Tiba-tiba, salah seorang anak mendekati ayahnya, yang kebetulan sementara duduk bersama kami. Sambil merengek, dia meminta untuk dibelikan lato-lato.Â
Gegara melihat apa yang dipunyai oleh temannya dan juga rasa tertarik yang begitu kuat, anak pun menginginkan permainan yang sama.Â
Lalu, pernah juga saya meminjam lato-lato salah satu anak yang kebetulan bermain di halaman depan tempat tinggal saya. Lalu, saya tanyakan asal muasal permainan itu. Tanpa ragu, anak itu menjawab bahwa permainan itu berasal dari Indonesia.Â
Walaupun jawabannya tak benar sama sekali, namun saya yakin jawabannya itu bisa terlahir karena media sosial. Demam lato-lato yang sempat menggerogoti Indonesia beberapa bulan yang lalu menyebar cepat ke tempat lain, termasuk ke Filipina.Â
Tak heran, anak itu tak ragu menjawab bahwa permainan lato-lato berasal dari Indonesia, walau sebenarnya permainan itu sebenarnya bermula dari Amerika Serikat di tahun 1960-an.Â
Sampai saat ini, permainan lato-lato belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Tak seperti di Indonesia dan beberapa negara, yang mana permainan ini dilarang karena ditimbang dari aspek keselamatan.Â
Untuk sementara ini, permainan lato-lato diminati oleh banyak pihak. Di beberapa tempat, orang berlomba untuk melihat dan mengukur siapa yang paling lama memainkan lato-lato.Â
Fenomena perkembangan permainan lato-lato yang lagi tren di Filipina dan sudah sepih di Indonesia menunjukkan karakter dari perkembangan media saat ini. Gegara media sosial, orang-orang gampang saling mengikuti dan meniru.Â
Sama persis sewaktu lagu Ojo Dibandingke yang pernah dinyantikan oleh Farel Prayoga. Lagu itu tren tak hanya di Indonesia, tetapi juga di Filipina. Saya pernah mendapatkan beberapa orang memutar dan mendengarkan lagu tersebut.Â
Tentu saja, hal itu terjadi karena media sosial. Kekuatan media sosial bisa menembus batas ruang tertentu, sehingga sulit sekali menemukan batas yang pasti antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.Â
Sebagaimana di Indonesia, yang mana permainan lato-lato sudah sepih penggemar, cepat atau lambat juga permainan lato-lato di Filipina akan sepi penggemar. Namanya juga, permainan karena ikut tren semata. Ketika tren itu luntur, permainan itu pun bisa tinggal kenangan.Â