"Kegagalan adalah guru terbaik," demikian ungkapan yang barangkali sering kita dengar dan bahkan ini juga menjadi motivasi dalam kehidupan kita. Ungkapan ini kira-kira mau mengatakan bahwa kegagalan tak boleh menjadi akhir dari sebuah perjalanan hidup. Sebaliknya, itu bisa menjadi titik tolak untuk memulai jalan kehidupan yang baru.Â
Tentu saja, untuk memulai yang baru bermula dari keinginan untuk belajar dari kegagalan yang terjadi. Sebab-sebab dari kegagalan dievaluasi dan mereka menjadi titik pijak dalam menjalankan kehidupan selanjutnya.Â
Hal ini bisa berlaku bagi perjalanan timnas Spanyol, atau yang juga dijuluki dengan La Roja. Kekalahan timnas Spanyol di partai final UEFA Nations League (Piala Liga UEFA Eropa) kontra timnas Perancis (1-2) menjadi rentetan kegagalan timnas Perancis pada tahun ini.Â
Kegagalan pertama timnas Spanyol itu terjadi pada Euro 2020 lalu. Awalnya diragukan karena seleksi pemain, namun perlahan tetapi pasti timnas Spanyol mementahkan keraguan itu dengan penampilan mereka hingga babak semifinal. Timnas Spanyol disingkirkan oleh Italia di babak semifinal lewat drama adu penalti.Â
Lalu, kegagalan kedua adalah pada final olimpiade 2020 di Jepang. Kendati sebagian besar skuad olimpiade 2020 adalah pasukan muda, namun beberapa di antaranya sudah dipanggil masuk timnas senior Euro 2020 dan UEFA Nations League. Momen olimpiade ini menjadi kesempatan untuk mengasah lebih jauh kualitas para pemain muda. Â
Dan, kegagalan yang terkini adalah di partai final kontra Perancis pada UEFA Nations League. Lebih dahulu unggul dari Perancis, timnas Spanyol kemudian harus mengakui dua gol Perancis yang dicetak oleh K. Benzema dan K. Mbappe.Â
Tiga kegagalan yang bisa dicatat dalam hati timnas Spanyol pada tahun ini. Tiga kegagalan ini bukanlah akhir. Malahan, ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi timnas Spanyol dan menjadi titik tolak untuk meraih sukses yang lebih besar.Â
Paling tidak, sisi positif dari kegagalan ini adalah aspek pembelajaran dari para pemain muda. Sebagian besar pemain yang diikutsertakan oleh pelatih timnas Spanyol, Luis Enrique adalah para pemain muda. Beberapa di antaranya masih berada di bawah 20 tahun.Â
Langkah Enrique patut diapresiasi. Dia berani memanggil, mengikutsertakan, dan memainkan para pemain muda untuk laga-laga penting.Â
Salah satu sensasi Enrique adalah memanggil Pablo Gavi (12 tahun), pemain Barcelona yang baru diorbitkan pada musim ini. Gavi dipanggil bukan untuk duduk di bangku cadangan. Pemain muda ini langsung mendapat posisi di tim inti, mendampingi pemain senior Koke dan rekan setimnya di Barca, Sergio Busquets.Â
Gavi tak hanya gemilang saat bertemu dengan Italia. Dia juga tampil prima dalam laga kontra Prancis. Tak ayal, harian Marca.com (11/10) yang berbasis di kota Madrid ini mengeluarkan pertanyaan retoris.Â