Mohon tunggu...
Doni Febriando
Doni Febriando Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer Newbie

Hanya seseorang yang biasa-biasa saja tapi telah menemukan kebahagiaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepotong Sore bersama Kakek Pemulung di Tengah Wabah Covid-19

1 Mei 2020   07:41 Diperbarui: 1 Mei 2020   08:03 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

YA TUHAN, KAPAN COVID-19 INI AKAN BERAKHIR, KAPAN?! Kapan..., Kapan..., Ya Tuhan, kapankah ini semua akan berakhir?

Kalimat protesku pada Tuhan beberapa minggu ini. Aku sudah mulai tidak betah lagi dengan masa karantina ini. Aku ingin wabah virus ini segera berakhir, aupaya aku bisa jalan-jalan lagi. Aku ingin wabah virus ini segera berakhir, aku ingin bisa hangout dengan teman-teman lagi. Aku juga sudah tidak tahan mau blablabla lainnya.

Tapi.... Semenjak aku ketemu Pak Tono, seorang pemulung tua renta berusia 70 tahun, semuanya jadi berbeda bagiku, bro, sis...

Ceritanya begini, waktu adzab Maghrib tadi kebetulan hujan tiba-tiba turun lebat, aku yang naik motor pun memilih berteduh di parkiran sebuah minimarket. Aku merapatkan motorku tepat di depan sebuah gerai minimarket daerah Kopo, Ketapang. Seperti yang lain, aku duduk-duduk di anak tangga gerai minimarket tersebut, tapi mataku tertuju pada sesuatu.

Lebih tepatnya pada seseorang yang berpakaian sangat lusuh. Tanpa mengenakan jaket padahal udara sudah cukup dingin. Bahkan, hanya memakai celana pendek. Ia sudah sepuh, tangannya saja sudah keriput, badannya kurus kerontang, dan badannya bungkuk. 

Kami berdua sedang sama-sama berteduh di depan gerai minimarket daerah Kopo, Ketapang. Karena saat ini sedang ada COVID-19, saya pun menerapkan physical distancing, sehingga meskipun kami sama-sama duduk di anak tangga gerai minimarket tersebut, kami bersebelahan dengan menjaga jarak seperlunya.

Didorong rasa penasaran sekaligus untuk mengisi waktu menunggu hujan reda, terjadilah dialog singkat di antara kami, saya memulai memperkenalkan diri. Kami pun berkenalan... Aku jadi tahu siapa nama beliau, pekerjaan beliau, dan kehidupan sehari-harinya selama ini. Tapi, yang paling tidak bisa aku lupakan adalah ketika beliau menceritakan profesinya sebagai pemulung.

SETIAP HARI JALAN KAKI DARI KAMPUNG KE PASAR INDUK SELAMA 3,5 JAM MENJUAL SAMPAH PLASTIK DAN KERTAS! ITU ARTINYA BELIAUNYA TIAP HARI JALAN KAKI PP 7 JAM UNTUK BEKERJA!

Aku bergegas cek Gmaps, dan... buseeett! Pantas saja bisa jalan kaki 7 jam per hari, karena jarak kampungnya ke pasar induk itu 8,5 kilometer, yang itu artinya pulang-pergi adalah... 8.5 km x 2 = 17 km!

Aku semakin syok, semakin tidak bisa berkata-kata lagi, ketika aku tanya berapa hasilnya, beliaunya cerita bahwa penghasilan setiap harinya hanya Rp. 10.000!

Ceban bro, CEBAN!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun