Mohon tunggu...
Pandapotan Silalahi
Pandapotan Silalahi Mohon Tunggu... Editor - Peminat masalah-masalah sosial, politik dan perkotaan. Anak dari Maringan Silalahi (alm) mantan koresponden Harian Ekonomi NERACA di Pematangsiantar-Simalungun (Sumut).

melihat situasi dan menuliskan situasi itu

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

UKW PWI Sumut, Stop "Menyusu" ke APBD

23 Oktober 2018   11:10 Diperbarui: 23 Oktober 2018   11:56 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ilustrasi Kompas

UKW PWI Sumut atau Uji Kompetensi Wartawan yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut baru-baru ini hangat diperbincangkan. Terutama kalangan wartawan yang bukan anggota PWI. Apalagi UKW dimaksud dikait-kaitkan dengan profesionalitas wartawan.

Pembicaraan mengenai UKW PWI Sumut itu sejatinya tidak ada kaitannya dengan profesionalisme wartawan. Sikap profesionalisme seorang wartawan, sepengetahuan saya, tergantung pada moralitas wartawan itu sendiri. Karena faktanya (maaf) banyak diantara oknum wartawan yang kerjanya menjadi tumin (tukang minta-minta). Bahkan muncul pula istilah wartawan CNN alias Cuma Nengok-Nengok.

Pekerjaan seorang wartawan, sejauh yang saya tahu, mengkritik, mengobservasi, menuliskan, mengonfirmasi hingga menjadikan laporannya dalam sebuah pemberitaan atau artikel. Bukan justru memelihara hubungan baik seperti versi PWI Sumut. Setidaknya itu menurut saya.

Pengaruh hubungan baik antara wartawan dan pejabat, maka porsi pemberitaan yang ditampilkan di media massa bakal tidak proporsional, tidak berimbang. Bagaimana mungkin Anda mengkritik kinerja pejabat yang sudah menjadi teman Anda? Begitu kira-kira ilustrasinya.

Intinya, sampai kapan pun, saya tidak pernah sependapat jika seorang wartawan yang ikut UKW PWI Sumut otomatis menjadi profesional di lapangan. Seperti tulisan saya sebelumnya di sini, bahwa UKW PWI Sumut tak bisa menggaransi wartawan di lapangan, apalagi sampai menggaransi (menjamin) profesionalisme (sikap) mereka yang terkadang bikin sakit hati nara sumber.

Yang saya tahu, PWI tak lebih hanya sekadar organisasi wartawan tertua di Indonesia. Hanya sebatas itu! Toh, PWI tak akan bertanggungjawab terhadap sepak terjang wartawan yang 'nyeleneh' di lapangan bukan? Yang jelas, terhadap sikap negatif oknum wartawan yang melanggar hukum di lapangan, PWI sejauh ini tak bisa berbuat banyak. 

Selebihnya, dosa oknum wartawan justru ditanggung sendiri akibatnya oleh wartawan bersangkutan, selanjutnya perusahaan suratkabar atau media di mana tempatnya bekerja menanggung malu sebagai sikap moral terhadap karyawannya.

PWI Sumut Stop 'Menyusu' ke APBD

Ini masih terkait dengan UKW PWI Sumut, bahwa lembaga organisasi profesi ini sudah saatnya stop 'menyusu' ke APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Provinsi Sumut.

Sangat tidak elegan ketika kegiatan-kegiatan untuk kepentingan wartawan yang tergabung dalam PWI Sumut masih 'menyusu' dan dibiayai APBD.

Sekadar diketahui tahun 2016 silam, PWI Sumut meminta anggaran Rp 3,1 miliar. Uang dalam bentuk hibah sebanyak ini disebut-sebut membiayai kegiatan dan renovasi gedung PWI di Medan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun