Namun, masa jabatannya tak luput dari tantangan. Pada tahun 1997, muncul kritik mahasiswa terkait iuran POMA (Pengembangan Organisasi dan Minat Mahasiswa) yang dianggap kurang transparan dalam pengelolaannya.Â
Meskipun menjadi sorotan publik, peristiwa ini mencerminkan fase penting dalam dinamika perguruan tinggi Indonesia, di mana kesadaran akan transparansi dan akuntabilitas mulai tumbuh dengan kuat.Â
Prof. Maman menghadapi isu ini dengan sikap terbuka dan tetap menjaga dialog dengan civitas akademika.
Setelah masa kepemimpinannya berakhir, Prof. Maman kembali ke dunia akademik sebagai guru besar dan terus memberikan kontribusi melalui penelitian dan pembinaan ilmiah.Â
Atas jasa-jasanya, ia menerima sejumlah penghargaan, termasuk Satyalancana Karya Satya dari Presiden RI dan Satya Karya Bakti Pendidikan dari Unpad.
Prof. Maman wafat pada 14 Februari 2008 dalam usia 67 tahun. Kepergiannya menjadi kehilangan besar bagi dunia akademik, terutama keluarga besar Unpad.Â
Ia dikenang bukan hanya sebagai mantan rektor, tetapi sebagai ilmuwan, pendidik, dan pemimpin yang rendah hati serta berdedikasi.
Warisan pemikiran dan keteladanannya masih terasa hingga kini. Fakultas Peternakan Unpad mengenangnya sebagai tokoh yang membangun fondasi kuat untuk pengembangan keilmuan di bidang produksi ternak.Â
Sementara Universitas Padjadjaran menjadikan masa kepemimpinannya sebagai bagian dari sejarah penting perjalanan institusi.
Terlebih, Program studi Kedokteran Hewan dibawah Fakultas Kedokteran telah dibuka oleh Universitas Padjadjaran (Unpad) sejak tahun akademik 2016/2017.Â
Kini, nama Prof. Dr. drh. H. Maman P. Rukmana mungkin tak sering terdengar di kalangan generasi muda. Namun bagi mereka yang pernah mengenalnya, sebagai dosen, rektor, atau kolega, sosoknya adalah teladan abadi, seorang dokter hewan yang menjadi rektor, dan lebih dari itu, seorang pemimpin yang mengabdikan hidupnya untuk ilmu pengetahuan dan kemajuan bangsa. Semoga bermanfaat!