Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kriteria Reshuffle, Berdasarkan Kinerja atau Opini?

12 Juli 2020   02:45 Diperbarui: 12 Juli 2020   02:49 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangku Cadangan (Foto : Sportsindonews.com)

Diawali dengan unggahan video kemarahan Presiden Jokowi di sidang paripurna kabinet, tensi politikpun  mulai menghangat dengan gencarnya isu tentang reshuffle para Menteri.  

Malah,  nama-nama menteri yang akan diganti sekaligus calon penggantinya sudah berseliweran di berbagai platform media sosial  .  Makin lengkaplah kehebohan isu ini dengan ulah punggawa partai politik yang mulai bergenit-genit ria dengan melontarkan pernyataan-pernyataan bersayap.

Sesungguhnya, Presiden sebagai Kepala Pemerintahan  diberi hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri, kewenangan itu jelas dan dilindungi oleh undang-undang.  

Tetapi di alam demokrasi yang menghargai kebebasan berpendapat dan berekspresi, seorang Presiden terkadang harus tunduk dengan realitas politik, dan kenyataannya kalkulasi politik menjadi faktor utama dalam melakukan penggantian menteri. Belum cukup dengan realitas politik, opini yang beredar di masyarakat juga turut andil dalam reshuffel kabinet.

Era daring memang memudahkan segala lapisan masyarakat memperoleh informasi, baik itu informasi yang akurat maupun yang hanya sekedar click bait.  Selain efek positif yang didapat, kemudahan mendapat  informasi juga mendistorsi pola pikir masyarakat, yang mulai berubah dan cenderung lebih menyukai hal yang instant dan sensasional.  

Pola pikir seperti ini merubah dan menciptakan struktur masyarakat yang kurang menghargai proses dan perjuangan untuk mencapai suatu tujuan.  Masyarakat sudah lazim melihat seorang influencer yang punya banyak follower di media sosial mampu  menggiring opini masyarakat untuk menghujat seseorang tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. 

Video yang sudah diunggah oleh Sekretariat Negara memperlihatkan dengan jelas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial serta Kementerian Koperasi dan UKM menjadi sorotan utama kejengkelan Pak Jokowi. 

Sekarang,  dengan maraknya isu liar tentang reshuffle di masyarakat, mari bertanya apa yang terjadi di kementerian yang disorot itu. Asumsi awal, dengan rencana reshuffle 2020, moral para pejabat dan staf di Kementerian terkait  otomatis turun, muncul pro dan kontra, Pejabat Eselon I yang kontra mulai "mbalelo" terhadap menteri, sedang yang pro terhadap menteri, gamang mengambil kebijakan karena ada ketakutan, kebijakan yang diambil sekarang tidak sejalan dengan calon menteri baru.  

Nah, dengan asumsi seperti ini, sesungguhnya unggahan video rapat paripurna kabinet ke publik kontra produktif dengan kinerja Kementerian dan seluruh jajaran dibawahnya.

Kembali lagi ke isu reshuffe menteri, sebenarnya Presiden punya "tools" untuk menilai dan mengontrol kinerja  kementerian. 

Presiden punya alat yang bernama Kementerian Pendaya Gunaan Aparatur Negara (Kemen PAN), institusi dibawah Presiden ini mempunyai kewenangan untuk menilai kinerja kementerian dan kabinet. Indikator penilaiannya juga jelas, seperti dikutip dari Peraturan MenPAN Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi Atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, cakupan/ruang lingkup Implementasi SAKIP yang dievaluasi adalah :

1. Penilaian terhadap perencanaan strategis, termasuk di dalamnya perjanjian kinerja, dan sistem pengukuran kinerja;
2. Penilaian terhadap penyajian dan pengungkapan informasi kinerja;
3. Evaluasi terhadap program dan kegiatan; dan
4. Evaluasi terhadap kebijakan instansi/unit kerja yang bersangkutan, dengan melihat laporan SAKIP 

Dengan berbasis SAKIP,  Presiden dengan mudah menilai kinerja Kementerian dan seluruh institusi di Republik ini. Dengan sistem ini Presiden juga dapat melihat proses dan kendala yang dihadapi semua institusi dibawahnya. Tetapi faktanya berkata lain, belajar dari reshuffe kabinet di periode sebelumnya, SAKIP terkesan diabaikan.  

Alasan utama  penggantian menteri  berasal dari  kalkulasi politik dan opini publik yang terbentuk dari isu-isu liar.  Mantan menteri seperti Asman Abnur dan Andi Widjajanto pasti sudah merasakan sakitnya di reshuffle akibat opini publik dan tekanan politik. 

Dengan adanya SAKIP seharusnya Presiden tidak perlu repot melakukan prakondisi sebelum melakukan Rencana Reshuffle 2020  (dikutip dari editorial KOMPAS), Presiden tinggal memerintahkan instansi yang berwenang untuk mempublikasikan Laporan SAKIP seluruh Kementerian dan institusi yang ada di negeri ini. 

Dengan mempublikasikan Laporan SAKIP, Pemerintah sudah turut andil dalam mengedukasi serta memberikan informasi yang akurat terhadap masyarakat, sehingga tidak menciptakan isu-isu liar di masyarakat.

Untuk meredam isu liar di masyarakat dan mengurangi tekanan politik terhadap Pak Jokowi, sebaiknya Kemen PAN segera mempublikasikan Laporan SAKIP.  

Dengan transparansi SAKIP,  masyarakat bisa tahu bagaimana sebenarnya kinerja Kementerian Kesehatan atau  seberapa lumayannya kinerja Kementerian Sosial. 

Karena sesungguhnya cara paling ampuh untuk melawan informasi salah adalah dengan memproduksi informasi yang akurat. Kalau memang Presiden mempunyai rencana melakukan rencana reshuffle 2020, masyarakat berhak mengetahui proses yang terjadi.  Masyarakat harus diedukasi untuk menghargai proses, bukan yang instan, sebab ada idiom yang mengatakan " proses tidak pernah mengkhianati hasil"

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun