Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Membuka Kembali Rumah Ibadah, Keputusan Tepat di Balik Motif Politik Donald Trump?

23 Mei 2020   12:29 Diperbarui: 23 Mei 2020   12:26 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Donald Trump, Presiden Amerika Serikat. Sumber Foto: Bussines Insider.com

Sulit untuk melepaskan keputusan Trump ini dari motif politik. Pasalnya, pada pemilihannya sebagai presiden di tahun 2016, Komunitas Kristen Evangelical menjadi salah satu instrumen penting dalam pemilihannya sebagai presiden.

Bahkan dikabarkan kalau Trump masih menjaga hubungan baik dengan para pemimpin Gereja Kristen selama masa kepemimpinannya di Gedung Putih. Secara tidak langsung, keputusan ini bisa mempunyai motif dan langkah politik. Ujung-ujungnya, ini bisa menjadi bekal untuk pemilihan presiden pada bulan November mendatang.

Meski keputusan ini bermuatan politik, membuka tempat ibadah menyajikan dua sisi. Pada satu sisi, sisi negatifnya, keputusan membuka tempat ibadah beresiko. Terlebih lagi, AS belum mengontrol secara penuh penyebaran virus korona.

Tidak sedikit pengalaman yang menyatakan kalau peristiwa keterjangkitan virus korona bermula dari kerumunan massa yang terjadi di rumah ibadah. Makanya, keputusan ini mesti dibarengi dengan aturan dan kebijakan yang ketat agar pengalaman yang sama tidak terulang.

Pada sisi lain, pembukaan tempat ibadah adalah sebuah keputusan bisa dinilai tepat. Keputusan tepat ini dipertimbangkan berdasar pada keputusan membuka tempat-tempat publik lainnya. Apa perbedaan tempat ibadah dan tempat publik lainnya? Toh, dari sisi bentuk, mereka adalah tempat publik yang memungkinkan keramaian. Fungsi dan intensi orang-orang yang hadir bisa menjadi pembeda. 

Donald Trump mengritisi beberapa gubernur yang menilai kalau klinik aborsi dan tempat penjualan minum keras sebagai tempat esensial. Karenanya, tempat-tempat ini mesti dibuka. Sebaliknya, Trump menilai jika tempat-tempat seperti itu esensial dan mesti dibuka, maka tempat-tempat ibadah juga esensial dan mesti ikut dibuka.

Ya, ironis juga. Pada satu sisi banyak orang berada pada keramaian di pasar, di tempat perbelanjaan dan tempat-tempat publik lainnya. Sementara itu, tempat-tempat ibadah dibiarkan tetap ditutup.

Kalau dipertimbangkan dari faktor keramaian, secara umum sisi keramaiannya sama. Malahan, keteraturan keramaian di tempat ibadah bisa dikontrol. Toh, penghormatan orang kepada tempat ibadah bisa menjadi faktor yang bisa mengontrol mereka untuk teratur berada di tempat ibadah.

Seringkali sangat gampang bagi seorang umat beriman berlaku sopan di tempat ibadah. Bahkan aturan di tempat ibadah seolah dianggap sebagai aturan yang mutlak untuk ditaati. Begitu pun, saya kira kalau menerapkan aturan medis di tempat ibadah. Pastinya umat bisa memahaminya.

Pernah seorang teman bercerita tentang pengalamannya antri di depan pasar umum. Dia harus antri di depan pasar selama lebih dari dua jam. Banyak orang. Kadang beberapa orang mengabaikan aturan physical distancing.

Sementara itu, kegiatan ibadah kerap kali hanya sejam atau lebih dari sejam. Namun, kegiatan di rumah ibadah dilarang, sementara aktivitas di tempat-tempat publik itu dibiarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun