Kompasiana memiliki magnet yang luar biasa bagi saya, menulis dari nol hingga saat ini sudah lumayan bisa menulis. Kesibukan dalam rutinitas bekerja seolah menghabiskan waktu untuk menulis. Waktu seolah habis digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan demi pekerjaan yang sudah ada deadlinenya. Tiga minggu tidak menulis di kompasian rasanya ada sesuatu yang kurang, seolah ada sesuatu yang mengganjal untuk dituliskan.
Mungkin benar kata dilan rindu itu berat, sehingga ketika rindu itu tak kunjung diobati maka akan menjadikan ganjalan yang membuat hidup tak bahagia. Mungkin ungkapan ini terkesan lebay tapi itulah sejatinya rindu, dapat terobati ketika apa yang dirindukan dapat ditemui.
Ketka membuka halaman awal kompasiana sudah nampak jejeran tulisan kompasioner yang begitu menggoda untuk dibaca. Setelah membaca satu persatu rasanya semakin kuat untuk membuka tombol login untuk menulis. Meskipun beum tahu untuk menulis apa paling tidak sudah ada niatan membuka untuk menulis.
Topik hangat sedang tidak tertarik untuk menulisnya, akhirnya keputusan jatuh pada curhat sajalah. Siapa tahu curhatan itu justru dapat menginspirasi dan mendorong orang lain untuk menulis. Kdang orang juga malas membaca tulisan yang muluk-muluk dan membutuhkan penalaran tingkat tinggi untuk memahaminya.
Setelah menuliskans edikit curhatan rasanya hati menjadi plong, ganjalan itu telah tertuangkan dalam ungkapan kata-kata sederhana yang tertuliskan dalam artikel ini. Terima kasih kompasiana telah mengobati rinduku untuk menulis. Inilah ceritaku, mana ceritamu?