Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menelisik Dalang Kerusuhan Papua

20 Agustus 2019   15:26 Diperbarui: 20 Agustus 2019   17:47 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Kerusuhan meledak di Papua pada tanggal 19 Agustus 2019,  kerusuhan ini adalah rentetan kejadian dari serangan ormas ke Asrama Papua di Surabaya. Mereka menduga mahasiswa yang berada di asrama Papua menurunkan bendera merah putih dan membuangnya ke parit.  Serangan ini menjadi ironi karena terjadi di daerah Jawa Timur yang kita kenal merupakan daerah NU yang toleran.

Khusus  yang perlu disoroti disini adalah ikutnya massa yang beratribut FPI menyerang, apakah sekarang FPI menjadi Pancasilais sehingga mau mati-matian membela Bendera Merah Putih?, apakah ini tidak berlawanan dengan AD/ART mereka serta cita-cita organisasi ini yaitu menjadikan NKRI bersyariah? jadi tanda tanya besar.

Penyerangan ke asrama Papua jelas merupakan kesalahan besar dan melanggar hukum, meskipun dengan tuduhan merusak bendera merah putih sebab yang punya kewenangan untuk membuktikan suatu tuduhan adalah pengadilan, sudah saatnya Polisi harus tegas menindak segala bentuk pengerahan massa anarkis seperti ini, kerusuhan yang terjadi semalam adalah imbas dari lambatnya polisi untuk menangani dan melindungi para mahasiswa Papua yang sedang mengalami persekusi, Negara harus hadir melindungi minoritas dari persekusi para begundal-begundal di Republik ini.

Kembali kita ke topik siapa  dalang yang memantik  kerusuhan ini, sangat banyak kemungkinan apabila dilakukan penelisikan lebih dalam. Isu Papua akhir-akhir ini memang lagi seksi karena eskalasi yang memanas di Papua yang disebabkan antara lain bisa kita bagi dalam 2 sumber yakni :

1. Isu Luar Negeri yaitu:

     -  Isu Ikut sertanya Benny Wenda ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai delegasi dalam Forum Kepulauan Pasifik (FKI) yang bertempat di Vanuatu, keikutsertaan di forum ini berdampak sangat besar apabila Benny Wenda ikut sebagai peserta, dia akan                 memanfaatkan forum ini untuk menunjukkan bahwa organisasi Papua Merdeka masih ada dan berkampanye bagi lahirnya resolusi Majelis             Umum PBB untuk  meninjau Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969. 

    -   Kesepakatan semua organisasi Papua Merdeka untuk bergabung dalam satu komando dari semula yang terpecah-pecah.

   -   Tekanan dari Australia untuk memaksa Indonesia mau berunding kembali tentang penanganan pengungsi dari negara konflik menuju Australia.

2. Isu Dalam Negeri 

   -   Pasca Pemenang Pilpres diumumkan kita melihat dengan gamblang, para taipan Politik mempertontonkan tabiat asli mereka, para taipan ini                    melakukan berbagai manuver untuk menarik simpati Presiden terpilih agar mampu memasukkan orangnya ke struktur kekuasaan.

   -  Polarisasi yang tajam di akar rumput (masyarakat) pasca Pilpres. Setelah pertarungan yang panas dan tajam serta dicampur dengan isu SARA yang        sangat berbahaya di Pilpres tahun 2019. Para pendukung Capres yang  kalah belum bisa menerima dengan iklas, hal ini menyebabkan tensi di akar          rumput masih panas.

Dari semua isu yang teridentifikasi, terlihat bahwa isu yang memiliki  kecendrungan besar memantik kerusuhan adalah isu dalam negeri karena kalau kita membedah isu luar negeri, semua isu yang ada tidak relevan untuk memicu kerusuhan sebagai contoh kehadiran Benny Wenda sudah diantisipasi oleh kementerian luar  negeri dengan melakukan pendekatan melalui negara pasifik yang pro-Indonesia seperti Papua Nugini dan Fiji, kemungkinan besar dia tidak akan diijinkan ikut, kalaupun Benny Wenda ikut dia tidak akan diijinkan berpidato, sedangkan bersatunya organisasi pendukung kemerdekaan Papua tidak berpengaruh apa-apa karena sesungguhnya Benny Wenda bukan orang yang berpengaruh dan eksis di luar negeri, jauh berbeda dengan Ramos Horta ketika menuntut kemerdekaan Timor Leste, begitu pula dengan isu ketiga yakni tekanan dari Australia karena sesungguhnya Australia terikat dengan Perjanjian Lombok tahun 2006, selain itu posisi Autralia sejalan dengan Amerika Serikat yang menginginkan Indonesia yang kuat untuk membendung pengaruh Tiongkok di Laut China Selatan.

Malah yang paling berpotensi memantik kerusuhan adalah isu dalam negeri, yaitu tekanan terhadap Presiden Jokowi sebelum pelantikan Presiden terpilih di bulan Oktober, tujuannya adalah untuk memastikan dan mendapatkan saham di struktur kekuasaan/pemerintahan, mereka memanfaatkan polarisasi akibat isu SARA yang masih tajam di masyarakat untuk memantik kerusuhan, yang paling gampang saat ini adalah isu Papua dan saya yakin masih akan banyak isu yang akan digoreng sebelum bulan Oktober. Sebagai masyarakat biasa saya hanya bisa berharap para "orang kuat" ini masih memiliki hati nurani dan tidak mengorbankan nyawa anak bangsa dan keutuhan NKRI hanya untuk kepentingan pribadi. Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun