariatmono, Ketua Pelaksana ICTW, International Conference of Tsunami Warning dengan Consignment Note TIKI no: 02 006 842 9772 tertanggal 05 Desem ber 2008, akan tetapi, hingga saat konsep ini direlease belum ada tangggapan.

Kecuali pengaruh angin muson, aliran arus laut juga terjadi karena perbedaan profil temperature sebagaimana yang ditayangkan dalam gambar diatas ini. Dengan adanya perbedaan temperature, secara teoritis, lalu akan ada perbedaan kadar garam, dan hal ini menambah lagi pengaruh dalam

terjadinya arus diseluruh lautan diDunia ini.

Ramalan cuaca, nilai ratarata tekanan udara, arah sirkulasi angin dipermukaan dunia.Disini akan dapat dilihat, bahwa ketiga haltersebut, masih ditambah lagi dengan Coreolis Force, ternyatasaling silangmempengaruhi

Gambaran lima sirkuit utamaarus dilautan seluruh dunia, dan tigapuluh delapan nama anak arus yang ditimbulkannya. Nama arus utama tertera didalam peta, anak arus ditulis disebelah kanan gambar.

.

Gambar diatas ini, suatu ikhtisar tentang arus laut yang terjadi khusus di Samudra Pazifik, dalam usaha mencoba memperjelas, bagaimana struktur arus yang paling berpengaruh terhadap perair an Indonesia.

2.3. Bagaimana kapal dapat terapung diatas permukaan diair.

Setelah kita lebih mengenal laut beserta seluruh permasalahan yang dapat ditimbulkan nya, dari pembahasan pada dua titik terdahulu diatas, maka kini, pembahasan akan dilanjutkan dengan mengenal lebih jauh kapal, yang akan kita pergunakan sebagai sarana perhubungan/tran sportasi dilaut. Kapal dapat terapung diatas permukaan air, berdasarkan kaidah Archimedes, yang menyatakan, bahwa suatu benda yang dicelupkan kedalam air, akan mengalami daya apung yang besarnya akan setara dengan berat air yang dipindahkan oleh bagian benda yang tercelup diair (yang disebut juga dengan istilah teknis: volume displacement ). Catatan: untuk membeda kan dengan daya apungan yang lain, yang akan dibahas pada beberapa titik dibelakang nantinya, daya apung ini akan disebut dengan istilah “open buoyant body”. Dalam hal kapal mengalami kebocoran, dan air masuk mengge nangi sebagian dari kompartemen kapal, dengan catatan, jumlah air yang masuk masih dalam batas besarnya daya apung cadangan kapal (reserve buoyancy), maka daya apung kapal akan turun setara dengan berat air yang masuk kedalam ruangan kapal, akan tetapi, kapal masih akan terapung. Apabila kemudian air masuk telah menggenangi seluruh kompartemen kapal, maka kapal akan kehilangan daya apungnya samasekali, dan kapalpunlalu akan tenggelam kebawah permukaan air, dan, jatuh kedasar laut!

Sekedar sebagai gambaran, suatu kubus baja dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi 1 feet, gambar A disketsa 1 diatas, akan tenggelam bila dimasukkan kedalam air, karena displace mentnya hanya sebesar 1 (satu) cubicfeet, sedangkan beratnya mencapai 490 pound (periksa sketsa 1 diatas). Akan tetapi, baja dengan berat yang sama, 490 pound, bila dibentuk sebagai sebidang plat, seluas 6 feet X 6 feet, dan pinggirnya ditekuk setinggi 1 feet, hingga berbentuk tongkang, de sign ini akan menga pung diair, bahkan, kecuali mampumenga pung, design ini juga masih mampu ditamba hi dengan beban seberat 1800 pound, karena volume diplacementnya menjadisebesar 36 cubic feet,sebelum akhirnya akan tenggelam karena kelebihan muatan! (pe riksa gambar B disketsa 1 diatas) (referensi: “Principles of Naval Engineering”, NAVPERS 10788-8, US Navy ). Disini, perlu ditekankan, bahwa bentuk tersebut akan tenggelam, karena air lalu akan masuk kedalam ruangan tongkang tersebut, dan menambah beratnya sehingga melam paui daya apung / daya muatnya.

Adalah akan amat berbeda halnya, bila tongkang tersebut berbentuk kotak yang tertutup rapat kedap pada semua sisi: kiri kanan, depan belakang, dan atas maupun bawah. Daya apungannya sebagai suatu bentuk “closed buoyant body”, akan jauh lebih tinggi dari “open buoyant body”. Hal ini akan dicoba diterangkan nanti dibawah, dalam pembahasan lebih detail pada titik 3.2. Design kapal “zwei kompartemen Schiffe” dari Angkatan Laut Rusia, dan titik 3.3. Kapalselam dengan tangki bahan bakar menggunakan “sistema toplewa toplewom”.

2.4. Kesalahan kesalahan fatal yang dapat mengakibatkan kapal mengalami kecelakaan.

Suatu kapal yang normal, kecuali memiliki daya apung untuk mengapungkan berat diri nya sendiri, juga memiliki daya muat, yang lalu akan dapat diartikan sebagai kemampuan kapal mengangkut muatan. Kelebihan membawa muatan (termasuk kelebihan membawa penumpang) akan mengakibatkan kapal mengalami kehilangan daya apung cadangan, dan kondisi semacam ini akan amat rawan, khususnya pada saat kapal mengalami kondisi laut dengan gelombang yang tinggi. Kapal akan relative mudah mengalami kecelakaan tenggelam, karena sudah tidak lagi me miliki daya apung cadangan, yang sebenarnya diperlukannya pada saat kritis seperti kondisi yang disebutkan disini.Kedua kesalahan ini sebenarnya akan amat mudah ditengarai, sejak saat kapal masih berada dipelabuhan, yaitu, garis air kapal akan naik melebihi plimsol (tanda apungan kapal). Kecuali kesalahan memuat yang melebihi kapasitas, kesalahan perletakan muatan, ter masuk kesalahan pelaksanaan lashing (mengikat muatan besar dan berat, agar saat ada ombak ti dak berubah / menggeser dari tempatnya semula) juga dapat mengakibatkan kesetimbangan kapal dalam sisi transversal mengalami gangguan. Secara teknis, hal ini disebut dengan merubah jarak G-M mendekati nilaikritis, dan memperpendek lengan momen yang penyeimbang kapal. Gangguan ini akan menyebabkan kapal rawan terhadap bahaya terbaliknya kapal. Yang memperparah situasi ini, sehingga dari arah luar, kapal kelihatannya aman aman saja, adalah perilaku managemen kapal merubah tanda apungan /plimsol mark kapal tanpa pengujian daya apung, atau juga pengurangan ballast untuk menambah kapasitas muat. Kedua perilaku yang menyamarkan kondisi yang sebenarnya dari kapal tersebut, yang tidak akan teramati dari luar, akan tetapi,berdampak amat fatal, khususnya ketika kapal harus menghadapi situasi kritis seperti ombak besar dan angin kencang!

Kecuali kesalahan kesalahan yang “sengaja” diperbuat oleh manusia tadi, juga ada kesalahan yang terjadi secara “tidak sengaja”, yaitu gangguan system pendorongan saat kapal da lam kondisi berada dilaut dengan ombak yang tinggi. Dengan tidak memiliki kemampuan berma nuvra, maka kapal tidak akan dapat lagi mengarahkan haluannya untuk memotong arah ombak, agar tidak kena ombak lambung yang memiliki potensi tinggi untuk menggulingkan kapal. Kebo coran kapal juga dapat dimasukkan dalam kategori kesalahan ini, akan tetapi, sebenarnya, masih lebih dekat pada kesalahan yang “sengaja” dibuat manusia: bila pihak manajemen kapal rajin melaksanakan docking rutine terhadap kapalnya, maka kemungkinan plat lambung mengalami kebocoran ditengah laut akan dapat dicegah sedini mungkin.

Disamping itu, masih ada lagi kesalahan lain, yang dilakukan justru oleh orang dari luar kapal: kapal yang terpaksa lego jangkar karena mengalami gangguan pendorongan, dan saat om bak besar datang dari salah satu lambung, yang menyebabkan kapal miring, jangkar yang dilego ternyata macet dan tidak dapat dihebob (ditarik), dalam situasi semacam ini, secara proseduril, seharusnya jangkar dan rantai jangkar dilepas sama sekali (catatan: pada dasar kotak rantai jangkar selalu akan ada kait otomatis, yang dalam keadaan darurat, dapat dipergunakan untuk melepas samasekali jangkar dan rantainya, sehingga membebaskan kapal dari bahaya keterba likan), sehingga haluan kapal akan berubah mengikuti dan mmemotong arah datangnya gelom bang. Akan tetapi, ada kemungkinan, karena managemen takut kehilangan jangkar yang “mahal” harganya, lalu diberikan perintah lain, yang melarang hal tersebut dilaksanakan:Nahkoda dilarang melaksanakan procedure tersebut, dan jangkar tetap dibiarkan “makan”, sehingga akhirnya lambung kapal yang ditimpa gelombang bertubi tubi dari satu sisi, tanpa dapat menghadapkan haluan kapal agar menjadi tegaklurus terhadap / untuk memotong arah dating nya gelombang, makin lama makin miring, sampai melewati batas kemiringan yang diijinkan, dan kapal pun terbalik. Disiniterlihat, peran managemen yang lebih menghargai harga jangkar dan rantainya, daripada nilai nyawa 300 orang manusia!

Kesalahan lain lagi, yang nyata nyata dilakukan oleh manusia, akan tetapi, effectnya ba

ru terlihat setelah bertahun tahun kemudian, sehingga kecelakaan yang terjadi kembali lagi se olah olah karena the Act of God,adalah penurunan kekuatankonstruksi kapal, khususnya kapal kapal PLM (perahulayar motor), pada bagian buritannya. Khususnya, gejala ini akan terjadi pada PLM, yang design awalnya dioperasikan tanpa menggunakan motor. Hal ini kemungkinan besar terjadi karena dalam mengikuti era modernisasi, para pemilik PL(tanpa M) laluberamai ramai melengkapi PL(tanpa M) mereka dengan mesin outboard, dengan kekuatan yang tidak distandarkan, sehingga menjadi PLM. Getaran yang terjadi, terus menerus dari hari kehari, dari bulan kebulan, dari tahun ketahun dari mesin outboard ini, akan membuat konstruksi PLM, yang awalnya didesign tidak untuk dioperasikan dengan menggunakan motor, lalu mengalami sema cam “material fatique”, yang tidak pernah terlihat gejala gejalanya. Hal inilah yang kemungkinan besar menyebabkan bagian buritan PLM dalam mengalami hantaman angin sakal plus ombak buritan yang besar, dapat tiba tiba pecah dengan sendirinya.

2.5. Bagaimana sebenarnya gambaran kapal, secara permodelan teknis/matematis, menga lami kedaruratan.

Secara teoritis, suatu kapal yang memiliki seaworthiness/kelaik lautan yang benar, tidak mungkin terbalik kena terjangan ombak. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: kapal dengan penataan muatan yang benar, akan memiliki suatu kesetimbangan dalam sisi tranversal, dengan model sebagai berikut.

Dalam hal kapal diterjang oleh ombak, disini, sementara belum ada permodelan lain yang lebih mendekati,ombak dimodelkan sebagai suatu bentuk setengah kerucut tidur, (periksa rumus m21, m22 dalam table dibawah, referensi:”Technische Formelsamlung” bagian Dynamik M3 Gieck, Gieckverlag, D-82110, Germering, Deutschland, dan “DUBBEL, Taschen buch fur den Maschinenbau”, W.Beitz und K.H. Kuttner, Springer Verlag, Berlin.hlm. 146, serta periksa juga catatan 6) dgn titikberat massa air ombak terletak pada 1/3 tinggi ombak, dan momen inertiasebesar:

J = (3/160).m (4r2 + h2)

Gambar 2.5.1: kapal stabil.

dimana J: momen inertia ombak

m: massa air ombak (tinggi ½ r X lebar ombak 2r X panjang ombak h)

r: jarijari kerucut ombak

h: panjang ombak (dari ekor sampai kesisi bawah angin).

Gaya J ini akan bekerja pada sumbu a-a, periksa gambar dalam tabel, dengan titik tangkap gaya pada Sdijarak ¼ h dari sisi bawah angin ombak, dihadapkan pada dinding kapal. Dalam hal tinggi ombak h, dan tinggi dinding kapal (freeboard) juga h, dan kapal mengalami oleng sebesar ά0, maka gaya yang akan bekerja pada dinding kapal adalah sebesarJ = (3/160).m (4r2 + h2),yang akan menghantam dinding kapal pada ketinggian 1/3 h.

Gaya tersebut akan ditahan oleh kapal, yang dengan berat kapal, G ton, akan memberikan momen yang menyeimbangkan kapal sebesar G (dalam ton) X GZ (dalam meter). Dari kedua rumus gaya tersebut, lalu dapat dikatakan, bahwa kapal baru akan terbalik diterjang ombak, apa bilaJ X (1/3h) X sin ά = (1/3) X sin ά X(3/160).m (4r2 + h2)lebih besar dari pa- da nilai [G(dalam ton) X GZ (dalam meter)].

Catatan:

1. dalam hal ombak datang dalam suatu frekwensi yang rapat, maka mungkin, model ombak harus dirobah, bukan menggunakan model setengah kerucut tidur, karena panjangnya ekor ombak lalu menjadi pendek, melainkan menggunakan model setengah bola, periksa rumus m23, m24). (yang terbaik: periksa catatan 6)

2. dalam kenyatannya, ombak bukan datang hanya satu kali, melainkan berkali kali. Saat ombak pertama melewati bagian bawah kapal, maka pada sisi kanan kapal, ombak yang pertama datang, lalu akan memberikan suatu buoyancy extra, yang akan lebih mening katkan kinerja momen penyeimbang, dalam bentuk lebih menyeimbangkan kapal dari oleng kanan. Kapal akan makin aman dari kemungkinan terbalik.

3. dalam hal panjang kapal l dan lebar ombak yang datang r sesuai notasi dirumus, dan l/r = n, maka kapal akan mengalami hantaman ombak n kali berturut turut dalam tempo yang singkat, dikalikan frekwensi datangnya ombak f.Komandan kapalselam yang bijak, akan senantiasa mengambil haluan memotong arah datangnya ombak, menghindari kapal kena ombak lambung, bila perlu, berlayar zigzag sebagaimana kalau kapal layar terpaksa berlayar dengan angin yang datangnya justru dari arah tujuan pelayaran. (Pengalaman pelayaran kedaerah sadaca di Bawean, dengan KRI Pasopati 410, dgn Komandan letkol Soeprajitno IX, terakhir, laksma) sebelum berangkat ke Timor Timur).

4. dari perumusan diatas, akan dapat diperhitungkan terlebih dahulu, seberapa jauh baha yanya bila suatu kapal dengan ketinggian lambung (freeboard) h bila harus berlayar dalam kondi si laut dengan ketinggian gelombang setinggi/apalagi kalau lebih tinggi dari h(precalculated risk). Perhitungan iniakan dapat dijadikan dasar untuk menahan Nachkoda dari keinginannya untuk tetap berangkatberlayar. Dalam hal kapal telah terlanjur dilaut, untuk memperkecil bahaya terbaliknya kapal dari hantaman gelombang, maka disarankan agar kapal berlayar dengan zigzag, haluan diusahakan selalu memo tong arah datangnya ombak dengan sudut sebesar besarnya, kalau bisa tegak lurus, juga walau hal ini lalu akan memperpanjang jarak tempuh sampai kepelabuhan tempat tujuan, akan tetapi, haluan ini relative lebih aman daripada kalau kita kena ombak lambung.

5. Dalam kenyataannya, kapal membutuhkan sejumlah waktu t tertentu, dari oleng sebe sar ά untuk kembali keoleng 00. Waktu ini tergantung dari jarak G-M. Pada jarak G-M yang amat tinggi, waktu ini akan amat singkat, kapal dikatakan “stiff”,sedangkan, makin pendek jarak G-M, maka waktunya akan makin lambat, dan ayunan kapal seperti ini disebut bersifat “tender”. Penentuan jarak G-M, brbeda beda pada masing masing kapal, pada CA Carrier, Aircraft (kapal induk) 4 s/d 6 feet, pada DD (Destroyer Leader) 3 s/d 4 feet, pada DE (Destroyer Escort) 3 s/d 5 feet. (refrensi: “Principles of Naval Engineering”, NAVPERS 10788-B, US Navy). Pada kapal niaga, nilai ini akan merupa kan ” bargaining” dari keselamatan dan kenyamanan: terlalu stiff juga lalu tidak nya man, tetapi, terlalu pendek jarak G-M juga lalu berrisiko amat tinggi!

6. Referensi rumus dinamik yang juga dipergunakan dalam pembuatan model matematik: “DUBBEL, Taschenbuch fur den Maschinenbau”, W.Beitz und K.H. Kuttner, Springer Verlag, Berlin.hlm. 146

7. Untuk memperoleh permodelan ombak yang lebih teliti, mohon menggunakan referen si: “ Numerical Modelling of Ocean Dynamic”, Zygmunt Kiriwalik, T.S.Murty, Zyg mund Zowalik, Advanced series ocean engineering)

Jadi, sebenarnya, kapal yang cara pemuatannya dimanage dgn baik, sesuai dengan persya ratan yang dikehendaki oleh aturan kelaiklautan / seaworthiness, dan rumus kesetimbangan ka pal, kemungkinannyauntuk mengalami kedaruratan sampai tenggelam adalah amat kecil. Rasanya, model yang diterangkan diatas tadi, lalu akan dapat dipergunakan, untuk menguji, apa kah kapal tenggelam murni karena cuaca, “force majeur”, the Act of God, kehendak Tuhan, atau, karena adanya “tangan kotor managemen” yang ikut bermain dibalik itu!

2.6. Lalu, mengapa kecelakaan kapal tenggelam masih terjadi juga?

Masalahnya adalah, boleh dikatakan, bahwa hampir sebagian besar (walau tidak semua) managemen pengelola kapal akan senantiasa menghendaki keuntungan yg sebesar besarnya, setiap kali jalan, juga walau laluakan mengarah pada mengabaikan persayaratan yang dituntut oleh seaworthiness: mereka akan memuati kapalnya sepenuh mungkin, termasuk kemungkinan mengabaikan segala persyaratan kesetimbangan yang ditentukan, bahkan, kemungkinan melaksa nakan manipulasi ketinggian garis air, dengan mengurangi ballast!. (Catatan: hal ini mungkinmerupakan suatu ciri khas diNegara Negara yang Berkembang, maaf, bukan “Indonesia” mak sud saya, yang “managemen pengusutan permasalahan”nya masih ”simpang siur” sehingga mu dah “dicari terobosan”nya: lihat saja, bukankah didarat, pengusaha angkutan darat juga memuati truck mereka dengan muatan yang sampai dua kali kemampuan muat, yang kecuali akan merusak jalan, juga kemungkinan besar akan membahayakan pengguna jalan yang lain.)

Dan, sialnya, para pelaksanan di kapal, mulai dari awak kapal yang paling “krucuk”, de ngan pangkat terrendah, sampai keNachkoda, pangkat dan jabatan tertinggi dikapal, terpaksa me nuruti kehendak managemen pemilik kapal, mengingat “bargaining position”mereka yang amat lemah: mereka akan dapat langsung dipecat bila tidak mau menuruti kehendak managemen! Persatuan para pelaut, rasanya kurang, atau bahkan tidak memiliki suatu “bargaining power” yang cukup, karena terlalu banyaknya pelaut yang mencari pekerjaan, dibandingkan dengan sedikitnya lowongan pekerjaan yang tersedia. Kalau situasinya dibalik, rasanya, para pelaut akan memiliki “bargaining power” yang lumayan besarnya! Akibatnya adalah, kapal mengalami situasi kesetimbangan yang labil/metastabil. Sehingga pada saat kapal kena terjangan ombak, maka permodelan situasi kesetimbangannya tidak lagi sesuai dengan “gambar 2.5.1. kapal stabil” diatas, melainkan lebih mengarah pada sketsa kesetimba ngan kapal labil/metastabil dibawah ini.

Gambar 2.6.1. pergeseran muatan horizontalGambar 2.6.2. pergeseran muatan vertical

Komentar terhadap gambar dihal.18: Dalam kenyataannya, memang tidak akan ada Mualim II / Perwira Muat yang demikian “gila”, dan akan menggeser muatan dari bawah keatas, akan tetapi, membawa mua tan alat berat digeladak muat dengan berat yang melebihi batas kemampuan, yang menyebabkan plimsol mark tenggelam, lalu, untuk mengelabui Syahbandar agar tetap diijinkan untuk berlayar, membuang isian tangki ballast untuk memanipulasi garis apung, akibatnya akan persis sama dengan menggeser mua tan keatas.Dalam keadaan laut yang tidak bersahabat, kapal dengan kondisi seperti ini akan dapat di

pastikan terbalik diterjang ombak!

Hal hal semacam ini yang kemudian, akan menyebabkan kapal terbalik, dan, karena air lalu dengan bebas menggenangi keseluruhan kompartemen kapal yang sedianya juga berfungsi sebagai “reserve buoyancy”, kapal samasekali kehilangan daya apung, tenggelam dan hilang dari permukaan, jatuh langsung kedasar laut! Samasekali tidak ada lagi tempat berpegang bagi para penumpang dan awak kapal karam tersebut, dan, biasanya, sebagaimana juga tidak pernah ada pemberitaan disurat kabar, yang menyebutkan adanya rompi penyelamat apalagi rakit penyela mat yang terapung dari kapal tersebut, yg sebenarnya, lalu akan dapat lebih amat membantu para penumpang dan awak korban kapal karam yang terapung apung dilaut, untuk dapat tersela matkan! Sialnya lagi, bahwa kemudian, hal hal yang menyebabkan terjadinya kecelakaan semacam ini, bahkan juga setelah terjadinya kecelakaan yang meminta korban hingga 300 jiwa orang sekalipun, tidak akan pernah berhasil terungkap di lembaga pengadilan tertinggi, yang berhak mengadili masalah ini!

Padahal, sebenarnya, dengan mengacu pada uraian di atas, adalah mudah sekali untuk membuktikan apakah kapal terbalik murni karena kekuatan badai, “force majeur”, the Act of God, kehendak Tu han, atau karena kesalahan yang dengan sengaja dibuat oleh tangan tangan kotor manusia yang hatinya terlalu serakah un tuk meraup keuntungan sebanyak banyak nya!!!

Dengan demikian, maka perusahaan pelayaran akan tetap dapat meminta /me ngajukan klaim asuransi, sedangkan sebe narnya, hak mereka atas asuransi akan

Gambar: 2.6.1. kapal tidak stabilbatal, bila terbukti, bahwa tenggelamnya

kapal mereka adalah murni karena

kesalahan muat! Hal ini yang lalu juga membuat perusahaan pelayaran, yang tidak memperoleh sanksi apapun, dan tetap diijinkan beroperasi, tidak akan pernah jera, danakan tetap saja melanggar aturan main keselamatan dilaut, bila perlu,mengorbankan lagi barang dua sampai tiga kapal nya, karena, dari asuransi yang diterimanya, yang telah di”mark up” sedemikian rupa saat pendaftaran, mereka akan dapat membeli empat sampai lima kapal lagi! Ikutan dong!

(Referensi: pengalaman pribadi ikut memperhitungkan kemiringan KM Jatibrono Admiral Lines, saat mengalami kebocoran diarea palka lima, karena lambung kanan sobek kena karang di South Luconia Island, di saksikan oleh KKM Letkol. Tanyan VIII, dan pengalaman membuat kapal “even keel” dalam tempo satu malam, dalam persiapan naik dock di Jakarta, dengan di saksikan oleh KKM Letkol. Tanyan VIII dan letkol. Damiri, Engineer perusahaan PT Admiral Lines, sekitar tahun 1975. Catatan: dalam pelayaran sebelumnya, saat akan naik dock di Iwaku ni, Jepang, kapal telah mengalami kegagalan saat ditrimm selama tiga hari tiga malam, agar “even keel”, sehingga akhirnya, kapal naik dock dengan harus diberi beban sekitar duapuluhde lapan ton dihaluan, yang tentunya, oleh managemen dock enggak akan diberikan secara gratis an!).

Catatan: pengurangan air ballast untuk memanipulasi ketinggian garis air terhadap plimsol, memang tidak dapat diperiksa dengan sekilas lintas dari luar. Akan tetapi, bila kapal sampai me ngalami kecelakaan terbalik dihantam gelombang, dan karam ditengah laut, hal ini lalu akan amat mudah dapat ditelusuri. Data dari laporan Syahbandar tentang sarat kapal, termasuk isian tangki, terutama tangki ballast, misalnya, dihitung balik dengan cara diinterpolasikan dengan manifest muatan, dan pemasukan biaya muat, akan dengan mudah membuktikan adanya kecurangan tersebut. Sarat kapal dan manifest muatan mungkin akan mudah di”olah” oleh pihak managemen, akan tetapi, biaya muat terpaksa akan dengan jujur mengatakan (kalau hal ini sam pai di”samar”kan, managemen pasti akan mengalami kerugian yang luar biasa, karena hal ini lalu akan memberi kesempatan untuk semua orang “ikut mencuri”!), seberapa banyak dan sebe rapa berat sebenarnya muatan suatu kapal, sehingga, akhirnya, akan terlihat nanti, bahwa laporan sarat kapal dan manifest akan terlihat “njomplang” / tidak seimbang dengan biaya muat yang diterima managemen! Kejelian semacam ini yang seharusnya dimiliki oleh mereka, yang bertugas meng adili masalah tenggelamnya kapal, terutama untuk meneliti, sampai seberapa jauh “tangan kotor managemen” bermain dibalik kecelakaan ini, sebab biasanya, dengan sangat entengkesalahan tenggelamnya kapal senantiasa ditimpakan kepada Tuhan, the Act of God, dengan istilah yang mentereng : “force majeur”!

Al Qur’an Surat Al Jaatsiyah ayat 12:

Allah yang menundukkan laut untuk kamu, agar bahtera dapat berlayar padanya dengan izinNya, dan agar kamu dapat mencari karuniaNya, dan supaya kamu bersyukur.

2.8. Cara cara penyelamatan diri dari kapal yang mengalami musibah tenggelam ditengah laut.

Surat Al Jaatsiyah ayat 12 yang disitir dari Al Qur’an sebagaimana tertulis diatas, membe rikan kejelasan, bahwa Allah memberikanijin bagi kita untuk melayari lautNya, guna mencari le bih jauh karuniaNya. Akan tetapi, tentunya, ada beberapa persyaratan yang harus terpenuhi, yaitu antara lain kelaik lautan kapal (ship’s seaworthiness), dan, tersedianya alat penolong yang dibu tuhkan saat kapal mengalami kedaruratan. Hal ini mutlak perlu diwaspadai, karena laut memang bukan habitat hidup kita yang utama. Harus diakui, bahwa laut merupakan suatu habitat yang asing bagi kita! Tanpa adanya pemenuhan persayaratan yang tersebut tadi, akan ada kemungki nan, bahwa kita akan mengalami kecelakaan ditengah laut: kapal terbalik (tapi masih terapung), kapal karam dan lain lain, dan, akibatnya, kita lalu hanya akan menjadi korban tanpa ada guna nya!

Dalam usaha menyelamatkan diri pada saat kapal karam, terdapat beberapa cara, yang se cara keseluruhan akan dicoba dibahas, baikkelebihan maupun kekurangannya.

·Cara yang paling baik adalah menggunakan encapsulated life craft, rakit penyelamat yang tampak luar containernya seperticocon/kepompong ulat. Rakit ini, begitu terlepas dari containernya, akan mengembang, dan memberi tempat bagi sekitar 20 orang sampai dengan 40 orang penumpang (tergantung dari typenya, dikapalselam type U-209 terdapat dua life craft yang masing masing dapat memuat 40 orang), didalamnya dileng kapi dengan makanan darurat, cadangan air minum dan peralatan lain termasuk pancing, serbuk anti ikan hiu, radio panggil darurat, cermin matahari guna memberikan signal /isyarat pada kapal penolong, yang dibutuhkan oleh para penumpang dan awak kapal agardapat tetap survive/ bertahan hidup. Kesempatan untuk hidup akan lebih banyak ba gi mereka yang beruntung dapat menggunakan life craft ini. Kekurangannya adalah, untuk naik kedalam life craft, dalam suasana ombak yang tidak bersahabat, adalah amat sulit. Pengalaman mengikuti pelatihan penyelamatan diri awak kapal selam di Unterseeboot Lehrgruppe I, U-boot rettungschule (Kelompok pendidikan kejuruankapal selam, sekolah penyelamatan awak kapalselam) di Neustadt am Main, Jerman (Barat) disekitar tahun 1979, memberikan gambaran, bahwa bahkan calon awak kapal selam Jerman dengan fisik yang hebat: tinggi badan rata rata 175 cm, menangis ketika mereka harus berusaha naik kedalam lifecraft, sebabselalu gagal karenadiombang ambingkan ombakdidalam kolam simulasi gelombang disalah satu bangunan disana. Untuk itu, perlu dipertimbangkan, guna melengkapi semua para calon penumpang dengan seutas tali, yang salah satu ujungnya diikat ke dalam, membentuk lingkaran/lasso, dan pada ujung lainnya diberi “karabinen haken”, semacam pengait. Tali ini dilingkarkan pada dada penumpang, dan karabinan hakennya kemudian dikaitkanketali tali penyelamat yang ada disekitar life craft. Tali penolong ini akan lebih menjamin penumpang dapat bertahan lebih lama terikat pada lifecraft, dari pada kalau mereka harus bergantungan dengan tangan mereka dalam dinginnya air laut secara berlama lama, selama ombak ma sih mengganas. Belum lagi probabilitas mereka terseret ombak, lepas dari pegangannya pada tali dilifecraft. Setelah ombak mereda, mereka lalu akan dengan mudah naik kedalam lifecraft.

·Dalam kenyataan dilapangan, para penumpang kapal karam yang menyelamatkan diri secarabergerombol, dan menggunakan peralatan yang mampu menampung mereka di atasnya, akan mengalami lebih banyak kemungkinan terselamatkan. Hal ini terjadi an tara lain karena, secara teknis, dengan bergerombol, maka kedudukan mereka akan lebih mudah terdeteksi. Disamping itu, ada keuntungan moral psikologis: saling mendukung satu sama lain, berdoa bersama dan lain lain, dibandingkan dgn mereka yang terpaksa menyelamatkan diri dengan berpencar sendiri sendiri. Tali yang disarankan pada titik atas terdahulu, akan merupakan sarana guna mempertahankan diri, agar para penumpang korban kapal karam tidak tercerai berai saat menyelamatkan diri. Jawa Pos 21 Januari 2009 hal.5 kol. 1 dan 2, menuliskan, betapa dua orang nelayan Myanmar yang kapalnya kandas (?) telah berhasil menyelamatkan diri dengan menumpang didalampeti es, yang biasa dipergunakan untuk menyimpan ikan tangkapan, juga walau mereka telah terapung selama 25 (baca: duapuluh lima hari) dilaut. Sedangkan nasib 18 (baca: delapan belas) orang rekannya yang lain, hingga saat ini tidak diketahui keberuntungannya. Catatan: dengan telah 25 hari dari berlalunya kejadian kapal kandas (?) tersebut, probabilitas /ke mungkinan terselamatkannya rekan rekannya yang lain, bila mereka harus menyelamat kan diri secara tercerai berai dan hanya melulu menggunakan schwimvest, life jacket, dilautan yang begitu luas, adalah (maaf) amat rendah.

·Diharapkan, bahwa semua penumpang korban kapal karam, akan berada dilaut minimal dengan menggunakan schwimvest, rompi pelampung penyelamat. Khususnya, disaat Nachkoda merasa, bahwa kondisi cuaca dilaut tidak bersahabat, pengumuman untuk menggunakan schwimvest ini seharusnya langsung dikumandangkan, sebagaimana yang terjadi dalam penerbangan: pilot pesawat akan segera menyalakan lampu isyarat peri ngatan “fasten seatbelts”, dan mengumumkan, bahwa pesawat memasuki cuaca buruk, pada saat pesawat masuk kedalam situasi cuaca diudara tidak menguntungkan, seperti turbulence dan bad weather. Salah satu kelemahan schwimvest ini adalah bentuknya yang “rowa” (Jawa, maaf, amat sukar untuk diterjemahkan), bulky, dan tidak modis, sehingga tidak nyaman untuk dipakai, karena adanya potongann gabus foam pengapung dan lain lain. Terutama, mestinya akan amat tidak nyaman kalau schwimvest type lama tersebut harus dipakai lalu dibawa tidur! Untuk mengeliminir masalah bulky dan tidak modis tersebut, disarankan membuat suatu life jacket, dari suatu bahan yang amat flexible, dari “floattex”sehingga dapat dibentuk secara modis, dan nyaman dipakai.

·Jawa Pos Sabtu 17 Januari ’08, memberitakan, bahwa Jumat 16 Januari ’08, jam 13.00, tiga orang nelayan dari Kelurahan Panggungrejo, Pasuruan, mengalami musibah, perahu terbalik danpecah karena dihantam ombak buritan. Beruntung, bahwa mereka telah menyadari terlebih dahulu kemungkinan terjadinya hal terburuk tersebut, dan lalu mengi katkan dirinya dengan tali, pada bagian kayu dari kapal. Mereka diketemukan dan dapat diselamatkan pada jam 15.30 sorenya. Tanpa mengikatkan diri pada kayu yang akan mengapungkan mereka,dalam tempo dua setengah jam terapung tanpa pelampung, mere ka kemungkinan telah tewas karena kehabisan tenaga untuk berenang.

·Untuk mempertinggi detect probability/kemungkinannya kapal yang mengalami kedaru ratan diketemukan, serta mempercepat jalannya proses penemuan (yang kedua duanya lalu secara bersamasama, akan meningkatkan tingginya probabilitas terselamatkannya nyawa para korban kapal karam), dari sisi teknis, disarankan untuk melaksanakan pe nambahan pemasanganULB series acoustic beacon pada kapal kapal, seperti ULB-362-TD, dari RJE International Inc (yang bisa aktif selama tigapuluh hari), yang akan memberikan output akustik setinggi 160 dB, dan/atau radio beacon (seperti MEL-RB, Ma rine Emergency Locator Radio Beacon yang harganya sekitar AU$. 239,-,yang hanya me mancarkan signal dan masih harus dicari dengan RDF Radio Direction Finder, ataupunyang telah langsung diperlengkapi dengan GPS, yang lalu akan memancarkan signal yang sekaligus dapat menunjukkan lokasinya kepada kapal pencari / team BASARNAS, dengan harga sekitar AU$.800.-) (Referensi: “Torpedo Refurbishment Center”)

3. TEORI dan KENYATAANPRAKTIS YANG MENDUKUNG KONSEP ELIMINASIMASALAH.

3.1. Teori yang mendukung dapat tetap terapungnya kapal selam saat berada dilaut.

Secara teoritis, hal hal yang diterangkan pada titik 2.3. Bagaimana kapal dapat terapung diair, telah menjelaskan bagaimana kapal dapat terapung dilaut, sehingga dapat difungsikan sebagai sarana angkutan laut. Otomatis, hal hal yang berlawanan dengan teori tersebut, lalu akan membuat kapal tidak mampu lagi mengapung dilaut. Disini akan dicoba mengambil suatu contoh yang lebih khusus: kapal selam. Kapalselam, mengapung diatas air, dalam karakteristik teknis kapalselam, disebut “timbul penuh”, kecuali dengan dukungan displacementnya, juga didukung oleh adanya bantalan udara yang ada didalam TPP (Tangki Pemberat Pokok) atau MBT (Main Ballast Tank) (menurut istilah US Navy). Pada saat kapal akan menyelam, maka katub ventilasi pokok yang berada ditank top TPP akan dibuka, dan udara dari dalam TPP akan terdesak keluar oleh air laut yang masuk dari Kingston (khusus TPP 4 dan 5) serta dari kisi kisi pengisian TPP didasar tangki (TPP 1,2,3 dan TPP 6, 7, 8, 9, 10). Bantalan udara akan lenyap, displacement akan jauh berkurang (tinggal displacement sebesar volume pressure hull saja). Kapal secara teoritis sudah akan siap menyelam: saat ini, kedudukan kapalselam akan menggan tung dipermukaan air!

Catatan 1. Dalam kenyataan praktisnya, menyelamkan kapal selam tidak semudah itu, kita harus menghitung, seberapa air yang harus diisikan ketangki pengatur, untuk mem peroleh kesetimbangan B = G, dan seberapa isian tangki trim depan untuk memperoleh kesetimbangan Σ moment = zero, dan lain lain hitungan yang sungguh amat me”ma buk”kan bagi Assisten Perwira Pendorong, terutama yang baru dalam masa perplon coan.

Catatan 2. Contoh penunjang konsep eliminasi sebagian besar diambil dari lingkungan karakteristik teknis kapalselam, karena dua hal: pertama, kejadian yang disebut didalam contoh ini tidak akan pernah terjadi dilingkungan kapal atas air (kapal atas air hanya mengenal dua kondisi: mengapung, atau tenggelam). Kedua, pengetahuan penulis masih amat terlalu sempit, maklum, selama penugasan di Angkatan Laut, mulai lulus dari Aka demi pada 1963 sampai menjelang purnatugas 1999, senantiasa bertugas dalam lingku ngan kapal selam, mulai Whiskey Class ex Rusia, Type U-206/400 ton dan type U-209/1300 ton ex HDW Jerman (Barat),dantidak pernah memperoleh kesempatan bertu gas dikapal jenis lain, apalagi distaff MABESAL, sehinggajadinya lalu (maaf) seperti: “katak dibawah tempurung”, tahunya hanya tentang kapal selam dan kapalselam saja!

Pada saat kapal akan timbul, grup tengah (TPP 4 dan 5) dihembus dengan UTT (Udara Tekanan Tinggi, sekitar 20 kg/cm2), kapal langsung memperoleh daya apung positif minimal, dan akan terapung (belum timbul penuh) menggantung dipermukaan laut. Secara karakteristik teknis kapalselam, kondisi seperti ini disebut dengan istilah ”setengah menyelam”. Posisi ini merupakan posisi yang paling kritis, sebab pada saat tersebut, jarak G-M akan mengecil hingga ketingkat minimal (khusus kapalselam dengan double hull design, seperti Whiskey class, dan Kilo class). Akan tetapi, yang paling penting, adalah fakta, bahwa kapalselam seberat 1400 ton, dapat terapung (sekali lagi, bukan timbul penuh) menggantung dipermukaan, hanya dengan mengandalkan bantalan udara yang ada di TPP grup tengah saja, yang volumenya hanya kira kira sebesar 60 meter kubik saja! Setelah itu, procedure penghembusan dilanjutkan dengan menggunakan UTR (Udara Tekanan Rendah) dalam hal ini, gas bekas diesel yang disalurkan ke TPP depan (TPP 1,2 dan 3) serta TPP belakang (TPP 6,7,8,9 dan 10) melalui kolektor penghembusan gas bekas, sampai kapal benar benar timbul penuh! Koreksi: nilai 60 meter kubic “closed buoyant body” didalam TPP grup tengah kapalselam type Whiskey Class, untuk meng- apungkan kapalselam belum/tidak amat valid, dan masih perlu dihitung ulang. Sebab, jangan lupa, kapalselam dalam kenyataannya juga masih memiliki displacement dari pressure hullnya, yang kini terrendam sepenuhnya didalam air!

3.2. Penambahan bantalan udara dalam TPP grup tengah, untuk mempertahankan kapal tetap pada kedalaman yang dikehendaki.

Pada saat mengikuti Latihan Gabungan dengan Angkatan Laut Kerajaan Thailand, sekitar 1985, kapal selam KRI Bramastra 410 dengan Komandan Letkol Suprajitno (IX, terakhir, laksma, Ketua BK-PAL Surabaya) mendapat tugas untuk menjadi kapal “pihak merah” dan harus menyelam menghadang kapal Thailand. Penulis (lulus dari SESKOAL 1983-1984, Perwira lain menjadi PABAN, saya kembali ke satuan) selaku KKM Squadron , mendapat tugas untuk mendampingi KKM KRI Bramastra, mayor Aluwi (XIV). Pada awalnya, tidak terlihat hal hal yang mencurigakan. Trimmen berjalan dengan lancar, dan kapal mau ikut dibawa kekedalaman dengan amat manis. Akan tetapi, sampai pada kedalaman tiga-puluh meter, kapal mulai bertingkah, tidak mau menahan kedalaman de ngan hanya kemudi horizontal belakang saja, akan tetapi, minta dibantu dengan kemudi horizontal depan diberikan kedudukan timbul 70. (Catatan: seharusnya , kapalselam yang telah well trimm, saat dibawa ke kedalaman yang manapun, harusnya cukup dikendalikan dengan kemudi horizontal belakang, digerak gerakkan antarakedudukan 50 menye lam dan 50 timbul, sedangkan kemudi horizontal depan tetap pada kedudukan nol, untuk sewaktu waktu bila diperlukan, di pergunakan untuk memberikan bantuan daya dinamis ).

Analisa sementara: kapal berat, dan untuk mengatasi hal tersebut, isian tangki pengatur dikurangi. Yang terjadi kemudian aneh, kapal cenderung ringan, dan maunya, naik terus bablas kepermukaan, sehingga harus ditahan dengan kemudi horizontal depan diberi kedudukan menye lam 70. Isian tangki pengatur kembali ditambah. Kapal kembali bertingkah, cenderung berat. Setelah beberapa kali mencoba, dapat direkam, bahwa setiap pertambahan kedalaman 10 meter, isian tangki pengatur harus dikurangi sekitar satu sampai satu setengah ton. Pada kedalaman 30 meter, dalam aman bagi Whiskey class, isian tangki pengatur harus dikurangi sampai hampir lima ton! Dari beberapa kejadian yang tidak wajar ini, KKM menyimpulkan , bahwa pressure hull telah mengalami “krimpen”, penyusutan displacement. (Referensi: teori dari Mayor R.Sa trio VII, terakhir, kolonel, instruktur olah gerak teknis kapal selam di UPL/SEKASAL, KDKS 1967 yang paling top). Dengan susut nya displacement, maka buoyancy akan menurun, dan akibatnya, kapal seolah tampak cende rung berat. Akan timbul, tidak mungkin. Kita masih belum menyelesaikan tugas. OK, the show must go on. KKM meminta ijin Komandan untuk memberikan bantalan udara ke grup tengah, agar kemudi horizontal depan belakang dapat kembali kekedudukan nol lagi. Ijin diberikan, dan kapalselam laluberlayar dibawah air dengan suatu tambahan “closed buoyant body” didalam TPP grup tengah, kira kira sekitar enam meter kubik, untuk menyangga agar kapal seberat 1400 ton tetap dapat melayang dikedalaman tigapuluh meter, dalam kondisi “seolah olah well trim”! Betul betul “team work” paling “gila” yang pernah terjadi di SATSEL, Komandan dan KKM bekerja sama menyelamkan kapalselam yang sebenarnya telah (maaf) tidak lagi layak selam, dikedalaman “aman” tigapuluh meter!

3.3. Design kapal “zwei kompartemen Schiffe” dari Angkatan Laut Rusia.

Dalam mendesign kapalperang, Angkatan laut Rusia telah menunjukkan kemampuan yang patut diacungi jempol: beberapa jenis kapal mereka telah dibangun dengan design “zwei kompartement schiffe”, kapal dengan dua kompartemen. Kapal semacam ini, biasanya memili ki sepuluh sampai duabelas ruangan, yang satu sama lain dipisahkan oleh dinding dan pintu kedap. Keseluruhan peralatan kapal yang memiliki pengaruh amat tinggi terhadap pengoperasian kapal (seperti system pendorongan, system pengendalian tempur dll) , dibagi dalam ruangan yang berbeda, yang dalam keadaan normal akan saling menujang, tetapi, didalam keadaan darurat, juga mampu berdiri sendiri. Kapal yang memiliki design semacam ini, dicanangkan, akan tetap terapung, dan bahkan akan tetap mampu bertempur, juga apabila separoh dari keseluruhan ruangannya telah tergenang air akibat kebocoran. Beberapa contoh kapal yang memiliki design ini adalah antara lain adalah kapalselam Type Whiskey Class, kapal jenis MPK (Mally Protiwolodotsky Korabli, kapal perang kecil anti kapalselam) type Parchim, kapal LST highspeed type Frosch I dan II, serta juga kapal penyapu ranjau samudra type Kondor. (Kapal PFK Parchim, Frosch dan Kondor ini merupakan bekas kapal NVA, Neue Volks Armee, Angkat an Laut Jerman Timur, yang telah kita “purchase” secara ombyokan: tigapuluh Sembilan kapal sekaligus!). (Referensi: ”Mengenal lebih jauh kapal kapal PFK ex Jerman” (Korvet penyergap “PARCHIM”, high speed LST “FROSCH”, penyapu ranjau samudra “KONDOR”), Jalesveva Jayamahe, majalah Dislitbangal edisi 20 Januarai 1995, dan pengalaman pribadi mengikuti training sebagai Ketua Team BMT PT.PAL / Base Maintenance Team, dengan bimbingan team IPE / Instituet fuer den Personal Entwiklung, digalangan kapal Peenewerft Wolgast, 1993, perik sa Curiculum Vitae)

Kebenaran pencanangan kemampuan kapal dengan zwei kompartement tersebut untuk tetap terapung, juga walau sebagian besar ruangannya telah penuh tergenang air, telah dibukti kan sendiri oleh Angkatan Laut Indonesia: KRI Teluk Lampung, salah satu dari kapal type Frosch yang dipurchase dari Jerman Timur, dalam perjalanannya dari Jerman kembali ke Indone sia, diperairan Perancis telah mengalami terjangan badai, yang sedemikian rupa hebatnya, sehing ga pintu rampa depan terbuka, dan air masuk kedalam ruangan ruangan dikapal. Kapal mengala mi trimm kedepan yang luar biasa besarnya, dan mengalami kondisi probabilitas untuk tengge lam yang tinggi, tetapi, tetap tidak tenggelam.

Dalam kondisi yang demikian parahnya itu,kapal tersebut telah ditolong diselamatkan oleh sebuah kapal penyelamat Perancis, lalu diseret kesalah satu pelabuhan Perancis untuk meng alami perbaikan seperlunya, dan, kemudian meneruskan kembali perjalanan pulang ke Tanah Air, dan tiba di Indonesia dengan selamat. Dalam kejadian ini, ada suatu kisah heroic yang rasa nya lalu amat patut dijadikan suri tauladan bagi seluruh Perwira Angkatan Laut:

pada saat keseluruhan awak kapal akan dievakuasi oleh team penolong dari Perancis, karena keadaan kapal yang dianggap telah amat kritis, sang Komandan, Mayor Laut Tedjo Edhi Purdiyanto, seorang Perwira Penerbang Angkatan Laut, telah menolak untuk ikut dievakuasi,

dan memilih tetap tinggal dikapal, bahkan, bila perlu, apabila kapal sampai tenggelam, memilih akan ikut tenggelam bersama kapalnya! Karena itu, mereview sejarah heroic tersebut dan tentu saja, juga mereview keseluruhan kapabilitasnya yang lain, tentunya tidak salah kalau dimasa kini, lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan pangkat dan jabatan tertinggi dilingkungan Angkatan Laut: menjadi KSAL dengan pangkat Laksamana (bintang empat)!

Secara teknis, hal hal yang tersebut diatas, dapat diartikan sebagai suatu kesimpulan sementara, bahwa kapal atas air, dengan design tertentu, akan dapat tetap survive, juga walau separoh ruangannya telah tergenang air, dengan catatan, bahwa displin penutupan pintu kedap, benar benar dilaksanakan sesuai procedure saat mengatasi kedaruratan.

Catatan: Dilingkungan kapal selam, disiplin penutupan ruangan / penyekatan ruangan yang mengalami kedaruratan, dilatih setiap malam dengan senantiasa mengadakan latihan keda ruratan, baik kebakaran maupun kebocoran, bagi Divisi jaga. Hal ini dilakukan dengan menutup pintu kedap antar ruangan guna mengisolasi ruang yang mengalami kedaruratan, dan menyelamatkan ruang yang lain, agar kapal tetap berada dalam kondisi siap tempur! Termasuk dalam latihan ini adalah penggunaan ISAM, suatu peralatan pernapasan sirkuit tertutup, closed circuit breathing apparat, buatan Rusia, yang maaf, baunya apek, tetapi, menurut perintah Perwira Dinas, tetap saja harus dipakai saat melaksanakan latihan peran ke daruratan! Dengan demikian, pada saat kapal betul betul mengalami kedaruratan dilaut, maka awak kapal selam sudah tidak canggung canggung lagi melaksanakan peran penyelamatan kapal dari kedarurat an! (Referensi: pengalaman penugasan hampir seumur hidup selama menjalani kedinasan Angkatan Laut, di”neraka dunia” yang mengasyikkan: dilingkungan Satuan Kapal selam)

3.4. Kapalselam dengan tangki bahan bakar menggunakan “sistema toplewa toplewom”.

Dikapalselam, system bahan bakarnya dikenal menggunakan “sistema toplewa tople wom” , pendesakan bahan bakar oleh bahan bakar. Sistem ini dipergunakan untuk menjamin, bahwa tangki bahan bakar akan senantiasa terisi penuh dengaan cairan, apakah itu full bahan bakar, bahan bakar campur air laut, atau air laut melulu. Tangki yang bahan bakarnya akan dipergunakan, ditekan dengan menggunakan air laut bertekanan, lalu, bahan bakar yang tertekan akan dialirkan ketangki nomor tiga, dan, bahan bakar dari tangki nomor tiga yang tertekan ini yang akan dinaikkan kedalam tangki harian diesel. Dengan demikian, maka bahan bakar diesel tipe HSD yang masuk kediesel, dijamin akan merupakan bahan bakar murni! Karena itu, kapalselam juga disebut dengan kapalnya “Mandrake, the Magician” situkang sulap: kalau bahanbakarnya penuh, bobotkapal akanringan, isian tangki pengatur justru harus ditambah,akan tetapi, kalau bahanbakarnya kosong, kapal justru makin berat saja, dan isian tangki pengatur lalu harus dikurangi!

Penjaminan bahwa seluruh tangki bahan bakar harus senantiasa terisi penuh cairan, ada lah untuk memperoleh kepastian, bahwa didalam tangki, tidak boleh terdapat gelembung udara sama sekali. Karena itu, pengisian tangki bahan bakar yang kosong samasekali, terjadi kalau kapal baru turun dari docking, dilaksanakan dengan terlebih dahulu mengisi keseluruhan tangki dengan air laut, dengan semua cerat (ada tiga cerat tangki bahan bakar dikapalselam Whiskey Class) harus dalam keadaan terbuka. Setelah diyakini, bahwa seluruh cerat tiga tiganya telah me ngeluarkan air laut, yang berarti bahwa seluruh tangki telah terisi penuh dengan air laut, baru cerat ditutup. Kemudian isian air laut dalam tangki didesak keluar dengan menggunakan bahan bakar. Catatan: kegiatan sesuai procedure ini akan memakan waktu yang cukup lama, pengisian air laut sebanyak 117 ton, kemudian pendesakannya keluar dengan bahan bakar, dimana tekanan pendesakannya tidak boleh terlalu besar, maksimal hanya 1,5 bar saja, akan menghabiskan waktu sampai 14 jam sendiri!(Referensi: UPL / Uprasleniye Podwodnaya Lodka, SEKASAL / Se kolah Kapal Selam, KDKS / Komando Jenis Kapal Selam, 1967-1968)

Dalam salah satu persiapan operasi, kira kira disekitar tahun 1968, karena diburu waktu, sempat terjadi, bahwa pengisian bahan bakar dilaksanakan dengan secara langsung, dan tidak sesuai dengan prosedure: kapal yang baru turun dari dock, tangki bahan bakarnya yang kosong, diisi langsung dengan bahan bakar (KRI. Bramasta 412, dengan Komandan Kapten Oentoeng Sarwono (IX, terakhir Laksda, ) dan KKM Kapten Suhana (IX, terakhir, MSc, laksma). Pem bukaan cerat, dengan isian langsung bahan bakar tentunya lalu menjadi tidak sebebas bila yang akan keluar dari cerat adalah air laut. Jadi, tidak ada jaminan bahwa gelembung udara yang ada didalam tangki telah habis tercerat keluar. Selama itu, tidak ada masalah yang tampak, permasa lahan baru tampak, justru setelah kapal berada dilaut dan harus melaksanakan trimmen: kapal dengan beratnya sendiri sebesar 1400 ton, setelah seluruh katub ventilasi pokok terbuka dan Tangki Pemberat Pokok terisi, tetap tidak mau masuk kekedalaman, juga walau isian tangki pengatur telah dilebihi sampai tiga ton, dan trim memberikan gambaran kapal menungging, berat kedepan, juga walau tangki trim depan telah hampir kosong, karena keseluruhan isinya telah dipindahkan kebelakang! (Referensi: “Instrukciya po plowucesti, ostoiciwosti nacalinoi”, diktat Rusia, pelajaran stabilitet, dasar menyelamkan kapal selam Whiskey class).

Masalah baru teratasi, setelah KKM memerintahkan kami, penulis, selaku Perwira Pendo rong Satu (masih kinyis kinyis: brevet “HiuKencana” nya masih “bau kencur”, baru lulus dari SEKASAL) untuk melaksanakan penceratan ulang keseluruhan tangki, terutama tangki bahan bakar luar. Setelah tangki empat, lima dan enam dicerat ulang, dan udara yang tadinya merupa kan “closed buoyant body” telah dikeluarkandari keseluruhan tangki,kira kira mencapai volu me sekitar dua sampai tiga meter kubik, maka kapal dapat diselamkan dengan mulus! Hal ini mengarah pada “kesimpulan sementara”, bahwa dengan gelembung udara sebesar dua sampai tigameter kubik saja, yang mengganjal ditangki bahan bakar luar, kapal selam dengan berat to tal 1400 ton ternyata tidak dapat diselamkan: kapal tetap tergantung dipermukaan walau semua TPP telah terisi air!(Referensi: pelajaran olah gerak teknis kapalselam dibawah air, oleh Mayor R.Satrio (VII, terakhir kolonel, ), di UPL Uprasleniye Podwodnaya Lodka / SEKASAL,KDKS 1967, danpengalaman penugasan hampir seumur hidup selama dinas di Angkatan Laut, di”ne raka dunia” yang mengasyikkan: dilingkungan Satuan Kapal selam)

Catatan:1. Kondisi saat kapalselam akan menyelam, maupun akan timbul, baik di double hull submarine (Whiskey Class ex Rusia) maupun single hull submarine (type U-205/U-206 dan type U-209 ex Jerman) merupakan kondisi dengan stabilitet yang paling kritis. Karena itu, pada saat saat tersebut, maka Starmek (Starzina Mekanika) Rusia / STO (Schiff Technische Oficier) Jer man, dan KKM (Kepala Kamar Mesin) Indonesia, harus senantiasa berada dipos tempur menye lamkan / menimbulkan kapal, selaku pemimpin olah gerak kapal dibawah air (tiefen steur leiter)! Situasinya relatif sama dengan pesawat terbang saat akan “take off” dan “landing”: captain pilot harus memegang langsung pengendalian terhadap pesawatnya! Bahkan Komandan, demi kese lamatan kapal, kali ini juga harus menurut terhadap saran KKM!

Catatan:2. Pengalaman menyelamkan KRI Bramastra 410 pada sea trial selesai docking, kapal mengalami kelebihan berat yang luar biasa: kapal langsung jatuh kekedalaman, saat katup venti lasi TPP baru dibuka, padahal, tangki pengatur masih kering kerontang, kosong sama sekali! Dalam keadaan kritis dan nyaris vacuum perintah, Perwira Pendorong Satu mengambil alih pengendalian olah gerak kapal dibawah air, dan langsung memberikan saran kepada PAPE LAT (Perwira Pelaksana Latihan) yang dijabat oleh DANSATSEL, Kolonel I Ketut Wiresata (VII, terakhir, laksda) untuk dua motor maju setengah, dan memerintahkan schipper serma Suwarno untuk memberikan kedudukan kemudi horizontal depan dan belakang timbul penuh, gu na mempertahankan kedalaman secara dinamis. Dari perhitungan yang dilakukan Perwira Pendorong Satu kemudian, dengan memasukkan data kedudukan hydroplane depan belakang, kece patan kapal, dan stabilitet parameter static dan dinamik lainnya, di peroleh hasil, bahwa kelebi han berat 16 ton! Ketika dicocokkan dengan selisih antara berat plat baru dikurangi plat lama, ternyata, perhitungan tersebut tepat 100%! Kebenaran perhitunganini diakui oleh Kolonel Sa trio, yang pada saat itu sudah menjabat sebagai Komandan KOPEBAL, akan tetapi, tetap saja dengan penekanan khas senior kapalselam:” Djat, itung itunganmu iku pancen bener, tapi, tetep wae ko we ora berhak ngetung kuwi, sebab kowe dudu insinyur bangunankapal”. Maturnuwun Bapak! Saya sih emang cumak insinyur pertanian, tapi, lha kalau insinyur pertanian saja bisa menghitung seperti ini, lhalak mestinya insinyur dalam bidang yang sesuai harus bisa mencetus kan idea yang jauh lebih baik dong!

3.5. Team uji KWF/HDW dengan problema yang sama: gelembung udara dalam tangki ba han bakar satu.

Kejadian yang sama terulang lagi, pada menjelang akhir tahun 1979, di Skakegrak, perairan Skandinavia. Ketika itu, penulis selaku KKM kapalselam type U-209 KRI Cakra 401, sedang diuji oleh team penguji dari KWF/HDW. Herr Pieck, sang penguji, rupanya telah mema sukkan gelembung udara ketangki bahan bakar satu dihaluan. Tidak seperti kemarin, saat kapal begitu cantik, penurut dan para U-boot fahrer (awak kapalselam KWF/HDW) bilang: “Es ist sehr leicht um sie nach unten zu nehmen”, amat mudah diajak turun kekedalaman. Tapi, hari itu, kapal mendadak menjadi (maaf) “binal” dansulit untuk dibawa meyelam, serta bersikap amat bandel: haluan kapal tidak kunjung mau masuk, juga walau hydroplane depan telah diberikan kedudukan menyelam penuh, dan trim cenderung meng arah kebelakang. Pemindahan isian air tangki trim dari belakangkedepan, juga pengisian tangki pengatur sampai tiga ton diatas perhitungan trimm,tidak memberikan hasil yang signifikan. Padahal, selama ini, perhitungan trim KKM senantiasa tidak pernah meleset, bahkan pernah mendapat pengakuan dari HDW, bahwa perhitungan KKM lebih tepat dari perhitungan trim yang mereka lakukan melalui komputer! Dari pengalaman di KRI. Bramastra 410, KKM langsung memerintahkan Juru Torpedo I Sersan Kamari, untuk mencerat tangki ba han bakar 1, sambil sekaligus memberikan perintah untuk memindahkan kembali isian tangki trim dari depankembali kebelakang kepada Holdman I sersan Raiban Supardi, dan juga meme rintahkan mengurangi isian tangki pengatur kembali menjadi sebelas ton. Karena seluruh perintah pada saat latihan itu memang harus dibe rikan dalam bahasa Jerman, agar para pelatih dari KWF juga tahu apa yang akan kita lakukan, maka Herr Pieckpun lalu tahu apa yang dilaksana kan KKM, dan bertanya, mengapa KKM mela kukan keseluruhan tiga tindakan tersebut sekali gus. KKM menjawab, bahwa dari perhitungan trimm, tidak seharusnya kapal mengalami trim kebelakang, dan seharusnya, kapal telah menyelam dengan isian tangki pengatur hanya sebelas ton.Dari sini, dapat di simpulkan, bahwa tangki bahan bakar satu telah kemasukan gelembung udara, yang lalu bersifat sebagai “closed buoyant body” yang dalam istilah mereka, disebut dengan “geshlosennes schwimenden korper”. Anggukannya yang berkali kali menunjukkan, bahwa dia benar benar amat amat puas dengan analisa dan tindakan antisipasi KKM yang demikian cepat. Komentarnya, singkat, khas orang Jerman: “Ojin Karasow, kamerad”!dan jawabnya juga singkat, khas wong Jowo: “Sepa siba, dawarits!”

4. USAHAELIMINASIMASALAH.

4.1. Sosialisasi peralatan penyelamat dikapal, dan cara perletakannya dikapal

Dari sisi penumpang, tingkat pengetahuannya tentang alat perlengkapan penyelamat juga amat mempengaruhi probabilitas terselamatkannya jiwa mereka, atau tidak. Bila mereka tahu, dapat dipastikan, bahwa mereka akan dapat menggunakan peralatan penyelamat dengan sebaik baiknya, sehingga tingkat survivalabilitynya juga meningkat. Akan tetapi, dalam kenyatannya, ternyata bahwa sosialisasi bagi penumpang terhadap peralatan keselamatan dilaut amat rendah, kalau tidak boleh dikatakan nol besar! Sebagaimana yang ditulis di “Jawa Pos”, ceritera dari salah seorang korban yang selamat, mereka tidak tahu kalau kotak yang dinaikinya ternyata con tainer rakit penyelamat, yang dianggapnya sebagai barang yang tidak berguna: setelah menco ba coba secara “trial and error” menarik tali yang ada disitu, tibatiba container membuka, rakit mengembang, dan memberi tempat bagi sekitar enam orang. Puji Tuhan!

Kita tidak pernah tahu, siapa yang harus bertanggung jawab dalam hal ini. Adalah suatu hal yang biasa bagi orang Melayu (bukan orang Indonesia!): kalau ada sesuatu yang mengun tungkan, pasti semua akan berebut mengatakanbahwa itu adalah haknya, akan tetapi, kalau ada sesuatu yang menuntut pertanggungan jawab, pasti semua orang akan mengelak, dan menga takan, maapin aje deh yee, nyang gitu gitu itu sih bukannye urusan gue”!. Jadi, tidak perlu dicari siapa yang harus bertanggung jawab. Kita mulai saja dari para penumpang yang akan berlayar dengan kapal laut Indonesia, kalau masih pengin selamat ketemu anak isteri, agar pandai pandailah mempelajari sendiri, peralatan apa saja yang bisa dipergunakan untuk menyelamatkan diri pada saat kapal yang ditumpanginya mengalami kedaruratan, dan bagaima na cara menggunakannya. Pihak managemen kapal akan dapat amat membantu, apabila mau menerbitkan brosur yang berisi keterangan keseluruhan peralatan penyelamat yang ada dikapalnya, (mulai dari encapsulated lifecraft, life-raft/rakit dari batang kayu ringan berbentuk empatpersegi panjang, sekoci penyelamat, pelampung bulat, schwimvest, dan lainlainnya) gambar detail peralatan, lengkap dengan cara penggunaannya, letak peralatan penyelamat tersebut dikapal, termasuk jalur keselamatan yang harus diikuti saat kapal mengalami kedaruratan, sekedar “norok buntek”, mengikuti sebagaimana isi leaflet yang terdapat dibelakang kursi pesawat terbang. Dikapal, disalah suatu ruangan umum, juga harus ada gambar besar tentang semua peralatan keselamatan yang ada dikapal, dan begitu kapal lepas dari dermaga, para penumpang dihimbau keras untuk membaca petunjuk tersebut secara bergantian, sedemikian rupa sehingga, kalaupun lalu terjadi kecelakaan dilaut, para penumpang minimal pernah tahu, dikapal ada peralatan keselamatan apa saja, kemana akan mencari peralatan keselamatan, dan bagaimana harusnya menggunakan peralatan tersebut.

Disamping itu, berdasarkan pengamatan selama ini, kalau ada kapal yang mengalami ke daruratan dan tenggelam, jarang, kalau boleh dikatakan, tidak pernah diberitakan, bahwa ada peralatan keselamatan yang terlepas dari kapal, dan laluterapung bebas dilaut. Hal ini menun jukkan, bahwa pihak managemen kapal, terlalu “rapi” menyimpan dan mengikat peralatan penye lamat yang ada dikapalnya, sehinggapada saat kapalnya tengggelam, peralatan penyelamat terse but juga lalu hilang begitu saja, ikut tenggelam kedasar laut. Seharusnya, peralatan penyelamat tersebut berada dalam keadaan yang mudah terlepas dari tempatnya (schwimvest: dari kotak penyimpanan schwimvest, live-raft dari tempatnya terpasang, encapsulated lifecraft dari fondasinya, sekoci penyelamat dari dewi dewi penggantungnya, dan lain lain), dan mengapung saat kapal telah tenggelam dan jatuh kedasar laut! Sekoci yang tergantung pada dewidewipun, harus segera diturunkan, sebelum oleng kapal menjadi demikian besar, yang lalu akan membuat masalah baru: saat diturunkan, sekoci tidak lagi jatuh dilambung kapal dan turun keair, melainkan, sekoci lalu akanturun digeladak kapal, dan, tidak bisa diturunkan keair! (referensi: pengalaman pribadi memperhatikan kedudukan sekoci penyelamat KM Jatibrono, saat kapal me ngalami musibah kandas kena karang di South Luconia Island). Dengan demikian, apabila ada penumpang kapal yang kebetulan selamat dan terapung keluar dari kapal, tanpa berbekal peralatan penyelamat, maka mereka lalu masih akan dapat menggantungkan keselamatannya pada peralatan tersebut. Cara penyimpanan peralatan penyelamat yang terlalu “rapi” ini yang lalu harus dirobah!(Referensi: pelajaran dalam pelatihan di U-boot Lehrgruppe I, U-boot rettungs schule diNeustadt am Main, Jerman (Barat) tahun 1979 tentang peralatan penyelamat dikapal)

4.2. Pemberian sertifikasi layak laut dan ijin berlayar bagi kapal motor yang teramati pada saat ini.

Ada juga kemungkinan, bahwa kecelakaan kapal dilaut, juga disebabkan antara lain oleh “ringan”nya persyaratan bagi kapal untuk memperoleh sertifikasi “layak laut”. Terkadang , dijumpai sertifikasi oleh badan yang berhak memberikan sertifikasi kelayak lautan, dilegalkan cukup hanya dengan cap: “as seen by KBI”, sebagaimana yang dilihat oleh KBI, sedangkan seharusnya, dicap dengan “approved by BKI”! Toch, cukup dengan sertifikasi yang “lucu” se perti inipun, kapal masih tetap diijinkan untuk berlayar! Sepanjang pengetahuan penulis, saat bertugas di KM Jatibrono, PT Admiral Lines, disekitar tahun 1970, dan mengalami perbaikan pemeliharan termasuk “annual docking” disana, sertifikasi semacam ini, walau telah ditandata ngani oleh badan yang berwenang memberikan ijin kelaik lautan dari Negara Jepang (!), masih saja tetapharus dicap dengan cap “approved by BKI”.(Badan Klasifikasi Indonesia) Sayang, bahwa mungkin penulis tidak mengikuti kemajuan zaman, tentang kemungkinan telah dirobah nya aturan main yang amat ketat, yang sebenar nya amat baik ini, karena lalu benar benar men jamin keselamatan kapal dilaut, menjadi seperti /bila dibandingkan denganapa yang ada seka rang.Mohon maaf.

Disamping itu, ke”lucu” an dalam pemberian sertifikasi ini, dimungkinkan juga denganke”lihay”an para pengusaha kapal, untuk senantiasa “mencari terobosan”, dengan melakukan modifikasi perombakan kapalnya, misalnya geladak atas menjadi ruang akomodasi penumpang, yang tentunya akan mempengaruhi memperpendek jarak G-M, sengaja dilakukan dipelabuhan tertentu, dimana badan sertifikasi kelaik lautannya mungkin terkenal “lunak”. Di Jawa Tengah, ternyata, bukan cuma ayam goreng mBok Berek dan bandeng presto Pandanaran thok yang ter kenal lunak ya! Maaf!

Di Luar Negeri, kecelakaan kapal yang diakibatkan karena pemberiansertifikasi yang “lucu lucu” ini kemungkinannya amat kecil untuk terjadi. Hal ini dikarenakan, persyaratan teknis sertifikasi yang amat ketat, seperti yang pernah dilaksanakan oleh BWB, Badan Klasifikasi Nega ra Jerman (Barat) yang saat itu(1980), yang samasekali menolak design steering stand dari HDW Elektronik, yang dikatakan full automatic, tetapi, dalam kenyataannya, pemasukan data kecepatan kapal dari pseed log SAL 5 masih manual, juga walaupun dalam hal ini, INA (Indone sian Inspection, SAT GAS YEK DAKASEL) sebenarnya telah mau menerima design tersebut apa adanya! BWB bahkan mengancam pihak Ferrostaal, akan menarik ijin eksport kapalselam type U-209 buatan HDW tersebut, bila steering stand tidak kunjung disempurnakan! Bahwa kemung kinan BWB menjadi “merah telinganya” karena steering stand kapalselam type U-209 HDW disindir KKM dengan ejekan steering stand yang “full automatic semi manual”, itu masalah lain! Yang penting, tindakan mereka perfect, dan konsisten: steering stand harus diupgrade! Steering stand kemudian di”up grade” atas idea dan saran berupa sketsa garis besar cara penyem purnaan dari KKM dengan pemasukan data kecepatan kapal dilakukan secara langsung dari data speed log kesteering stand, melalui suatu A/D to D/A Converter (perubah signal analog kedigi tal, vise versa) (Kiel, Jerman, Juni-Juli 1979, modifikasi/upgrade dilaksanakan oleh Herr Mathiesen dari HDW Elektronik, proses “debat” antara KKM dan BWB disaksikan oleh DAN SATGAS YEKDAKASEL Kiel Kolonel Yasin Sudirdjo VI, terakhir laksma, ) (periksa Curricu lum Vitae, khusus recommenddation letter dari HDW).

4.3. Pemeriksaan terhadap kelengkapan jenis dan jumlah peralatan penyelamat dikapal.

Sepanjang peraturan yang ada, baik ISO maupun SOLAS yang terdahulu, kapal yang

akan mengangkut penumpang, diwajibkan melengkapi dirinya dengan segala peralatan penyela mat yangdiperlukan, untuk mengantisipasi, bila sewaktu waktu, terjadi musibah kecelakaan dilaut. Jenis serta jumlah peralatan keselamatan ini, telah ditentukan untuk masing masing kapal. Jenisnya antara lain: life craft (encapsulated), life-raft, sekoci penyelamat (mung kin, yang satu ini sudah tidak amat dipersyaratkan lagi, karena dalam kenyataannya, sulit untuk dapat dioperasikan dalam waktu kedaruratan, yang biasanya amat singkat, dan kini, tempatnya digantikan dengan life craft), pelampung bulat maupun bentuk tapal kuda (khusus untuk dilem parkan kelaut saat peran “orang jatuh dilaut” / man overboard), dan, live-vest /schwimvest, rompi pengapung penyelamat. Jumlah peralatan ini ditentukan sekitar 125% s/d 150% dari kemampuan kapal mengangkut penumpang, agar dalam keadaan panic karena kedaruratan, penumpang yang akan menyelamatkan diri tidak lalu perlu berebutan peralatan penyelamat ini.

Akan tetapi, dalam prakteknya, managemen pengelola kapal, banyak yang merasa keberatan dan tidak mau mengeluarkan banyak uang yang “relative idle” tersebut, Untuk itu, mereka melaksanakan/ mencari “terobosan” sebagai berikut: pada saat di”warning” oleh instansi yang berwenang untuk memeriksa kelengkapan peralatan penyelamat dikapal (sebagai catatan: warning ini lengkap dengan nama kapal yang akan diperiksa, tanggal berapa pemeriksaan akan dilakukan, bahkan, ada nama pejabat yang akan memeriksa! ), mereka lalu mempersiapkan peralatan tersebut pada salah satu kapalnya yang terjadwal akan diperiksa, dengan selengkap-lengkapnya. Setelah pemeriksan selesai, maka mereka dengan cekatan lalu mulai memindahkan peralatan penyelamat tersebut kekapal lain, yang akan diperiksa berikutnya. Dan, celakanya, hal semacam ini berjalan dengan mulus selama belasan tahun, seolah tanpa ada yang pernah dapat menciumnya, pada hal, semua kegiatan dilaksanakan didepan mata! Dengan cara seperti ini, maka seluruh kapal milik perusahaan pelayaran tersebut, yang diperiksa kelengkapan peralatan penyelamatnya, semua akan terdaftarlengkap, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang me lakukan pemeriksaan tentang hal ini, dan segala sesuatunya lalu tepat sesuai dengan ISO sekian! Toch, kalaupun diperiksa oleh pejabat OSI,pejabat pemeriksa OSI pun bukan malaikat, tetapi, sekedar manuia biasa!

Rasanya, mulai saat ini, dengan fakta bahwa dalam setiap peristiwakapal mengalami kecelakaan tenggelam dilaut, dan menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit, baik KM. Satriya Nusantara maupun KM. Teratai Prima, relative tidak ada satupun peralatan penyelamat (sebagaimana yang tersirat dalam berita yang dikabarkan oleh surat kabar) yang terapung disekitar “datum”, tempat terjadinya kecelakaan, perlu dibuat suatu aturan main baru yang mence gah terjadinya “sulap menyulap” dalam hal jumlah peralatan penyelamat yang harus ada dika pal. Pemeriksaan kelengkapan peralatan penyelamat dari satu perusahaan, harus dilaksanakan secara serentak diseluruh kapal yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Dan, setiap peralatan penyelamat, milik suatu kapal tertentu, harus dicat dengan nama, minimal singkatan nama kapal, dan nama perusahaan pemilik kapal, sehingga tidak akan dapat disulap pindah kekapal yang lain, milik perusahaan yang sama, apalagi lalu dipindahkan kekapal milik perusahaan lain, beda nama perusahaan, akan tetapi, berada dalam satu managemen! Dan, warning pemeriksaan tidak boleh lagi memuat data data yang memungkinkan managemen pemilik kapal melaksanakan “sulapan” pemindahan peralatan penyelamat, disamping itu, pemeriksaan harus dilaku kan secara “random”, tidak urut sesuai daftar!. Juga, lebih baik lagi, bila pemeriksaan kelengkapan kapal di suatu pelabuhan dilaksanakan personil instansi yang berwenang untuk memeriksa, yang khusus didatangkan dari kota pelabuhan yang lain. Hal ini dilakukan untuk mencegah dilaksanakannya apa yang biasa dikiaskan dengan istilah “TST” atau “tahu sama tempe”, yang biasa terjadiantara pihak yang berwenang memeriksa, dengan pihak managemen pemilik kapal, karena sudah saling kenal dengan “baik”!!

4.4. Keharusan setiap penumpang menggunakan life jacket/schwimvest saat dilaut.

Disamping itu, disarankan, bahwa sebaiknya, selama dikapal, para penumpang diwajibkan mengenakan live vest dari kain pengapung khusus yg bernama “floattex”. Jenis kain ini merupakan suatu kain yang memang dibuat untuk mampu mengapungkan muatan. De ngan demikian, maka schwimvest yang terbuat dari kain khusus ini, akan dapat dibentuk sebagai mana baju biasa, nyaman dipakai, tidak rowa, tidak ada batang gabus pengapung didalamnya.Konon, schwimvest dari kain jenis floattex pernah ini diuji dan telah memperoleh sertifikat kela yakan pakai dari TNI.Angkatan Laut, dan juga dari DEPNAKER. Dilingkungan Marinir, schwim vest floattex ini pernah diuji, pada masa saat MayJen. Djoko Pramono menjadi DANKORMAR(dengan KASKORMAR BrigJen Sudarsono Kasdi). Bahkan, konon, sebuah schwimvest dari ba han floattex yang telah bolong bolong karena ditembaki dengan peluru AK 47, begitu ketatnya cara uji dilingkungan Marinir kita, ketika kemudian diuji dipergunakan, ternyata, masih tetap memiliki kemampuan mengapungkan pemakainya dengan sempurna!

Floattex merupakan kain yang elastis, tidak mudah robek, tebal sekitar 2 mm, mudah dibentuk, modis, dapat dipakai tidur tanpa mengganggu (sebagai memakai baju biasa). Schwim vest floattex , juga samasekali tidak memerlukan tindakan pemeliharaan, berlainan dengan schwimvest konvensional, yang akan rusak kalau sampai kena minyak dan terlipat dalam waktu yang lama. Berlainan dengan live jacket yang saat ini ada dipasaran (yang rowa, bulky, penuh dengan batangan foam, yang meresap air, dan daya apungnya relative rendah, sebab foamnya lama kelamaan, sekitar delapan jam, lalu akan menyerap air sehingga memperberat bobotnya sendiri, dan konskwensi logisnya lalu akan berarti mengurangi kemampuannya mengapungkan sipemakai), schwimvest dari floattex akan mampu mengapungkan pemakainya dalam waktu yang relative tidak terbatas, karena tidak menyerap air. Floattex ini juga telah lolos uji pengguna an dibeberapa Negara, antara lain di Negara Jepang, Korea, Indonesia. Dengan demikian, kalau pun kapal mengalami kedaruratan pada saat para penumpang sedang tidur lelap dimalam yang gelap, kemungkinan mereka tertolong dari bahaya ikut tenggelam bersama kapalnya, dan dapat terapung,lalu akan amat meningkat. Aturan ini diusulkan, sekedar menyesuaikan dengan yang telah dilaksanakan dilingkungan transportasi udara: dalam hampir semua keadaan, para pe numpang, demi keselamatam mereka sendiri, senatiasa dihimbau agar senantiasa tetap menge nakan safety beltnya!

4.5. Konsep pemasangan “ship’s livebuoy box” pada semua kapal motor.

Dari pembahasan terdahulu, khususnya pada keseluruhan titik titik pada bab3. TEORI dan KENYATAANPRAKTIS YANG MENDUKUNG KONSEP ELIMINASIMASALAH, ra sanya lalu kita dapat mengambil suatu “kesimpulan sementara”, bahwa sebenarnya, suatu kapal atas air, yang mengalami kebocoran hingga air memenuhi keseluruhan ruangannya, tetap saja akan dapat tinggal terapung menggantung dipermukaan (catatan: bukan timbul dalam arti baik baik dannormal, dalam istilah kapalselam, situasi menggantung dipermukaan seperti ini disebut sebagai “setengah menyelam”), asalkan ada suatu bantalan udara dalam ruangan tertu tup, closed buoyant body, yang selanjutnya akan kita sebut dengan istilah “ ship’s livebuoy box”,buoy pengapung kapal (maaf, bukan reklame sabun mandi!), yang akan menyangga kapal tersebut, dengan volume yang besarnya hanya sekitar 4 % dari berat kapal itu sendiri ( diperoleh dari asumsi 60 meter kubic volume “closed buoyant body” dalam TPP grup tengah, saat kapal dalam kedudukan setengah menyelam, dibagi dengan 1400 ton bobot kapalselam, baca juga koreksi tentang nilai ini).

Livebuoy ini sebaiknyadipasang pada semua kapal motor, baik dihaluan, buritan kapal dan kalau memungkinkan, pada bagian tengah kapal. Makin banyak livebuoy yang terpasang, yang akan berarti pula, makin besar pula volume “ closed buoyant body” dikapal, maka kalau pun suatu kapal motor terpaksa mengalami kedaruratan, kapal tersebut tidak akan tenggelam ditengah laut, melainkan akan tetap terapung dengan menggantung dipermukaan, dan tidak lalu hilang karena jatuh kedasar laut. Dengan demikian, maka para penumpang kapal yang mengala mi musibah tersebut, lalu masih akan tetap mempunyai gantungan /pegangan, tempat untuk mengikatkan diri (dengan menggunakan tali penyelamat), tidak lalu harus terapung sendiri sendi ri, yang kecuali segara teknis akan mempersulit kemungkinan untuk diketemukan, juga secara psikologis akan mendegradasi semangat untuk survive!

Pemasangan livebuoy yang paling baik adalah mengikuti bentuk lambung dan geladak kapal ditempatnya dipasang, agar tidak terlalu mengganggu ruang muat kapal. Ini dapat dilaku kan dengan membuat livebuoy dari fiberglass, yang relative mudah dibentuk menyesuaikan de ngan tempatnya berada. Akan tetapi, dalam usaha penghematan biaya, buoyant body juga dapat

dibuat ala kadarnya, dari tangki fiber glass bekas muatan kimia cair, yang volumenya berkisar sekitar satu meter kubik, dan harganya hanya sekitar Rp.500.000.- (limaratus ribu rupiah) sampai dengan Rp.600. 000,- (enamratus ribu rupiah)saja. Tangki tangki tersebut diletakkan ditempat yang paling memungkinkan, kalau dapat, diseimbangkan jaraknya dari haluan dan dari buritan, dengan lobang mulutnya menghadap kebawah, dan diusahakan agar ditutup rapat, agar dapat memberikan suatu jaminan daya apung yang merata kekapal, sehingga, kalau kapal tenggelam, kapal akan tetap menggantung dipermukaan dengan trimm nol. Dikapal motor, biasanya pada tepi lambung kiri dan kanan kamar mesin, dibagian atas, terdapat ruangan yang relative kosong, yangberfungsi sebagai ruang kompensasi sirkulasi udara ruang mesin. Ruang inijuga dapat dipergunakan sebagai tempat pemasangan lifebuoy, tanpa terlalu mengganggu fungsi aslinya. Rasanya, harga tangki yang akan dijadikan “closed buoyant body” senilai total sekitar tiga juta rupiah, yang harus dirogoh dari saku sangpengusaha kapal, tentunya akan masih amat murah bila dibandingkan dengan kita lalu akan dapat lebih menjamin keselamatan jiwa300 orang dalam suatu musibah kecelakaan kapal tenggelam!

Untuk kapal kapal layar bermotor (KLM), dan kapal kapal nelayan tradisionil, dimana lebar kapal (beam width) kadang tidak sampai dua meter, tangki bervolume satu meter kubik yang akan difungsikan sebagai lifebuoy, sebagaimana dianjurkan diatas, tentunya lalu tidak akancocok untuk dipergunakan. Untuk itu, tangki tersebut dapat digantikancukup dengan mengguna kan sekitar duapuluh sampai dengan duapuluhlima jerry can plastic isi 20 liter, yang jauh lebih flexible untuk disusun/ditata, pada masing masing haluan dan buritan kapal. Keduapuluh jerry can plastic tersebut diikat dengan sebaik mungkin ditempatnya, sehingga tidak akan terlepas. Dengan demikian, gabungan jumlah volume jerrycan pada haluan dan buritan kapal, sebesar 1000 liter (sekitar satu ton kurang sedikit) dijamin akan cukup untuk mempertahankan kapal tersebut menggantung dipermukaan bila dan hanya bila kapal harus mengalami musibah bencana kedaruratan dilaut.

Catatan:

1. dalam saran ini belum diperhitungkan kekuatan lunas kapal untuk menerima beban hogging, dimana kapal saat tergantung dipermukaan, seolah disangga pada dua titik saja, yaitu dihaluan dan buritan, karena daya apung dari buoyant body yang bekerja pada kedua titik dipenghujung sumbu longitudinal kapal tersebut.

2. saran pemasangan livebuoy yang akan memberikan buoyant body ini untuk sementara hanya berlaku bagi kapal dengan tonnage rendah ( 792 ton, bobot “Parchim”), tonnage mene ngah sebesar 1000 s/d 1300 ton (sesuai bobot “Whiskey class”) dan maksimal 1745 ton (sesuai bobot “Frosch”). Bagi kapal dengan tonnage diatas nilai tersebut, masih harus dibuat perhitu ngan yang lebih detail.

4.6. Pengujian dengan menggunakan program computer, maupun pengujian praktis dilapa ngan terhadap “kesimpulan sementara” yang diambil dititik 4.5.

Validasi terhadap pemasangan livebuoy yang diharapkan akan menimbulkan effect “closed buoyant body” sebagai tersebut diatas, kemungkinan dapat diuji melalui program computer terapan Bangunan Kapal seperti program “Buoyancy and Stability”, dilaboratorium uji perkapalan seperti NASDEC (National Ship Design Center) Departemen Perindustrian yang berlokasi di ITS, Surabaya, atau juga diLHI-BPPT/BPPH (Laboratorium Hidrodinamika Indonesia, BPPT/BPP Hidrodinamika) yang kebetulan juga berkedudukan didaerah Sukolilo, di ITS Surabaya.

Pengujian praktis dilapangan dalam skala sesunggguhnya, dapat dilaksanakan dengan mencoba memasang sekitar enam sampai delapan tangki fiberglass yang masing masing berkapa sitas satu meter kubik, disuatu tongkang. Tongkang ini kemudian diisi dengan isian muatan yang tidak berharga, seperti lumpur hasil kerukan dasar pelabuhan, dan kemudian sengaja diisi lagi dengan air sampai penuh, sampai kebibir tongkang, hingga tongkang akan tenggelam. Dari per bandingan jumlah total volume tangki fiberglass yang difungsikan sebagai suatu “closed buoyant body”, serta jumlah muatan tongkang/termasuk volume air yang diisikan untuk membuatnya tenggelam, akan dapat dihitung secara praktis, berapa sebenarnya per meter kubik kemampuan livebuoy box memberikan effect sebagai suatu buoyant body yang tertutup.

Pengujian paling sederhana, berskala kecil, murah dan dapat dilakukan dengan amat mudah, bahkan oleh orang yang paling awam sekalipun, adalah dengan menggunakan jerrycan kosong, ditutup rapat, lalu pada pegangan jerrycan, diberi tali yang dipasangi beban. Dari perco baan sederhana, murah dan meriah ini, rasanya validasi terhadap total tulisan panjang lebar (dan banyak omong kosongnya) ini akan dapat segera diketahui hasilnya!

Akan tetapi, bila dari pengujian ini diperoleh hasil, bahwa tulisan panjang lebar ini ternyata adalah sekedar “bullshit”, mereka lalu juga harus bisa memberikan keterangan dari sisi ilmiah, mengapa KRI. Teluk Lampung kapal dengan design “zwei kompartement schiffe” yang berbobot mati 1745 ton, tetap terapung walau air telah memenuhi hampir keseluruhan ruangan dikapal, dan kapalselam dengan bobot 1400 ton, hanya diganggu oleh tigameter kubic volume “closed buoyant body” didalam tangki bahan bakar luarnya, ternyata lalu tidak dapat menyelam! Sekedar sebagai catatan, sepanjang pengetahuan penulis tentang Ilmu Bangunan Kapal, yang masih amat dangkal, program “Buoyancy and Stability”, hanya berlaku bagi suatu “open buoy ant body” yaitu design kapal dengan bagian atasnya terbuka. Bagi kapal dengan design keselu ruhan sisinya tertutup, seperti kapalselam, misalnya, masih diperlukan suatu perhitungan ma nual, sejauh yang dapat dibaca (dan mampu dicoba di mengerti) dari “Instrukciya po plowuces ti, ostoiciwosti nacalinoi”.

4.7. Konsep pemasangan “livebuoy box” dikapalmotor: suatu “anomali” dalam bidang studi Teknik Bangunan Kapal.

Dapat disimpulkan secara singkat, bahwa tulisan semacam ini, tidak akan pernah ada duanyadidunia. Hal ini samasekali bukan disebabkan karena suatu rasa “over confidence” pada diri penulis yang berlebihan, sama sekali bukan! Akan tetapi, dalam kenyataannya, siapa sih praktisi ahli, lebih lebih lagi ilmuwan Bangunan Kapal, yang akan menyarankan agar kapal atas air dicoba untuk menjalani kondisi setengah menyelam, menggantung dipermukaan air, suatu kondisi yang khususnya hanya akan dialami oleh awak kapal selam pada saat akan menye lam maupun saat akan timbul kepermukaan. Karena, bagi ahli kapal atas air, bukankah kapal atas air tidak akan pernah dibawa menyelam?Karena itu, kalaupun ada praktisi ahli, lebih lagi kalau adailmuwan kapal atas air yang menulis tulisan semacam ini, rasanya, ilmuwan atau praktisi ahli tersebut lalu akan mendapat julukan “gila” dari rekan seprofesinya! Untung, bahwa penulis bukan orang atas air!

Akan tetapi, betapapun, siapa pula yang lalu akan berani membantah apa yang dituliskan dalam “Instrukciya po plowucesti, ostoiciwosti nacalinoi”, yang dibuat oleh Angkatan Laut Ru sia, Negarayang pernah memiliki Angkatan Laut terbesar didunia, yang dilengkapi dengan Arma da Kapalselam dengan kapalselam yang terbanyak didunia (sebelum kemudian CCCP pecah menjadi Negara kecil kecil)? Siapa pula yang akan berani mementahkan teori yang dicanangkan oleh para ahli bangunan kapal Rusia dalam design “zwei kompartemen schiffe”, yang kebena

rannya bahkan telah dialami sendiri oleh para putra terbaik bangsa, yang salah satunya kini bahkan telah terpilih sebagai KSAL? Dan, siapa pula yang akan berani mengatakan bahwa “it is really nothing”, atas kejadian yang dialami oleh para Perwira Kapalselam, yang telah memperta ruhkan nyawanya menjalani penugasan disuatu habitat yang sebenarnya asing bagi kehidupan manusia, yaitu dibawah permukaan air, yang kapalselamnya dengan bobot total 1400 ton, telah mengalami gangguan hingga tidak bisa menyelam hanya karena suatu “closed buoyant body” sebesar tiga ton saja?

4.8. Let’s quarrel, but, don’t sink the ship!

Tulisan ini memang amat rawan untuk disanggah, akan tetapi, diharapkan, bahwa sanggahannya bukan sekedar merupakan sanggahan yang berdasar “like and dislike” atau seke dar “I don’t like it”, karena yang menulis cuma sekedar “krucuk” yang “pinter jual obat”, akan tetapi, hendaknya sanggahan tersebut juga harus dilengkapi dengan keterangan ilmiah yang logis, dan ada kaitannya dengan / serta dapat menerangkan fakta terjadinya kejadian kejadian “anomaly” yang telah ditulis disini secara panjang lebar. Terutama, sanggahannya diharapkan untuk “bukan sekedar menidakkan”, akan tetapi juga lalu harus dapat mencarikan ganti, sebagaimana tulisan ini yang telah berusaha mati matian, untuk mencarikan cara yang paling aman, agar kalaupun suatu kapal yang naas harus mengalami kedaruratan hingga tenggelam, kapal tersebut tetap akan dapat terapung, menggantung dipermukaan air, tidak hilang dan tenggelam begitu saja karena jatuh kedasar laut, sehingga akan tetap dapat dijadikan tempat bergantungnya para penumpang dan awak kapal yang mengalami kedaruratan.

5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan.

Diatastelah diuraikan secara panjang lebar, segala permasalahan yang berkaitan dengan ketenggelamannya kapal, banyaknya korban yang akan terjadi apabila tidak ada persiapan yang matang dalam mengantisipasi masalah tersebut. Juga telah dibahas cara cara yang disarankan, untuk mencoba mengatasi masalah kapal tenggelam, agar kalaupun kapal harus mengalami musibah, dan tenggelam, maka kapal tersebut minimal masih akan dapat terapung dengan meng gantung dipermukaan, tidak hilang begitu saja karena lalu jatuh kedasar laut. Diharapkan, bahwa “kapal atas air yang berada dalam kondisi setengah menyelam” ini, masih akan mampu me nampung berat para penumpang dan awak kapal korban musibah tersebut, yang akan bergantung an pada kapal, senyampang menunggu datangnya pertolongan.

Semua telah dicoba dijelaskan secara teknis dan mendetail, berdasarkan referensi sejauh yang dapat dikuasai oleh penulis. Sekarang tinggal, apakah kita mau mencoba merealisir niatan luhuryang tertulis dalam judul pokok tulisan ini diatas, dengan melaksanakan idea yang merupa kan semacam “anomaly” dalam Disiplin Ilmu Bangunan Kapal, atau, membuang konsep ini jauh jauh ke dalam tempat sampah, karena menganggap bahwa idea ini cuma sekedar khayalan yang diambil dari awing-awang, tanpa dasar ilmiah, dan penuh dengan “whisfull thinking” dan teruta ma, karena merusak kemurnian Ilmu Bangunan Kapal! Kesemuanya, tentu akan amat tergan tung, darisisi mana dan bagaimana cara “Decision Maker” akan membaca tulisan ini, serta, yang terutama, adalah seberapa tinggi rasa kemanusiaannya!

5.2. Saran.

Sebagaimana ditulis dalam kesimpulan, bahwa tulisan ini akan amat rawan terhadap sanggahan, untuk itu, penulis justru memberikan suatu cara untuk menguji feasibility, suitability danacceptability tulisan ini, dengan cara cara yang amat mudah dilaksanakan (sebagaimana tertuang dalam titik 4.6. Pengujian dengan menggunakan program computer, maupun pe ngujian praktis dilapangan terhadap “kesimpulan sementara” yang diambildititik 4.5.)

. Yang terpenting yang diharapkan penulis, adalah, bagaimana inti tulisan ini, sebagai mana niatan luhur yang disebutkan dalam judul pokok, yang berusaha untuk meningkatkan jami nan keselamatan jiwa para penumpang kapal motor dilingkungan perhubungan laut di Indonesia tercinta ini, dengan cara apapun, dapat terlaksana dengan baik dan sempurna. Semoga! Demi kemanusiaan!

Surabaya, 20 January 2009

“merealisir impian menjadi kenyataan”

Kolonel Ir.Dradjat Budiyanto, XIII

Teluk Tomini 26 SURABAYA 60165,

HP: 085230366088

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun