Mohon tunggu...
Donny Adi Wiguna ST MA CFP
Donny Adi Wiguna ST MA CFP Mohon Tunggu... Konsultan - CERTIFIED FINANCIAL PLANNER, Theolog, IT Consultant, Photographer, dan Guru bikin Kue dan Roti

Konsultan Perencana Keuangan di Bandung

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Credit Suisse Jadi Seperti Lehman Brothers?

4 Oktober 2022   10:16 Diperbarui: 4 Oktober 2022   10:45 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

APA ASURANSI YANG TIDAK DIJALANKAN OLEH PERUSAHAAN ASURANSI?
.
.
.
.
Ini adalah kisah tentang CDS atau Credit Default Swaps. CDS pada prinsipnya adalah suatu pertanggungan yang diberikan jika terjadi gagal bayar alias default dari hutang yang dibuat, di mana pertanggungan ini diberikan oleh bank. Tentunya bukan hutang bernilai kecil, melainkan hutang besar yang dibuat oleh korporasi besar atau oleh sebuah negara.

Baiklah, bagaimana penjaminan atas hutang diberikan? Saat ini, korporasi memberikan agunan ke bank bukan dalam bentuk aset tak bergerak seperti sertifikat tanah dan gedung, sebab likuiditasnya rendah. Maka, agunan hutang yang diberikan adalah sertifikat obligasi, karena likuiditas lebih tinggi dan tingkat risiko dianggap sangat rendah.

Jadi, laba yang ditahan dipakai untuk beli sertifikat obligasi berjangka panjang. Sertifikat itu kemudian diagunkan ke bank, dengan mengambil CDS untuk memanajemen risiko. Premi yang dibayar jauh lebih kecil daripada tingkat risiko yang ditanggung, sesuai prinsip aleatori pada asuransi.

Siapa yang menjalankan? BANK. Khususnya bank investasi, seperti Credit Suisse atau Deutsche Bank.

Selama ini bank-bank memperoleh keuntungan sebagai penyedia kredit dari tiga aspek. Pertama, mereka mendapatkan untung dari bunga kredit. Kedua, mereka mendapatkan untung dari premi CDS. Ketiga, mereka mendapatkan untung dari jual beli obligasi.

Dari mana bank memperoleh dana untuk dipinjamkan? Tentu saja mereka memperoleh dari para investor dan penabung di bank. Mereka bisa memutarkan 90% atau lebih dana yang ditabungkan oleh Nasabah.

Kemudian... terjadilah, The Fed menaikkan Fed Rate, yang menaikkan nilai USD dan likuiditasnya menyusut. Karena USD adalah mata uang perdagangan dunia, maka terjadi penurunan perdagangan karena nilai USD tinggi serta semakin sukar diperoleh. Kita sudah lihat bagaimana mata uang keras dunia lainnya (Poundsterling, Euro, Swiss Franc, Yen, Yuan) mengalami devaluasi yang dalam. Bagi banyak usaha yang berhutang dalam mata uang USD, muncul masalah sangat besar.

Kenaikan Fed Rate diikuti oleh bank sentral lainnya, termasuk Indonesia. Untuk pasar obligasi, besar yield obligasi juga melonjak naik dengan tajam. Kenaikan yield berarti penurunan nilai obligasi yang besar. Bagi bank yang memegang obligasi sebagai agunan, itu berarti penurunan nilai agunan. Padahal, semakin banyak hutang yang gagal dibayar oleh Nasabah.

Kalau nasabah gagal bayar, maka agunan berupa obligasi dicairkan oleh bank -- masalahnya, kini nilainya jauh berkurang. Bank harus menombok untuk mengembalikan kekurangan itu, kalau penabung menarik dana dari bank. Bagaimana jika banyak Nasabah yang gagal bayar?

Di sinilah fungsi dari CDS, yang didanai oleh kumpulan premi dapat menjadi penolong. Masalahnya, bagaimana jika banyak yang mengalami gagal bayar? Jumlah premi yang dikumpulkan lebih sedikit dibandingkan pertanggungan yang dijanjikan. Siapa yang menombok? Bank yang menerbitkan CDS.

Inilah yang terjadi dengan Credit Suisse dan Deutsche Bank.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun