Mohon tunggu...
Dr AntoniusDieben
Dr AntoniusDieben Mohon Tunggu... Dosen - Doktor Psikologi, Dosen Fakultas Psikologi UMB, Ketua Umum Gerakan Pembumian Pancasila (GPP), Dewan Pakar Nasional Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, dan Ketua Yayasan Angela Indonesia-YAI

Cogito Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Raison D'etre: Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara

27 Mei 2019   13:06 Diperbarui: 27 Mei 2019   13:12 5862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pancasila pada dasarnya adalah Primer: sebagai ideologi sekaligus dasar negara Republik Indonesia. Primer dalam makna ini adalah menyangkut maksud dan tujuan semula. Primer, juga dalam arti kata sebagai fungsinya semula.

Pancasila sebagai ideologi berakar dari Marhaenisme ajaran Soekarno. Rumusan ideologi Marhaenisme yang dimasukkan ke dalam ideologi Pancasila diusulkan secara jelas dan tegas oleh Bung Karno dalam Pidatonya tanggal 1 Juni 1945 di muka sidang terbuka Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang lebih dikenal pula dengan nama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pidato Bung Karno itu dimaksud untuk menjawab pertanyaan K.R.T. Radjiman Widiodiningrat (selaku Ketua BPUPKI) kepada para anggotanya: "Negara Indonesia Merdeka yang kita bentuk, apa dasarnya?".

Di awal pidatonya Bung Karno mengajukan pertanyaan kepada sidang terbuka BPUPKI: "saudara -- saudara! Apakah yang dinamakan merdeka? ; Di dalam tahun '33 saya telah menulis satu risalah bernama "Mencapai Indonesia Merdeka" - yang intinya menekankan bahwa kemerdekaan, politieke onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah satu jembatan emas dan di seberang jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat, menyusun masyarakat Indonesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal, dan abadi. Bung Karno melanjutkan pidatonya dengan mengatakan dasar (philosopischegrondslag) atau di atas dasar apa (weltanschauung) kita mendirikan negara Indonesia.

"Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme -- kebangsaan dan perikemanusiaan-- saya peras menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan Sosio Nasionalisme"; Bung Karno menjadikan Kebangsaan sebagai prinsip pertama dengan menyetir pemikiran Ernest Renan tentang syarat bangsa: "le desir d'etre ensemble" (kehendak akan bersatu) dan senafas dengan Otto Bauer bahwa bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib.  Soekarno juga menegaskan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi politiek-economische demokratie -- yaitu politieke demokratie dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan-- saya peraskan pula menjadi satu : inilah yang dulu saya namakan Sosio Demokrasi. Prinsip kelima sebagai dasar ketiga menyusun Indonesia merdeka dengan ber-KeTuhanan Yang Maha Esa. Bung Karno menegaskan hendaknya negara Indonesia menjadi negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada "egoisme agama".

Pancasila sebagai Dasar dan Falsafah Negara terdapat rumusannya dalam Pembukaan UUD 1945. Rumusan Pancasila pada alinea ke - 4 didahului oleh 3 alinea. Alinea pertama menegaskan jiwa anti-kolonialisme yang melekat dalam Pancasila. Alinea kedua menegaskan manunggalnya Pancasila dengan sejarah. Perjuangan Pergerakan Kemerdekaan Indonesia, yang dengan segala suka dukanya telah mengantarkan rakyat Indonesia dengan selamat ke depan pintu gerbang Indonesia, yang merdeka, adil dan makmur. Alinea ketiga menegaskan jiwa pengakuan akan adanya Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Pancasila sebagai ideologi membangkitkan keyakinan ideologis dan sebagai dasar negara membangun keyakinan konstitusi. Pancasila seyogyanya harus dikembangkan sebagai ideologi terapan karena pada hakikatnya Pancasila merupakan ideologi terbuka. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila harus senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak boleh berubah, namun pelaksanaannya harus kita sesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang selalu akan kita hadapi dalam setiap kurun waktu. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia haruslah menjadi sebuah acuan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, berbagai tantangan dan ancaman dalam menjalankan ideologi Pancasila juga tidak mampu untuk menggantikan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.

Pancasila terus dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia sebagai dasar negara, itu membuktikan bahwa Pancasila merupakan ideologi sejati. Oleh karenanya, tantangan di era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi kepribadian bangsa, tidak menjadikan Indonesia kehilangan jati diri sebagai sebuah bangsa, kendati hidup di tengah-tengah pergaulan dunia. Justru sebaliknya Indonesia harus membangun persaudaraan dunia yang sarat dengan humanisme. Gandhi pernah berkata: "Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan: "My nationalism is humanity". Spirit kebangsaan Gandhi yang menguatkan persaudaraan sejati antar bangsa (internasionalisme) dan senafas dengan pemikiran Bung Karno yang menyatakan : "Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar  di dalam buminya nasionalisme; dan nasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme. Nasionalisme yang diyakini Bung Karno lahir dari menselijkheid : Nasionalismeku adalah Perikemanusiaan, yang lahir dari cinta pada tanah air. Nasionalisme yang cinta pada tanah air sesungguhnya berdasar pada pengetahuan atas sejarah dan tata ekonomi dunia (Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, 1964, hal. 5).

Tantangan lain dan bahkan menjadi ancaman serius yang menggugat alasan sebuah keberadaan ("Raison D'etre") nilai-nilai luhur Pancasila adalah radikalisme. Akhir -- akhir ini radikalisme memperoleh momentum politiknya, menggelegar, membahana, dan 'seolah' menjadi Tuan di rumah sendiri. Api intoleransi menyambar dimana-mana, penyebar ujaran kebencian, berita palsu dan bohong (hoaks) dapat berlindung di balik kebebasan berpendapat dan menarik simpati massa. kebebasan berpendapat individu yang menganut paham radikal justru mendapatkan tempat persembunyiannya.

Pancasila yang lahir dari rahimnya Ibu Pertiwi seharusnya menjadi jiwa bangsa dan antitesis terhadap segala bentuk dan manifestasi radikalisme. Pengalaman empiris Pancasila sejak kelahirannya 1 Juni 1945 sudah terbukti  berfungsi sebagai antibodi bagi demokrasi melawan radikalisme: intoleransi.. Pancasila tak lain dan tak bukan adalah komunalisme. Soekarno pernah berkata: "Apa guna grondwet kalau ia tidak dapat mengisi perut orang yang hendak mati kelaparan, maka karena itu, jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada paham kekeluargaan, paham tolong menolong, paham gotong royong dan keadilan sosial, enyahkan tiap-tiap pikiran, tiap-tiap paham individualisme dan liberalisme daripadanya".

Nilai-nilai luhur Pancasila akhirnya menjadi magnet pemersatu bagi bangsa dan negara Indonesia dengan segala kekayaan dan keberagamannya: dengan luas 1.913.578 KM2, 34 Propinsi, 17.504 Pulau, 1128 Suku, 269 Juta Jiwa, 6 Agama, dan 546 Bahasa Daerah Aktif (BPS, Mei 2019).

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa seharusnya dapat mengembangkan  nilai-nilai etik, moral, spiritual dan terwujud dalam sikap menghargai orang lain yang berlainan agama/kepercayaan. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memberi harapan bertumbuhnya peradaban bangsa, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, yang terwujud dalam sikap saling mencintai sesama manusia. Sila Persatuan Indonesia menjadi perekat perbedaan dan keberagaman, yang terwujud dalam sikap cinta kepada tanah air, menempatkan kepentingan negara dan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dalam Permusyawaratan/Perwakilan mengandung nilai-nilai kedaulatan rakyat, dan patuh pada putusan rakyat yang sah. Dan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang mampu mewujudkan kesejahteraan sosial tanpa ekploitasi manusia atas manusia, terwujud dalam sikap sama rasa sama bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun