Â
Mendaratnya Jepang ke nusantara pada  tahun 1942,  membuat  pemerintah Belanda di  Indonesia  kalang kabut.  Situasi  politik yang  gamang  itu, melemahkan pengawasan terhadap para pejuang kemerdekaan termasuk juga tahanan politik. Soekarno memanfaatkan keadaan itu, untuk segera angkat kaki  dari  pengasinganya di Bengkulu. Tapi kembali ke Jakarta, memerlukan  strategi .
Soekarno orang penting. Bukan turis backpacker, ia tidak bisa  hilir mudik  sesuka hati.  Bagi  aktivis pejuang kemerdekaan,  dia adalah bahan bakar pengobar semangat. Bagi Belanda juga Jepang, beliau adalah  sumber penyakit kemerdekaan  yang harus diawasi. Bukan gede rasa(GR),tetapi lelaki ini  menyadari bagaimana  dirinya adalah komponen penting dalam mesin perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Selama empat tahun berada di Bengkulu, beliau bersosialisasi dengan berbagai  kalangan. Salah satunya  HM Azharie, saudagar asal Palembang. Karena urusan niaga, HM Azharie secara berkala  bolak -balik  Palembang-Bengkulu. Jadi tidak ada yang curiga, ketika ia diam-diam membawa serta  Bung Karno pulang ke Palembang.
Menjelang tengah hari, hampir semua warga kampung mengetahui keberadaanya. Berduyun-duyun masyarakat datang, ingin bertemu dengan sosok yang tak kenal lelah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Situasi mulai berbahaya, untuk alasan keamanan  HM Azharie harus memindahkan Bung Karno.Â
Yang dianggap aman adalah rumah kerabat, yang berjarak sekitar 200m dari kediamanya . Sekitar tiga hari, Bung karno bermalam di kampung Perigi laut. Dengan kapal Phinisi  Bung Karno  diantar kembali ke Jakarta.Mengingat  Soekarno hanya numpang bermalam, tak ada barang-barang pribadi  Sang Proklamator yang tersimpan di rumah itu.
Masyarakat kampung  ramah, tak sungkan bercerita mengenai sejarah dan budaya mereka pada pengunjung. Selain cerita tentang Soekarno, Cek Ifan , anak HM Azharie berbagi cerita tentang budaya masyarakat Palembang.  Kehidupan pinggir sungai dan sejarah menjadi sesuatu yang  menarik untuk dilihat di kampung Tanggo Rajo.***donapalembang2018