Mohon tunggu...
Donita Gerina Tolioe
Donita Gerina Tolioe Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hevenue Shalom Alacheim

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mbah Surip: Oase di Tengah Tanah Gersang

13 November 2009   13:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:21 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_25017" align="alignright" width="199" caption="cover buku mbah surip (http://www.grasindo.co.id)"][/caption]

Di tengah kondisi bangsa yang makin kasrut marut ini, kehadiran Mbah Surip memberikan penyegaran. Mbah Surip adalah setetes embun di tengah gurun pasir yang kering kerontang. Ia adalah kado terindah dari Tuhan untuk kita, bangsa yang tengah berjuang mencari hak hidupnya.

Mbah Surip adalah sosok yang merdeka, sebagaimana ia  membiarkan dirinya tak ikut-ikutan orang lain. Ia tetap tampil sederhana dengan rambut gimbal, juga banyolan-banyolannya dan tawanya yanglepas. Ia pun sosok yang rendah hati, komunikatif dan akrab dengan siapa saja.

Sebagai seorang musisi, Mbah Surip tidak melalui ajang idol-idolan, apalagi lewat casting para model. Mbah Surip adalah musisi sejati yang lahir lewat proses panjang. Bisa dibilang ia salah satu musisi yang lahir dari jalanan dan sukses menuju red carpet.

Lebih dari itu, pria kelahiran 6 Mei 1957 ini adalah ikon bagi kebudayaan massa dalam pembaruan musik Indonesia. Ia mendobrak pakem yang ada bahwa, menjadi artis tidak selalu bening,tertata, dan harus tampil glamour.

Keunikan inilah yang membuat karyanya blak-blakan dan jauh dari kesan manipulatif.Kehadiran Mbah adalah obat kerinduan kita akan karya musik yang polos, setelah sekian lama kita jenuh dengan kemasan musik yang melankolis. Demikian hal ini dipaparkan dalam buku yang ditulis Jodhi Yudono berjudul Mbah Surip “We Love You Full…”

Dalam buku biografi terbitan Grasindo ini, penulis mengorek isi jeroan sosok Mbah Surip secara gamblang, mulai dari perjalanan kariernya, kehidupan pribadi, curahan hati Mbah Surip dan berbagai pendapat mengenai musisi yang gokil ini. Biografi ini ditulis dengan gaya santai, tidak baku dan terkesan spontan. Penulis pun mengajak Anda untuk mengenal sosok Mbah Surip lebih dekat, sekaligus belajar gila dari Mbah Surip, ha…ha…ha…

Kata ‘gila’ disini bukanlah bermaksud mengejek, namun lebih untuk lucu-lucuan saja untuk menggambarkan pribadi Mbah Surip yang esentrik. Mbah Surip memang suka ndableg dan ceplas-ceplos, termasuk ketika menjawab pertanyaan wartawan.

Sama kayak orangnya, begitu juga lagu-lagunya. Siapa yang nggak ketawa ketika mbah Surip bersenandung, “Banyakin kopi, kurangin tidur”. Anda mungkin nggak habis pikir ketika ia bernyanyi,” Setan-setan minggir, manusia mau lewat” atau bahkan ada yang menari-nariketika mendengar hits andalannya berkumandangdimana-mana, yakni Tak Gendong . Topik-topik yang nyeleneh itu menjadi ciri khas dalam setiap karya yang selalu berpihak pada problematika rakyat jelata.

Dalam buku ini Anda bisa mengetahui bahwa sejumlah lagu-lagu Mbah Surip memiliki pesan kritik sosial dan sindiran keras. Mungkin bagi Mbah biasa-biasa saja, tapi tidak bagi beberapa seniman ternama seperti novelis Teguh Esya dan musisi Yocky Suryopragoyo.

Teguh Esya mengatakan bahwa lagu Mbah Surip berjudul Bangun Tidur mengimplikasikan tentang bangsa kita yang malas. Makanya nggak maju-maju dan maunya tidur melulu. Sedangkan Yocky berpendapat bahwa karya Mbah Surip mewakili musik-musik Indonesia. Pokoknya, Indonesia banget deh! Disinilah terlihat bahwa Mbah Surip sangat konsisten bertahan di saat generasi muda Indonesia berkiblat pada musik-musik asing.

Selain mengupas lagu-lagu Mbah Surip, penulis juga mengulas kehidupan pribadi Mbah Surip lewat wawancaranya dengan orang-orang terdekat Mbah Surip.Selanjutnya, penulis pun membuat pembaca serasa bertualang bersama dengan Mbah Surip dengan menjabarkan kebiasaan-kebiasaan Mbah Surip, jugamimpi-mimpi anehnya seperti ingin beli helikopter, keliling dunia pakai sepedah dan adu panco dengan Elias Pical, hua..ha… ha… ha…

Nggak tanggung-tanggung, penulis nyemplung langsung dalam keseharian Mbah Suripsampe jadi korban kejahilannya, misalnya suruh jadi penyanyi dadakan lah, atau mendapat jawaban ngaco dari Mbah Surip. Padahal lagi serius-seriusnya wawancara loh, emangnya enak, ha.. ha… ha…

Hal utama yang menarik perhatian saya dalam biografi ini adalah ketika penulis mengangkat sosok Mbah Surip yang fenomenalsekaligus religius. Mbah Surip memang bukan tokoh agama yang tampil dengan sorban, berjenggot atau memakai jubah. Namun karyanya adalah sebuah pemikiran filosofinya tentang apa yang dilihat, didengar dan dirasa.

Mbah Surip juga seorang musisi sukses namun tidak lupa akan daratan. Di balik tingkah konyolnya Mbah Surip seorangsufistik. Walau begitu, Mbah Surip nggak pamer atau pun sok tau.Mbah Surip mampu merangkul penontonnya, dari muda, tua dan berbagai kalangan. Mbah Surip adalah manusia yang menebus batas.

Secara garis besar, buku setebal 145 halaman ini adalah sebuah kisah anak manusia yang mendapat tempat tersendiri di hati masyarakat, yang ikhtiarnya pun berguna bagi banyak orang. Selain itu, kisah ini adalah sebuah catatan sejarah dalam gejolak republik jungkir balik.

Biografi ini adalah sebuah perenungan hidup yang inspiratif. Saya jadi tersadar bahwa kesuksesan diraih jika kita mengerjakan apa pun dengan sepenuh hati. Ini adalah perjalanan seorang manusia yang sukses menemukan dirinya dan membebaskan jiwanya dari keserakahan.

Lembar per lembar saya jelajahi. Tak terasa saya sudah berada di akhir cerita. Saya begitu menikmati untaian kisah pria yang bernama asli Urip Achmad Ariyanto Bin Soekotjo. Awalnya saya terbahak-bahak. Selanjutnya pada bagian pertengahan, saya merasa terharu dengan pahit getir kisah Mbah Surip yang ditulis secara emosional .

Tak lepas dari drama kehidupan, kisah Mbah Surip pun diliputi hal-hal dilematis, yaitu kehidupan rumah tangganya yang kandas dan berakhir dengan perceraian. Belum lagi, Mbah harus berhadapan dengan kejamnya industrialisasi musik yang memperlakukannya sebagai sapi perah.

Sangat disayangkan, kehadiran Mbah Surip begitu cepat seperti meteor yang melesat. Hati saya semakin hancur saat mendengar Mbah Surip menyusul my lovely one, The King of Pop , Michael Jackson. Cita-cita saya untuk bertemu Mbah Surip secara langsung kandas sudah.

Namun melalui kisah ini saya belajar untuk tidak takut menghadapi hidup. Selamat jalan Mbah Surip. Terima kasih atas karyamu yang indah. Mbah Surip adalah anugerah dari Tuhan buat umat manusia. Tuhan pasti tersenyum ketika Ia sedang menciptakanmu. Hormat saya untuk Mbah Surip dari hati yang terdalam.

I love you full….

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun